Hubungan Antara Self-Monitoring dengan Kinerja Pada Tenaga

advertisement
HUBUNGAN ANTARA SELF-MONITORING DENGAN KINERJA
PADA TENAGA PENJUAL PT.BANK PERMATA, Tbk CABANG
SEMARANG
OLEH
MARIA OKTAFIANTI
802010012
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan
untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
HUBUNGAN ANTARA SELF-MONITORING DENGAN KINERJA
PADA TENAGA PENJUAL PT.BANK PERMATA, Tbk CABANG
SEMARANG
Maria Oktafianti
Sutarto Wijono
Jusuf Tjahjo Purnomo
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan self-monitoring terhadap kinerja para
tenaga penjual bank, khususnya kinerja tenaga penjual bank Permata Semarang. Desain
penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dan teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini dilakukan dengan metode angket (kuisioner). Alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan kuisioner yang terdiri dari skala kinerja tenaga penjual
(Behrman & Perreault, 1982) dan skala self-monitoring (Snyder & Gangestad, 1986).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga penjual pada bank Permata Semarang
yang berjumlah 50 orang. Sampel diambil menggunakan teknik sampling jenuh. Teknik
analisa data yang digunakan adalah teknik korelasi Pearson products moment. Dari hasil
analisa data diperoleh koefisien korelasi (r) 0,805 (p<0,01) yang berarti terdapat hubungan
positif yang signifikan antara self-monitoring dengan kinerja. Hal ini berarti semakin tinggi
self-monitoring maka semakin tinggi pula kinerja.
Kata Kunci: Self-Monitoring dan Kinerja.
i
ABSTRAC
This study was conducted to know the relationship of self-monitoring of the sales
performance, especially on sales performance of Permata bank in Semarang. The design of
this study used a quantitative approach and techniques of data collection in this study was
conducted by questionnaire. Measuring instruments used in this study using a questionnaire
consisting of sales performance scale (Behrman & Perreault, 1982) and self-monitoring
scale (Snyder & Gangestad, 1986). The population in this study are all Permata bank’s sales
in Semarang that totaling 50 people. Samples were taken using a saturation sampling. Data
analysis technique used the correlation technique Pearson products moments. From the data
analysis, the correlation coefficient (r) 0.805 (p <0.01), which means there is a significant
positive relationship between self-monitoring of performance. When the score of selfmonitoring is high, the score of the performance is high too.
Key word: Self-Monitoring and Performance
ii
PENDAHULUAN
Ketatnya persaingan antar bank dalam era ekonomi global memacu masing-masing
bank membuat strategi jitu untuk terus bertahan hidup serta menuntut perbankan untuk
menjadi yang terdepan, tercepat dan terbaik dalam memberikan pelayanan kepada
nasabahnya. Namun bukan berarti situasi seperti ini membuat bisnis perbankan dapat
berkembang maju dengan sendirinya. Peranan tenaga penjual sangat dibutuhkan dan akan
menentukan kesuksesan sebuah penjualan, kesuksesan tersebut ditandai dengan kemampuan
tenaga penjual untuk membangun hubungan baik dengan pelanggan misalnya dengan
mengembangkan kepuasan pelanggan, kepercayaan, dan berkomitmen (Schwepker, Good &
Odneal, 2012).
