judul maksimum tiga baris - Repodig Untan

advertisement
SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016
ANALISIS KECELAKAAN PEMBANGUNAN PLTN DAN KRISIS ENERGI
LISTRIK KALIMANTAN BARAT
Rachmat Sahputra
Jurusan PMIPA FKIP UNTAN
Email korespondensi : [email protected] ; [email protected]
Abstrak
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) merupakan alternatif penyelesaian krisis energi
listrik di Kalimantan Barat, tetapi pesimistis terkait dengan peluang terjadinya kecelakaan besar PLTN.
Penelitian ini bertujuan untuk dapat menganalisis peluang terjadinya kecelakaan pembangunan PLTN yang
dikaitkan dengan krisis energi listrik di Kalimantan Barat. Metoda penelitian berupa kajian mendalam
terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya yang didukung dengan data-data primer dan sekunder dari
lembaga-lembaga terkait. Hasil-hasil kajian diperoleh bahwa PLTN dalam oprasinya menggunakan
sumber daya bahan bakar yang efisien dan membebaskan 0% karbon ke lingkungan, tetapi berpeluang
terjadinya cemaran yang luas apabila terjadi kecelakaan besar dan perlu pengamanan berlapis. Kecelakaan
oprasional dapat terjadi apabila reaktor kehilangan pendinginan yang menyebabkan temperatur tinggi,
sehingga oprasional reaktor harus mengikuti standar keselamatan IAEA. Kebolehjadiaan terjadinya
kerusakan teras reaktor yang disebabkan oleh ketidakmampuan moderator untuk menyerap panas dan
kehilangan pendingininan penyebab kecelakaan parah memiliki rata-rata probabilitas 3 x 10-5/ reaktor per
tahun. Nilai probabilitas kecelakaan reaktor yang sangat kecil tersebut dapat dimanfaatkan untuk menjadi
alternatif memilih pembangunan PLTN dibandingkan dengan sumber energi lain untuk mengatasi krisis
energi listrik di Kalimantan Barat yang diprediksi memiliki kebutuhan beban puncak bruto pada tahun
2020 sebesar 754 MW bila ditambah dengan kebutuhan listrik industri akan mengalami krisis listrik
sebesar 3014 MW. Pada tahun 2024 kebutuhan bruto sebesar 1148 MW bila ditambah dengan kebutuhan
energi listrik industri maka Kalimantan Barat memiliki krisis listrik sebesar 3180 MW.
Kata kunci: (PLTN, Probabilitas, Kecelakaan)
Pembangunan ketenagalistrikan
belum mencapai harapannya sehingga
pasokan listrik belum menjadi motor
penggerak pembangunan berbagai sektor,
sehingga secara tidak langsung lemahnya
pasokan
listrik
telah
menambah
masyarakat miskin dan penambahan
kebodohan masyarakat di era teknologi
informasi yang dewasa ini sangat
membutuhkan pasokan listrik yang cukup.
Rendahnya
pasokan
listrik
berkontribusi
pada
rendahnya
pertumbuhan ekonomi bangsa menjadikan
bangsa Indonesia sejak tahun 1990
memiliki pertumbuhan pendapatan kotor
(GDP) rendah berada pada kisaran 4,3-5,6
%
berdasarkan
laporan
Bank
Pembangunan
Asia
(2002)
yang
mendorong tingginya tingkat kemiskinan
di desa-desa.
Kondisi ini juga dialami provinsi
Kalimantan Barat yang termasuk provinsi
tertinggal dalam berbagai sektor, sangat
I. PENDAHULUAN
Upaya
pemerintah
untuk
mencukupi listrik rakyat Indonesia telah
tertuang dalam UU No.30 Tahun 2009
tentang
Ketenagalistrikan,
dengan
melakukan upaya memberi kesempatan
pada seluruh bidang usaha agar
berpastisipasi dalam pengadaan listrik
untuk rakyat dengan dikeluarkannya
peraturan pemerintah dalam PP No. 14
Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik jo. PP 23/2014;
dan 2. PP No. 62 Tahun 2012 tentang
Usaha Penunjang Tenaga Listrik.
Upaya
pemerintah
tersebut
dimaksudkan agar terwujud pembangunan
ketenagalistrikan yang bertujuan untuk
menjamin ketersediaan tenaga listrik
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat secara adil dan
merata serta mewujudkan pembangunan
yang berkelanjutan.
45
SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016
memerlukan motor (pasokan listrik)
sebagai penggerak pembangunan yang
berpengaruh pada semua sektor yang ada.