Berdasarkan hasil wawancara singkat secara informal yang dilakukan penulis pada
bulan November 2013 terhadap 14 tenaga penjual bank Permata Semarang diketahui bahwa
para tenaga penjual tersebut dalam waktu satu bulan tidak selalu dapat mencapai target
perusahaan yang telah ditetapkan pada dirinya. Pada tanggal 25 Juni 2014 penulis
memperoleh data dari pihak marketing bank Permata mengenai pencapaian target tenaga
penjual bank Permata pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2014 di bagian funding
dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang berjumlah 14 orang. Dari ke-14 orang tersebut
diketahui hanya 5 tenaga penjual yang dapat mencapai target nominal yang ditetapkan. Dari
data tersebut artinya hanya 35,71% saja tenaga penjual yang dapat mencapai target selama 6
bulan. 50% dari mereka mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan saat melakukan
pendekatan terhadap calon nasabah karena kebanyakan nasabah terlalu banyak tuntutan, tidak
mau tahu dengan kondisi pekerjaan mereka ketika membutuhkan layanan dan mereka sering
mengalami penolakan saat menawarkan produknya. Hal ini membuat para tenaga penjual
tersebut
sering
mengeluhkan
pekerjaannya,
1
menjadi
malas
dalam
menyelesaikan
pekerjaannya, dan menimbulkan emosi negatif terhadap nasabah serta rekan kerjanya karena
gagal dalam mencapai target yang sudah ditentukan oleh perusahaan. Atas dasar fenomena
tersebut dapat dipahami bahwa kinerja pada tenaga penjual bank Permata Semarang
mengalami masalah, oleh sebab itu kinerja tenaga penjual bank menarik untuk diteliti.
Kinerja tenaga penjual adalah bagian yang berfungsi sangat penting dalam memegang
peranan dalam sebuah manajemen penjualan yang dapat memberikan pengaruh langsung
pada hasil penjualan (Johnson & Bharadwaj, 2005). Kinerja tenaga penjual penting untuk
diteliti karena kinerja dapat memberikan peran penting dalam mencapai strategi pemasaran
industri dengan mengembangkan strategi dan produk. Penjual memainkan peranan penting
dalam mempengaruhi pengembangan produk baru dan mengembangkan strategi pemasaran
dengan memberikan ide-ide tentang inovasi produk yang diperoleh melalui transaksi dengan
pelanggan (Saleh & Kamarudin, 2011). Apabila seorang tenaga penjual memiliki kinerja
yang buruk atau rendah maka dapat dikatakan tenaga penjual tersebut tidak berkompeten.
Pengaruh dari buruknya kinerja tenaga penjual tersebut dapat menghambat pertumbuhan
penjualan produk dan profitabilitas sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi perusahaan (Ikechukwu, Okorie, Christopher, & Benson, 2011).
Sementara itu melalui studi kasus pada tenaga penjual BPR Semarang yang dilakukan
oleh Joko (2006) ditemukan jika semakin tinggi kinerja hasil tenaga penjual maka akan
meningkatkan efektifitas penjualan perusahaan sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan
perusahaan yang berhasil dan efektif dalam pencapaian target nominal yang sudah disepakati
bersama. Malik (2011) dan Preko & Adjetey (2013) juga menemukan bahwa peningkatan
kinerja karyawan juga berpengaruh pada loyalitas karyawan terhadap manajemen organisasi
dan bisnis, sehingga dapat mempercepat efektivitas organisasi.
2
Adapun berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan yaitu motivasi
kerja, kepuasan kerja, desain pekerjaan, komitmen, kepemimpinan, partisipasi, fungsi-fungsi
manajemen, kejelasan arah karir, kompetensi, dan budaya organisasi (Sudarmanto, 2009).
Selain itu keterampilan interpersonal dan keterampilan sosial yang dimiliki tenaga penjual
dapat mempengaruhi kinerja penjualan (Ahmad, Sah & Kitchen, 2010; Moharam & Shawky,
2012). Kemudian selain faktor-faktor yang sudah disebutkan, Jawahar (2001) dan Day,
Unckless, Schleicher & Hiller (2002) mengemukakan bahwa self-monitoring dapat
memengaruhi performansi kerja (kinerja). Self-monitoring pada individu berperan dalam
menentukan kesan apa yang ingin ditampilkan individu terhadap individu lain, sehingga
individu dengan self-monitoring yang baik (High self-monitoring) akan lebih mudah
beradaptasi, lebih mudah menjalin suatu hubungan yang baik antar individu. Sehingga pada
akhirnya self-monitoring dapat mempengaruhi kinerja mereka.