Rasio elektrifikasi Kalimantan
Barat pada tahun 2015 baru mencapai
74,71% dan masih dibawah rat-rata rasio
elektrifikasi nasional yang baru mencapai
88.30 % (PLN, 2015) sehingga provinsi
ini masih kekeurangan pasokan listrik.
Bersarkan data BPS (2015)
Kalimanatan Barat dengan jumlah
penduduk hasil sensus 2015 sebanyak
5318289 jiwa menempati dalam wilayah
146807 km2 (36,22 jiwa/km2) memiliki
banyak potensi untuk mengembangkan
energi primer untuk dapat mengatasi
kekurangan pasokan listrik dengan energi
air, biomassa, batubara dan Uranium /
thorium. Potensi yang terakhir merupakan
bahan baku PLTN yang perlu mendapat
pertimbangan untuk dapat dibangun di
Kalimantan Barat.
Pertimbangan
pembangunan
PLTN memerlukan kajian dari berbagai
aspek, baik aspek ekonomi, sosial dan
politik serta pertimbangan teknis.
Masyarakat dengan pemahaman yang
terbatas
tentang
keunggulan
dan
kekurangan PLTN mudah terpengaruh
dengan isu sosial politik yang berpendapat
untuk menolak kehadiran PLTN tanpa
mempertimbangkan aspek ekonomi dan
teknis.
Aspek teknis yang perlu mendapat
kajian untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik dalam membangun PLTN
adalah dengan mengetahui analisis tentang
peluang terjadinya kecelakaan dari reaktor
nuklir dari PLTN. Dengan mengetahui
peluang terjadinya kecelakaan tersebut,
maka akan lebih mengerti tentang
keunggulan
sekaligus
kekurangan
pembangunan PLTN yang memberi
informasi pada pihak yang berkepentingan
dalam membangun PLTN di Kalimantan
Barat, termasuk masyarakat luas.
Kebaruan atau novelty penelitian
ini adalah dengan mengetahuinya peluang
terjadinya kecelakaan besar dengan
adanya pembangunan PLTN secara
konfrehensip
akan
memberikan
pengetahuan dan keyakinan untuk
memberikan alternatif solusi untuk
mengatasi krisis energi listrik di
Kalimantan Barat.
II. METODOLOGI
Pengkajian berkaitan dengaan
pentingnya pembangunan PLTN yaitu
dengan studi literatur mengenai pilihan
sumber-sumber energi alternatif yang
sudah dan sedang dikembangkan dewasa
ini
dan melakukan perbandingan
keuntungan serta kerugian terhadap
beberapa alternatif pilihan dalam
pemenuhan
kebutuhan
energi
di
Kalimantan Barat.
Dilakukan metoda eksplorasi studi
literatur berkenaaan dengan penggunaan
PLTN baik keselamatannya dan juga
resiko-resiko yang akan terjadi dari
kegiatan oprasional PLTN. Peluang
terjadinya resiko kecelakaan nuklir pada
reaktor
PLTN
diteliti
dengan
membandingkan
peluang-peluang
terjadinya kerusakan reaktor dari berbagai
reaktor yang sudah beroprasi di berbagai
negara di dunia.
Metoda untuk memperhitungkan
pertumbuhan laju penduduk yang
dikaitkan dengan data pelaksanaan dan
perencanaan pengadaan listrik oleh PLN
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
Indonesia termasuk dunia industri
diperoleh dari pengolahan data Biro Pusat
Statistik (BPS) dan Perusahaan Listrik
Negara (PT PLN).
Dengan mengolah data kebutuhan
listrik penduduk dan kebutuhan listrik
dunia industri serta kapasitas PLN dalam
penyediaan pasokan listrik dibantu
perhitungan matematis statistik, maka
akan diperoleh data krisis listrik
Kalimantan Barat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai
Alternatif
46
SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016
Kebutuhan tenaga listrik yang
terus berkembang, jika pasokan energi
listrik
dikonsentrasikan
pada
pengembangan pembangunan PLTA di
Kalimantan Barat, akan sangat sulit
dilaksanakan karena masalah-masalah
sosial yang akan timbul akibat kesulitan
kepemilikan lahan yang luas dan relokasi
penduduk.
Pengembangan
PLTD yang
menggunakan bahan bakar minyak,
memiliki kendala karena cadangan bahan
bakar minyak ke depan akan sulit didapat.
Pembangkit listrik panas bumi (PLTU)
memiliki potensi yang cukup besar untuk
dikembangkan, tetapi pemanfaatan panas
bumi sangat terbatas untuk dapat
memproduksi listrik, hanya dapat
memproduksi listrik dalam skala kecil
sehingga
tidak
dapat
memenuhi
kebutuhan listrik penduduk dan industri
yang besar.
Penggunakan sumber energi
terbarukan seperti angin, matahari,
biomasa, yang dapat mengurangi
ketergantungan sumber energi primer
fosil, tetapi hanya dapat menyediakan
tenaga listrik dalam skala yang terbatas.
Pilihan sumber energi primer lain
yang memungkinkan untuk pembangkit
listrik beban dasar batubara, tetapi
Ketergantungan atas penggunaan bahan
bakar batubara hanya bisa bertahan dalam
waktu 10 - 20 tahun dan menjadi tidak
realistis bila menjadi andalan dalam
waktu yang lama, serta kerusakan
lingkungan
yang
besar
akibat
penambangan
batubara
yang
menghabiskan lahan yang luas.
Pengembangan
Pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN) sangat tergantung pada biaya
investasi, penguasaan teknologi PLTN,
serta perlu kecermatan dan ketelitian dari
tahap
desain,
konstruksi
dan
pembangunannya, serta pengelolaan yang
terkontrol ketat dan perlu bekerja sama
dengan organisasi nuklir internasional
(IAEA).
Pembangunan PLTN relatif
mahal dibandingkan PLTU batubara,
tetapi pemanfaaatan PLTN
dapat
berperan dalam menjaga kestabilan total
biaya-biaya pembangkitan lainnya dalam
menghadapi gejolak harga bahan bakar
yang digunakan PLTG atau PLTD.
PLTN banyak digunakan oleh
negara-negara maju saat ini seperti USA,
Perancis, Jepang, Rusia, Jerman, Inggris
dan Canada yang mulai membangun
PLTN mulai tahun 50-an. Menyusul
dikembangkan Korea Selatan dan Cina,
sekarang diikuti India dan Mexico.
Jumlah PLTN yang beroprasi dari data
IAEA sampai bulan November 2009,
tercatat 436 unit reaktor PLTN yang
beroprasi, memberi konstribusi energi
listrik total sebesar 370.260 MW(e).
Amerika Serikat adalah negara pemilik
reaktor nuklir terbanyak dengan 104 unit
disusul Perancis 59 unit, sedangkan di
Asia pemilik terbanyak reaktor adalah
Jepang 53 unit, Korea Selatan 20 unit,
Cina 16 unit, India 6 unit, Pakistan dan
Iran membangun masing-masing 1 unit.
PLTN adalah pembangkit daya
yang memiliki keunggulan yang sangat
signifikan antara lain keefisienan
pemakaian bahan bakar dan ketersediaan
bahan bakar yang melimpah dengan
harga relatif rendah. Selain itu, dalam
pengoperasian secara normal sebagai
pembangkit daya, PLTN
tidak
menghasilkan karbon (0%) penyebab
efek rumah kaca yang mencemari udara
penyebab pemanasan global.
Pembangkit lain seperti PLTU
batubara
dalam
pengoprasiaannya
menghasilkan gas SOx, NOx, COx, dan
logam berat seperti Pb, Hg, Ar, Ni, Se di
atas kadar normal pada wilayah sekitar
PLTU. Gas SOx sendiri menjadi pemicu
gangguan paru–paru dan penyakit
pernafasan. Sedangkan gas NOx menjadi
penyebab hujan asam, apabila bereaksi
dengan gas SOx yang berakibat buruk
bagi peternakan dan pertanian. Gas COx
akan menyebabkan efek rumah kaca yang
berperan dalam pemanasan global.
47
SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016
Dari sudut pandang efektivitas
perolehan energi dibandingkan dengan
energi yang seharusnya, maka pada
PLTN energy availability factoc (EAF)
berada pada kisaran angka
80 %,
sedangkan pada Pemangkit Listrik
lainnya, yang menggunakan bahan bakar
fosil besarnya proses konversi dari
kandungan energi awal yang bisa
menghasilkan energi listrik berada pada
kisaran 30 %. Sehingga PLTN dapat
dikatakan penghasil energi yang paling
effisien dari seluruh pembangkit yang
ada.
Pada setiap proses fisi bahan
bakar U-235 disertai dengan pelepasan
energi sebesar 200 MeV, maka 1 gram U235 yang melakukan reaksi fisi sempurna
dapat melepaskan energi sebesar: E =
25,6 x 1020 atom x 200 MeV/atom = 51,2
x 1022 MeV. Jika energi tersebut
dinyatakan dengan satuan Joule, dimana
1 MeV = 1,6 x 10-13 J, maka energi yang
dilepaskan menjadi: E = 51,2 x 10 22 MeV
x 1,6 x 10-13 J/ MeV = 81,92 x 10 9 J.