Berdasarkan fenomena yang didapatkan ketika tenaga penjual menawarkan
produknya mereka mengalami kesulitan saat melakukan pendekatan terhadap calon nasabah
dan sering kesal dengan nasabah serta rekan kerjanya. Atas dasar fenomena tersebut peneliti
melihat bahwa terdapat masalah pada self-monitoring dalam diri tenaga penjual tersebut yang
mempengaruhi kinerja mereka.
Pentingnya self-monitoring bagi individu dalam dunia pekerjaan adalah untuk
membentuk suatu organisasi yang berhasil melalui hasil kerja dan sikap-sikap yang dimiliki
oleh pekerja. Dalam dunia pekerjaan self-monitoring berkaitan signifikan terhadap hasil kerja
yang berhubungan dengan kinerja, kemajuan, kemampuan, perilaku kepemimpinan yang
muncul dan beberapa sikap yang berhubungan dengan pekerjaan dalam diri pekerja (Day
et.al, 2002). Oleh sebab itu penulis beranggapan bahwa self-monitoring yang dimiliki oleh
tenaga penjual penting untuk diteliti guna membentuk satu perusahaan yang berhasil.
3
Pada suatu kesempatan Harmon, Hammond, Conrad, & Webster (2007) meneliti selfmonitoring yang dimiliki manajer penjualan dan membandingkan hasilnya dengan penelitianpenelitian sebelumnya terhadap tenaga penjual, seperti penelitian yang telah dilakukan
Goolsby, Rosemary & Michael (1992) dan Durbinsky & Hartley (1986a, 1986b). Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa manajer penjualan dengan kecenderungan self-monitoring
yang tinggi mempunyai kinerja yang tinggi pula. Dengan self-monitoring yang tinggi
ditemukan bahwa manajer penjualan mampu mempresentasikan dirinya dengan baik kepada
pelanggan, sehingga dapat lebih peka terhadap respon pelanggan dan dapat memenuhi apa
yang diinginkan oleh pelanggan.
Penelitian sebelumnya oleh Goolsby et.al (1992) terkait dengan sifat-sifat adaptif
dalam pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja penjualan, penelitian ini juga membuktikan
bahwa sifat-sifat adaptif yaitu self-monitoring, androgini dan intrinsic reward orientation
berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja. Dalam penelitiannya individu yang
memiliki sifat-sifat adaptif tersebut lebih sensitif dalam interaksi sosial daripada individu lain
yang tidak memilikinya, sehingga dikatakan lebih mampu menyesuaikan diri secara
psikologis. Dengan sensitivitas ini, individu yang memiliki sifat-sifat tersebut akan lebih baik
dalam menentukan kebutuhan pelanggan dan menyesuaikan pesan mereka dengan kebutuhan
tertentu dari pelanggan sehingga hal ini akan mempengaruhi kinerja penjualan. Sementara
itu, Moningka & Widyarini (2005) mengatakan bahwa self-monitoring berpengaruh positif
secara tidak langsung terhadap kinerja, karena adanya variabel yang memoderasi yaitu
variabel hubungan interpersonal. Self-monitoring tenaga penjual yang tinggi mengindikasikan
bahwa individu mampu melakukan hubungan interpersonal yang baik dengan individu lain.
Hal ini disebabkan individu ini mampu mengatur perilakunya sesuai dengan tuntutan
lingkungan, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja individu.
4
Namun dalam penelitian Durbinsky & Hartley (dalam Harmon et.al, 2007) yang
meneliti pengaruh self-monitoring terhadap kinerja, konflik peran, dan ambiguitas peran hal
ini menunjukan adanya pengaruh negatif tidak langsung self-monitoring terhadap kinerja
tenaga penjual. Self-monitoring yang tinggi pada tenaga penjual mengakibatkan konflik peran
dan ambiguitas peran yang tinggi pula. Ketika tenaga penjual memiliki konflik peran dan
ambiguitas peran yang tinggi tenaga penjual tidak mengetahui dengan jelas apa yang menjadi
tugasnya dan tidak yakin pada apa yang dia lakukan. Hal ini membuat tenaga penjual tersebut
tidak mengerti apa yang diharapkan pada dirinya sehingga mengakibatkan penurunan kinerja.