Dengan asumsi hanya 30 % energi panas
dapat diubah menjadi energi listrik yang
dapat diperoleh dari 1 gram U-235, maka
energi listrik yang diperolehnya = 30% x
81,92 x 109 J = 24,58 x 109 J. Karena 1 J
= 1 W.s (E = P.t).
Perhitungan memberi gambaran
bahwa energi yang tersimpan dalam 1 Kg
bahan bakar U-235 adalah sebesar 17
milyar Kkalori yang setara dengan
dengan energi yang dihasilkan dari
pembakaran 2,4 juta Kg = 2400 ton
batubara. Selain itu, pengrusakan
lingkungan akibat pengambilan 1 Kg
Uranium-235 di alam, jauh lebih kecil
daripada pengrusakan lingkungan akibat
pengambilan 2400 ton batubara.
Uranium dalam reaksinya tidak
menghasilkan gas CO2. Bila dihitung
perbandingan gas karbon yang dihasilkan
bahan bakar nuklir dan bahan bakar
lainnya. Perbandingan % C yang
dihasilkan antara U-235 dan Bahan Bakar
lain (Olahan Data ABARE Research
Report, 2003)
Jumlah karbon yang dihasilkan
dari uranium dalam Liquid Water Reactor
(LWR) bernilai nol dan nilai ini jauh lebih
rendah dibanding minyak mentah yang
melepaskan karbon mencapai 89%, LPG
mencapai 81%, gas Alam 76% dan
batubara melepaskan karbon mencapai
kisaran 25% sampai dengan 67%. Oleh
karena itu, bahan bakar selain nuklirlah
penyebab akumulasinya karbon di lapisan
atmosfir yang mengakibatkan
efek
rumah kaca dan terjadinya pemanasan
global di permukaan bumi.
B. Keselamatan dan Keamanan Reaktor
PLTN
PLTN dalam pengoprasiannya
perlu
mengikuti
prosedur-prosedur
standar keselamatan untuk keamanan
IAEA. Diperlukan keselamatan terpasang
yang dirancang berdasarkan sifat-sifat
alamiah air dan uranium. Bila suhu dalam
teras reaktor naik, jumlah neutron yang
tidak tertangkap maupun yang tidak
mengalami proses perlambatan akan
bertambah, sehingga reaksi pembelahan
berkurang. Akibatnya panas yang
dihasilkan juga berkurang. Sifat ini akan
menjamin bahwa teras reaktor tidak akan
rusak walaupun sistim kendali gagal
beroperasi.
Pendukung keselamatan lainnya
adalah sistem penghalang ganda yaitu
sistim pengamanan yang ketat dan
berlapis, sehingga kemungkinan terjadi
kecelakaan maupun akibat
yang
ditimbulkan sangat kecil. Sebagai contoh,
zat radioaktif yang dihasilkan selama
reaksi pembelahan inti uranium sebagian
besar (> 99 %) akan tetap tersimpan di
dalam matriks bahan bakar, yang
berfungsi sebagai penghalang pertama.
Selama operasi maupun jika terjadi
kecelakaan, selongsong bahan bakar,
akan berperan sebagai penghalang kedua
untuk mencegah terlepasnya
zat
radioaktif tersebut keluar kelongsong.
Kalau zat radioaktif masih dapat keluar
dari dalam kelongsong, masih ada
penghalang ketiga yaitu sistim pendingin.
48
SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016
Lepas dari sistim pendingin, masih ada
penghalang keempat berupa bejana tekan
terbuat dari baja dengan tebal + 20 cm.
Penghalang kelima adalah perisai beton
dengan tebal 1,5 - 2 m. Bila saja zat
radioaktif itu masih ada yang lolos dari
perisai beton, masih ada penghalang
keenam, yaitu sistim pengungkung yang
terdiri dari pelat baja setebal + 7 cm dan
beton setebal 1,5 - 2 m yang kedap udara.
D. Kerusakan
Reaktor
Penyebab
Kecelakaan Parah
Reaktor
nuklir
Chernobyl
memiliki pengungkung yang lemah.
Beberapa saat setelah bahan bakar
meleleh, terjadi ledakan uap karena
tekanan yang berlebihan dan kapasitas
pendingin yang kurang mencukupi. Pada
kondisi yang sangat panas, zirkalloy
material pelindung pada temperatur
tinggi menghasilkan hidrogen (H2) dan
graphite melepaskan CO dalam bentuk
gas, tekanan uap yang berlebihan
akhirnya
meledakkan
tabung
pengungkung.
Kesalahan
pertama
terjadinya kecelakaan parah adalah
desain reaktor yang tidak menggunakan
containment standar. Kesalahan kedua,
pada perhitungan neutron dimana oprator
mengambil langkah shutdown setelah
daya dinaikkan dari 30 MWt ke 200
MWt, dengan menaikkan jumlah neutron
secara drastis dalam orde 1-2 detik
kemudian menurunkan secara drastis
pula, sehingga terjadi peningkatan jumlah
neutron yang sangat tinggi dan
temperatur menjadi naik tiba-tiba.
Reaktor yang perlu dibangun di
Indonesia dapat menggunakan reaktor
Pressurised Water Reaktor (PWR) yang
merupakan jenis reaktor paling banyak di
dunia dan telah teruji handal di negaranegara pengguna PLTN. Pada PWR,
kemungkinan
kecelakaan
akibat
shutdown pada kondisi tidak stabil relatif
sangat kecil karena desain dilengkapi
sistem otomatis untuk memasukkan
penyerap neutron ketika daya naik.
Disain PWR memiliki kapasitas
pendingin yang banyak terdiri dari
system pendingin primer, sekunder dan
system pendingin darurat.
Kecelakaan parah yang terjadi
pada reaktor inti disekenariokan sebagai
akibat
dari seperangkat kejadian
kegagalan dimana kisi kristal yang
mengandung bahan bakar UO2 mencapai
temperatur tinggi melebihi 10000C yang
merupakan kondisi dimana reaksi inti
atom tidak dapat dikendalaikan. Kondisi
C. Resiko Kecelakan Reaktor Nuklir
dalam PLTN
Kecelakaan Reaktor nuklir dapat
menyebabkan dampak besar terhadap
kerusakan lingkungan dan ini merupakan
sebuah resiko yang memerlukan
perhatian
dan
kajian
terhadap
pembangunan PLTN. Kecelakaan besar
yang terjadi di Chercobyl merupakan
bukti adanya efek kerusakan luas
terhadap lingkungan dalam waktu yang
panjang.
Uni-Sovyet-Rusia pada awal
perkembangan pembangunan PLTN di
tahun 1950-an menggunakan teknologi
Light Air Graphite Reaktor (RBMK)
dengan menggunakan bahan bakar UO2
diperkaya dengan menggunkan air
sebagai pendingin dan menggunakan
grafit
sebagai
penyerap
neutron
(moderator).
Sedangkan
Amerika,
Perancis mengembangkan desain reaktor
jenis Pressurised Water Reaktor (PWR)
dan Boiling Air Reaktor (BWR) dengan
menggunakan
bahan
bakar
UO2
diperkaya dengan menggunakan air
sebagai pendingin dan sekaligus sebagai
penyerap neutron (moderator). Kanada
mengembangkan teknologi reaktor jenis
Pressurised
Heavy
Air
Reaktor
“CANDU”
(PHWR)
dengan
menggunakan bahan bakar alam UO2 dan
menggunakan air berat sebagai pendingin
maupun
moderator.
Perbedaan
penggunaan
teknologi
ini
pula
mengakibatkan efek cemaran lingkungan
yang berbeda
apabila
terjadinya
kecelakaan pada reaktor.
49
SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016
pecahnya kristal pada temperatur tinggi,
maka produk hasil belah akan memasuki
kelongsong. Kelongsong tidak mampu
menahan panas
sehingga
terjadi
pelelehan, produk fisi akan masuk pada
pendingin primer. Apabila pendingin
primer tidak mampu menahan beban
panas dan juga terpecah, maka produk fisi
(radionuklida)
akan
memasuki
penggungkung. Dan apabila sistem
pengungkung tidak berjalan baik, maka
radionuklida akan ke luar melalui
cerobong menyebar lewat udara dengan
dorongan angin.
Pengujian
baik
secara
menyeluruh maupun terpisah terhadap
karakteristik produk fisi yang dapat
menyebar pada kejadian kecelakaan
diketahui bahwa derajat emisi produk fisi
yang bersifat volatil (Kr, Xe, I, Cs) dari
bahan bakar, sangat bergantung pada
suhu bahan bakar, sementara pengaruh
lingkungan hampir tidak ada.
Produk fisi yang bersifat volatil
rendah (Sr, Mo, Ru, Te, Sb, Ba, Eu),
diketahui bahwa selama kelongsong
Zircalloy tidak teroksidasi, Te dan Sb
akan terserap oleh kelongsong, tetapi jika
kelongsong teroksidasi, maka produk fisi
tersebut akan teremisi; Mo dan Ru dalam
kondisi/lingkungan uap air (kondisi
oksidasi), akan berubah ke bentuk kimia
yang lebih tinggi volatilitasnya; Sr, Ba
dan Eu dalam lingkungan hidrogen
derajat volatilitasnya meningkat; dan
Emisi Ce dan Zr sangat minim.