Barrick, Parks & Mount (2005) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa
karyawan dengan self-monitoring yang rendah tidak selalu memiliki kinerja yang rendah
pula apabila karyawan tersebut memiliki stabilitas emosional yang tinggi, berkepribadian
ekstrovert, dan memiliki keterbukaan terhadap pengalaman. Hal ini disebabkan individu
dengan stabilitas emosi yang tinggi dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dan toleran
terhadap stres sehingga dapat menghasilkan hubungan kerja yang lebih berkualitas dan
mampu meningkatkan kinerja. Pada individu berkepribadian ekstrovert mereka cenderung
mudah bergaul, suka berteman dan dapat bekerja dengan orang lain sehingga mampu
menyesuaikan lingkungan sosialnya untuk meningkatkan kinerja. Kemudian keterbukaan
terhadap pengalaman pada individu dengan self-monitoring yang rendah juga tidak selalu
memiliki kinerja yang rendah pula, hal ini disebabkan individu yang memiliki keterbukaan
terhadap pengalaman cenderung imajinatif, penasaran, dan kreatif sehingga hal tersebut
bermanfaat dalam meningkatkan kinerja.
Dari fenomena kinerja dan beberapa hasil penelitian diatas dengan berbagai
perbedaan tempat penelitian dan subjek penelitian yang masih memunculkan pro dan kontra
maka peneliti tertarik untuk meneliti kembali hubungan antara self-monitoring dengan kinerja
5
tenaga penjual. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin melihat apakah terdapat
hubungan positif antara self-monitoring dengan kinerja pada tenaga penjual di PT.Bank
Permata, Tbk cabang Semarang.
Kinerja
Kinerja tenaga penjualan diartikan oleh Challagalla & Shervani (1996) sebagai suatu
tingkat dimana tenaga penjualan dapat mencapai target penjualan yang ditetapkan pada
dirinya. Sementara itu Baldauf, David, Cravens & Piercy (2001) menggunakan istilah kinerja
perilaku (behavioral performance) yang merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan
tenaga penjualan dalam upaya untuk memenuhi tanggung jawab pekerjaannya. Dalam
mencapai hasil yang diinginkan para tenaga penjualan akan melakukan aktivitas-aktivitas
yang mungkin saja tidak langsung berdampak terhadap peningkatan penjualan seperti
membangun hubungan yang efektif dengan pelanggan dan membuat presentasi penjualan
yang efektif. Walaupun aktivitas-aktivitas ini tidak selalu berakhir dengan pembelian produk,
namun ini tetap diperlukan karena dapat digunakan untuk meningkatkan pelanggan pada
perusahaan.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja tenaga penjual
adalah tingkat dimana tenaga penjual mampu mencapai target pekerjaannya melalui aktivitasaktivitas penjualan (membangun hubungan yang efektif dengan pelanggan dan membuat
presentasi penjualan yang efektif) yang dilakukan.
Sementara itu, Faustino (1995) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja adalah cara
untuk mengukur tingkat kontribusi individu kepada organisasinya. Faustino lebih lanjut
menjelaskan terdapat dua kriteria pengukuran kinerja karyawan, yaitu pengukuran
berdasarkan hasil akhir (result-based performance evaluation) dan pengukuran berdasarkan
perilaku (behaviour-based performance evaluation). Pengukuran berdasarkan hasil,
6
mengukur kinerja berdasarkan pencapaian tujuan organisasi atau mengukur hasil-hasil akhir
saja. Tujuan organisasi ditetapkan oleh pihak manajemen atau kelompok kerja, kemudian
karyawan dipacu dan dinilai kinerjanya berdasarkan seberapa jauh karyawan mencapai
tujuan-tujuan yang sudah ditetapkan. Kriteria pengukuran ini mengacu pada konsep
management by objective (MBO).