Analisis pada kecelakaan TMI-2
dengan jenis reaktor PWR dan
kecelakaan Chernobyl jenis reaktor
RBMK untuk melihat
karakteristik
produk belah inti. Hasil analisis emisi ke
lingkungan pada kecelakaan TMI-2
sangat kecil, hal ini disebabkan karena
pengungkungnya utuh dan kuat dan di
sepanjang jalur emisi terdapat air.
(Olahan Data IAEA, 2006). Pengendalian
terjadinya kecelakaan dimulai dari
pembuatan disain dan bangunan yang
sesuai dengan standar. Kerusakan inti
reaktor dalam kecelakaan parah TMI-2
dapat diminimalisasi dengan kekuatan
materi bejana tekan dan kekuatan serta
ketebalan
pengungkung
serta
ketersediaan sistem pengamanan dengan
penyemprotan air.
E. Kebolehjadian Terjadinya Pelelehan
Inti Reaktor Penyebab Kecelakaan
Parah
Kecelakan parah yang mungkin
terjadi pada semua reaktor daya adalah
terjadinya kehilangan pendinginan dan
kegagalan moderator yang menyebabkan
temperatur, yang selanjutnya dapat
melelehkan kelongsong dan teras reaktor.
Oleh karena itu, oprasional reaktor harus
mengikuti standar keselamatan IAEA
dengan menganut sistem pertahanan
berlapis, sistem proteksi dan sistem
keselamatan darurat.
Kehilangan pendinginan dan
kenaikan temperatur pada teras reaktor
telah
diselidiki
disebabkan
oleh
kegagalan serius pada satu sistem atau
gabungan
beberapa
sistem
yang
membentuk
kegagalan
atau
ketidaktersediaan sistem keselamatan
khusus dalam keadaan darurat.
Penelitian yang berkaitan dengan
kebolehjadiaan terjadinya kerusakan
teras reaktor yang disebabkan oleh
ketidakmampuan
moderator
untuk
menyerap panas dan kehilangan
pendingininan telah banyak dilakukan,
diperoleh kebolehjadiaan kecelakaan
parah yang menyebabkan cemaran
memasuki lingkungan berada pada
kisaran 10-3 sampai 10-5 per reaktor per
tahun.
Jenis reaktor PWR 1000 GWe
memiliki
kebolehjadian
terjadinya
pelelehan inti yang menyebabkan
kecelakaan
parah
rata-rata
pada
probabilitas
3 x 10-5/ reaktor per
tahun artinya terdapat 3 kecelakaan
dalam 100.000 reaktor tiap tahunnya.
Angka ini menunjukan bahwa peluang
kebolehjadian kecelakaan reaktor sangat
kecil.
50
SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016
F. Krisis Energi Listrik Di Kalimantan
Barat
Kebutuhan energi listrik sering
diproyeksikan ditemukan menyimpang
dari tuntutan yang sebenarnya karena
keterbatasan dalam struktur model atau
asumsi-asumsi yang tidak sesuai.
Kondisi geografis di Kalimantan
Barat
banyak
terisolasi
dengan
banyaknya sungai dan keterbatasan akses
jalan menyebabkan banyak daerah
khususnya daerah perdesaan belum
mampu dilayani oleh PT. PLN, sehingga
kebutuhan energi listrik pada daerahdaerah tersebut belum terpenuhi.
Kalimantan Barat masih memiliki
ketidakseimbangan antara penyediaan
dan kebutuhan energi listrik, sehingga
antara lain menyebabkan pertumbuhan
berbagai sektor melambat. Pasokan
energi listrik masih kurang, karena
sebagian besar bahan bakar pembangkit
listrik yang ada terutama jenis BBM dan
gas masih didatangkan dari luar Kalbar.
Pemanfaatan energi baru dan
terbarukan di Kalbar sebagai pembangkit
listrik masih terbatas, sementara potensi
energi baru dan terbarukan cukup banyak,
seperti : energi air, energi surya,
bioenergi (biomassa dan biogas), energi
angin, batubara, gambut, dan uranium.
Kalimantan
Barat
perlu
meningkatkan pemanfaatan sumber
energi baru dan terbarukan sebagai
pembangkit listrik termasuk potensi
uranium, sehingga dapat mengurangi
ketergantungan terhadap energi fosil
dengan memanfaatan energi baru dan
terbarukan dapat mendukung penyediaan
energi listrik yang dapat meningkatkan
rasio elektrifikasi dan rasio desa berlistrik
di Kalimantan Barat. Selain itu
pemanfaatan EBT adalah sebagai salah
satu upaya mengurangi efek rumah kaca
yang menyebabkan perubahan iklim.
Kalimantan Barat memerlukan
tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih
baik
dimasa
mendatang
serta
memerlukan energi listrik yang cukup
besar
untuk
menggerakan
roda
perekonomian. Pemenuhan kebutuhan
energi listrik tersebut yang berasal dari
energi fosil (BBM) harus dikurangi
secara bertahap mengingat cadangannya
semakin terbatas serta menghasilkan gas
rumah kaca (GRK).
Kebutuhan tenaga listrik Wilayah
Kalimantan barat saat ini diproyeksikan
mencapai 750 MW untuk menerangi
masyarakat pedesaan dan perkotaan,
tetapi belum termasuk kebutuhan listrik
dunia industri yang membutuhkan energi
listrik yang sangat besar yang akan
mendorong kemajuan dari semua sektor
pembangunan Kalimantan Barat. Target
kapasitas produksi listrik oleh PLN untuk
memenuhi kebutuhan listrik hingga tahun
2024 disajikan dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Target Kapasitas maksimum
PLN dan kebutuhan listrik Tahun 20162024.
Tahun
Kapasitas
Maks
(MW)
Kebutuhan
(MW)
2016
557
2018
814
2020
946
2022
1244
2024
1644
371
592
764
929
1148
Saat
ini
masih
terdapat
kesenjangan antara kebutuhan dan
pasokan listrik di Kalimantan barat jika
dihitung penggunaan energi listrik hanya
mencapai
80%
dari
kapasitas
maksimumnya dan jika dirinci dapat
disajikan Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Kondisi Sistem Kelistrikan
Daerah Kalimantan Barat 2015
Kapasitas
Daerah
Maks
(MW)
80%
dari
Maks
(MW)
Kebutuhan
Pontianak,
Singkawang,
271,10 216,88
Sambas
Bengkayang
3,70
2,960
Sanggau
26,11
20,89
Ngabang
7,37
5,90
Sanggau
26,11
20,89
Sintang
18,99
15,19
Nanga Pinoh
7,50
6,00
Sekadau
7,50
6,000
Ketapang
27,60
22,08
Jumlah
395,98 316,78
(Sumber: Data PLN Wilayah Kalbar)
51
(MW)
287,00
3,44
25,07
6,80
25,07
21,14
6,90
7,16
30,70
413,28
Kondisi
Krisis
Krisis
Krisis
Krisis
Krisis
Krisis
Krisis
Krisis
Krisis
SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016
Tabel 2 menunjukkan bahwa
hampir seluruh daerah di Kalimantan
Barat saat ini dalam kondisi krisis energi
listrik untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat pada umumnya, belum
termasuk kebutuhan dunia industri yang
cukup
besar
untuk
mendorong
pertumbuhan
semua
sektor
pembangunan. Kebutuhan energi listrik
untuk memenuhi investasi dunia industri
yang memasuki dan sedang membangun
di daerah Kalimantan barat diantaranya
disajikan dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Kebutuhan Listrik Industri di
Kalimantan Barat Sampai Tahun 2020
No
1
2
3
4
5
6
Daerah
Kawasan
Industri Tayan
Kawasan
Industri Toho
Kawasan
Industri
Semparuk
Kawasan
Ekonomi
Khusus
Perbatasan
Kawasan
Industri
Mandor
Kebutuhan
Reguler
Jumlah
Kebutuhan
Listrik
800 MW
Bauksit/Alumina
600 MW
Bauksit/Alumina
400 MW
Perkebunan Dan
Industri Lainnya
200 MW
Pengolahan
Perkebunan Karet
350 MW
Bauksit/Alumina
846 MW
Bauksit/Alumina
G. Kalimantan Barat Perlu membangun
PLTN
Kalimantan
Barat
akan
mengalami kekurangan listrik pada tahun
2024 sebesar 3180 MW untuk
memenuhui kebutuhan masyarakat dan
industri,
dan
jika
akan
terus
mengembangkan industri sebagai tulang
punggung kemajuan Kalbar, maka
kebutuhan energi listrik akan lebih besar
dari 3180 MW, dan tidak akan mampu
diatasi oleh sumber sumber pembangkit
manapun, hanya satu alternatif yang
dapat mengatasi krisis energi listrik yang
cukup besar di Kalimantan Barat yaitu
dengan cara memberi pilihan untuk
membangun PLTN Kalimantan Barat.
Industri
IV.
KESIMPULAN
Pembangkit listrik tenaga nuklir
(PLTN) dengan bahan bakar uranium
adalah alternatif penghasil energi listrik
yang memiliki kelebihan dalam efisien
pemakaian sumber daya dan penghasil
energi yang tinggi dengan 0% karbon.