Pengukuran berdasarkan perilaku lebih menekankan pada cara atau sarana dalam
mencapai tujuan dan bukan hanya pada pencapaian hasil akhir. Pengukuran berdasarkan
perilaku condong pada aspek kualitatif daripada aspek kuantitatif yang terukur. Pengukuran
berdasarkan perilaku umumnya bersifat subjektif dimana diasumsikan karyawan dapat
menguraikan dengan tepat kinerja yang efektif untuk dirinya sendiri maupun untuk rekan
kerjanya (Faustion, 1995).
Untuk menilai kinerja dalam penelitian ini menggunakan penilaian subjektif,
dikarenakan pengukuran berdasarkan perilaku mendapat perhatian luas dari penelitianpenelitian mengenai perilaku organisasi dan sumber daya manusia karena terbukti skala
pengukuran subjektif mempunyai konsistensi (reliabilitas) yang tidak kalah dengan
pengukuran objektif (Singh, Verbeke & Rhoads, 1996).
Sementara itu, Behrman & Perreault (1982) mengukur kinerja tenaga penjual
menggunakan lima aspek yaitu :
1. Pencapaian tujuan penjualan (Achieving Sales Objectives) yaitu berkaitan dengan
bagaimana seorang tenaga penjual dapat menghasilkan pelanggan baru, mencapai
target penjualan, memperluas pangsa pasar untuk perusahaan, dan menjual produk
yang menguntungkan.
7
2. Penggunaan
pengetahuan
teknis
(Using
Technical
Knowledge)
yaitu
mengembangkan penjualan dengan memfasilitasi tenaga penjual dengan pengetahuan
teknis (seperti aplikasi produk, spesifikasi produk, dan menggunakan situasi
pelanggan) untuk membantu tenaga penjual mengkoordinasikan hubungan pelanggan
dengan perusahaan.
3. Menyediakan informasi ke perusahaan (Providing Information) merefleksikan peran
tenaga penjual sebagai “garis depan” dan pemberi masukan sebagai umpan balik
terhadap perusahaan. Informasi yang diberikan kepada perusahaan meliputi tugas
tenaga penjual untuk memberikan dokumen hasil tentang penjualan, memberikan
masukan mengenai operasional perusahaan, pelanggan, dan persaingan antar
perusahaan secara akurat.
4. Pengendalian biaya (Controlling Expenses) yaitu bagaimana seorang tenaga penjual
mampu mengendalikan biaya pengeluaran yang tidak perlu. Pengendalian biaya
tersebut berkaitan dengan keterbatasan anggaran operasional, kebijaksanaan dalam
penggunaan biaya promosi produk dan biaya perjalanan.
5. Presentasi penjualan (Sales Presentation), peran tenaga penjual sebagai perwakilan
perusahaan yang mampu memberikan presentasi penjualan dengan kualitas yang baik
kepada pelanggan. Presentasi penjualan tersebut berhubungan dengan bagaimana
seorang tenaga penjual menangani pelanggan seperti mampu memahami kebutuhan
pelanggan, memberikan penjelasan, memikirkan presentasi yang baik, dan
menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja adalah keterampilan interpersonal
(Ahmad et.al, 2010). Menurut Moharam & Shawky (2012) dan Weitz (dalam Castleberry &
Shepherd, 1993) tenaga penjual yang mampu menciptakan pengaruh yang dapat
8
menumbuhkan kepercayaan dan nilai dari pelanggan dengan keterampilan sosialnya akan
memiliki kinerja penjualan yang lebih baik. Selain faktor-faktor di atas Jawahar (2001)
mengemukakan bahwa self-monitoring dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
Self-Monitoring
Self-monitoring merupakan konsep yang berhubungan dengan konsep pengaturan
kesan (impression management) atau konsep pengaturan diri (Snyder & Gangestad, 1986).