Kelemahan yang utama adalah cemaran
yang luas apabila terjadi kecelakaan
besar, sehingga perlu sistem penghalang
yang ketat dan berlapis. Diperlukan
oprasional reaktor yang mengikuti
standar keselamatan IAEA.
Peluang atau kebolehjadiaan
terjadinya kerusakan teras reaktor yang
disebabkan
oleh
ketidakmampuan
moderator untuk menyerap panas dan
kehilangan pendingininan penyebab
kecelakaan parah memiliki rata-rata
probabilitas 3 x 10-5/ reaktor per tahun.
Pembangunan
PLTN
dapat
dipertimbangkan untuk dibangun di
Kalimantan Barat untuk mengatasi krisis
energi listrik di Kalimantan Barat yang
diprediksi memiliki kebutuhan beban
puncak bruto sebesar 754 MW dan
kebutuhan listrik industri 3196 MW
sehinga Kalbar akan mengalami krisis
listrik sebesar 3014 MW pada tahun
2020. Pada tahun 2024 kebutuhan bruto
sebesar 1148 MW bila ditambah dengan
3196 MW
(Sumber: Data PLN Wilayah Kalbar)
Tabel 3 menunjukkan bahwa
kebutuhan energi listrik indusri sampai
tahun 2020 sebesar 3196 MW dan jika
ditambahkan
dengan
kebutuhan
masyarakat Kalbar pada tahun tersebut
adalah 764 MW menjadi 3960 MW,
sementara kapasitas maksimum yang
mampu di produksi oleh PLN hanya 946
MW (Tabel 1) sehingga kekurangan
pasokan energi listrik di Kalimantan
Barat pada tahun 2020 sebesar 3014 MW.
Oleh karena itu, pada saat ini sampai
tahun 2024 akan kekurangan energi
listrik sebesar 3180 MW, sehingga
tahun-tahun mendatang kalimantan Barat
akan
mengalami
krisis
listrik.
Selanjutnya akan berpengaruh terhadap
semua sektor pembangunan dan dapat
diprediksikan bahwa Kalimantan Barat
tetap akan tertinggal dari daerah lain.
52
SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016
kebutuhan energi listrik industri maka
Kalimantan Barat memiliki krisis listrik
sebesar 3180 MW.
Accident and their Remediation:
Twenty Years of Experience,
IAEA, (2008), Approaches and Tools for
Severe Accident Analysis for
Nuclear Power Plants, Vienna,
Austria.
IAEA
Bulletin
Autumn,
(1985),
Experience pada informasi TMI-2
Recent dari TMI-2, Vienna,
Austria.
Ministerstwo Gospodarki, (2014), Polish
Nuclear
Power
Programme,
Warsawa
Undang-Undang,
(2009),
Tentang
Ketenagalistrikan, UU (Nomor
30/2009)
Peraturan Pemerintah, (2014), Tentang
Kegiatan Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik jo. PP 23/2014. PP
(Nomor 14 / 2012)
Peraturan Pemerintah, (2012), Tentang
Usaha Penunjang Tenaga Listrik
PP (Nomor 62 / 2012).
PT PLN, (2005), Primary Energy
Requirement and Composition for
The Java. Proyeksi Sistem
Madura-Bali 2003-2010
PT PLN, (2015), PLN's Annual Report
2015. Jakarta.
Undang-Undang,
(2009),
Tentang
Ketenagalistrikan, UU (Nomor
30/2009.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Sivitas
akademika UNTAN yang mendukung
studi ini, Pemda Provinsi Kalbar, PLN
Wilayah Kalbar yang mendukung adanya
pembangunan PLTN serta panitia PIPT
diesnatalis UNTAN 2016
DAFTAR PUSTAKA
[ADB] Asia Development Bank, (2002).
Country Strategy and Program
2003-2005 Indonesia. CSP INO
2002-13. ADB. Manila.
[BPS] Biro Pusat Statistik, (1999),
Penduduk
Miskin
(Poor
Population), Berita Resmi Statistik
Penduduk Miskin II: 04, CBS,
Jakarta.
[BPS] Biro Pusat Statistik, (2015), Jumlah
Penduduk dan Rasio Jenis
Kelamin menurut Provinsi dan
Kabupaten/Kota,
Statistik
Indonesia, Jakarta.
ABARE Research Report, (2003).
Australian Energy Consumption
and Production. Historical trends
and projections
IAEA,
(2006),
Environmental
Consequences of the Chernobyl
53
SEMINAR NASIONAL II PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA, 2016
54
Download