Snyder (1974) yang pertama kali mengajukan konsep self-monitoring, yang menjelaskan
mengenai proses yang dialami dari tiap individu dalam menampilkan impression
management dihadapan orang lain. Menurut Snyder (1974), self-monitoring merupakan suatu
usaha yang dilakukan individu untuk menampilkan dirinya dihadapan orang lain dengan
menggunakan petunjuk-petunjuk yang ada pada dirinya atau petunjuk-petunjuk yang ada di
sekitarnya.
Menurut Baron & Byrne (1994) self-monitoring merupakan kemampuan mengawasi
dan mengendalikan perilaku berdasarkan situasi lingkungan dan reaksi orang lain atau situasi
eksternal (self-monitoring tinggi), atau berdasarkan faktor internal seperti kepercayaan, sikap,
minat dan kepentingan individu (self-monitoring rendah). Synder (1974) mengemukakan dua
jenis self-monitoring, yaitu:
1. High self-monitoring: individu yang memiliki prototipe high self-monitoring biasanya
sangat memperhatikan penyesuaian tingkah laku dengan situasi yang dihadapi.
Akibatnya individu menjadi peka terhadap isyarat-isyarat sosial, dan berusaha
menampilkan perilaku baik secara verbal maupun non-verbal berdasarkan isyarat
tersebut.
9
2. Low self-monitoring: individu dengan low self-monitoring adalah individu yang
melakukan segala kegiatan berdasarkan pada apa yang dirasakan dan dipercayai.
Berdasarkan konsep dan definisi yang telah disampaikan di atas maka self-monitoring
dapat diartikan sebagai kemampuan individu mengatur diri dalam menampilkan kesan atau
perilakunya di hadapan orang lain berdasarkan situasi lingkungan sekitarnya maupun situasi
dari dalam individu tersebut.
Briggs & Cheek (dalam Snyder & Gangestad, 1985; 1986) mengemukakan tiga aspek
untuk mengukur self-monitoring secara individual, sebagai berikut:
1. Expressive self-control, yaitu berhubungan dengan kemampuan untuk secara aktif
mengontrol tingkah lakunya. Individu yang mempunyai self-monitoring tinggi suka
mengontrol tingkah lakunya agar terlihat baik.
2. Social stage presence, yaitu kemampuan untuk bertingkah laku yang sesuai dengan
situasi yang dihadapi, kemampuan untuk mengubah-ubah tingkah laku dan
kemampuan untuk menarik perhatian sosial.
3. Other directed self-present, yaitu kemampuan untuk memainkan peran seperti apa
yang diharapkan oleh orang lain dalam suatu situasi sosial, kemampuan untuk
menyenangkan orang lain dan kemampuan untuk tanggap terhadap situasi yang
dihadapi.
Hubungan antara Self-Monitoring dengan Kinerja pada Tenaga Penjual
Dalam satu perusahaan tenaga penjual merupakan ujung tombak strategi pemasaran
yang merefleksikan perannya sebagai “garis depan” dalam memberikan masukan sebagai
umpan balik terhadap perusahaan. Peranan tenaga penjual sangat dibutuhkan dan akan
10
menentukan kesuksesan sebuah penjualan (Schwepker, Good & Odneal, 2012). Tenaga
penjual juga memainkan peranan penting dalam mempengaruhi pengembangan produk baru
dan mengembangkan strategi pemasaran dengan memberikan ide-ide tentang inovasi produk
yang diperoleh melalui transaksi dengan pelanggan. Oleh sebab itu kinerja pada tenaga
penjual penting untuk ditingkatkan karena hal ini dapat memberikan peran penting dalam
mencapai strategi pemasaran industri dengan mengembangkan strategi dan produk (Saleh &
Kamarudin, 2011).
Kinerja tenaga penjualan diartikan oleh Challagalla & Shervani (1996) sebagai suatu
tingkat dimana tenaga penjualan dapat mencapai target penjualan yang ditetapkan pada
dirinya. Kinerja tenaga penjual adalah bagian yang berfungsi sangat penting dalam
memegang peranan dalam sebuah manajemen penjualan yang dapat memberikan pengaruh
langsung pada hasil penjualan (Johnson & Bharadwaj, 2005). Joko (2006) menemukan jika
semakin tinggi kinerja hasil tenaga penjual maka akan meningkatkan efektifitas penjualan
perusahaan sehingga perusahaan tersebut dapat dikatakan perusahaan yang berhasil dan
efektif dalam pencapaian target nominal yang sudah disepakati bersama. Namun apabila
kinerja tenaga penjual itu buruk atau rendah maka hal tersebut dapat menghambat
pertumbuhan penjualan produk dan profitabilitas sehingga berdampak negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi perusahaan (Ikechukwu F, Okorie, Christopher, & Benson, 2011).
Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja salah satunya adalah selfmonitoring. Jawahar (2001) dan Day, Unckless, Schleicher & Hiller (2002) mengemukakan
bahwa self-monitoring pada individu berperan dalam menentukan kesan apa yang ingin
ditampilkan individu terhadap individu lain, sehingga individu dengan self-monitoring yang
baik (High self-monitoring) akan lebih mudah beradaptasi, lebih mudah menjalin suatu
hubungan yang baik antar individu. Sehingga pada akhirnya self-monitoring dapat
11
mempengaruhi kinerja mereka. Self-monitoring penting bagi individu dalam dunia pekerjaan
untuk membentuk suatu organisasi yang berhasil melalui hasil kerja seperti kinerja,
kemajuan, kemampuan, perilaku kepemimpinan yang muncul dan beberapa sikap yang
berhubungan dengan pekerjaan dalam diri pekerja (Day et.al, 2002).
Menurut Goolsby et.al (1992) self-monitoring pada tenaga penjual sendiri sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja penjualan guna mencapai target. Tenaga penjual
dengan sifat-sifat adaptif seperti self-monitoring lebih sensitif dalam interaksi sosialnya
daripada individu lain yang tidak memilikinya, sehingga dikatakan lebih mampu
menyesuaikan diri secara psikologis. Dengan sensitivitas ini, individu yang memiliki sifatsifat tersebut akan lebih baik dalam menentukan kebutuhan pelanggan dan menyesuaikan
pesan mereka dengan kebutuhan tertentu dari pelanggan sehingga hal ini akan mempengaruhi
kinerja penjualan. Moningka & Widyarini (2005) juga
mengungkapkan bahwa tenaga
penjual yang memiliki self-monitoring tinggi mampu melakukan hubungan interpersonal
yang baik dengan individu lain. Hal ini disebabkan individu ini mampu mengatur perilakunya
sesuai dengan tuntutan lingkungan, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja
individu.
Namun penelitian-penelitian diatas berbanding terbalik dengan penelitian Barrick,
Parks & Mount (2005) yang menemukan bahwa karyawan dengan self-monitoring rendah
tidak selalu memiliki kinerja yang rendah pula apabila karyawan tersebut memiliki stabilitas
emosional yang tinggi, berkepribadian ekstrovert, dan memiliki keterbukaan terhadap
pengalaman. Hal ini disebabkan individu dengan stabilitas emosi yang tinggi dapat
menyesuaikan dirinya dengan baik dan toleran terhadap stres sehingga hal ini dapat
menghasilkan hubungan kerja yang lebih berkualitas dan mampu meningkatkan kinerja. Pada
individu berkepribadian ekstrovert mereka cenderung mudah bergaul, suka berteman dan
12
dapat bekerja dengan orang lain sehingga mampu menyesuaikan lingkungan sosialnya untuk
meningkatkan kinerja. Kemudian keterbukaan terhadap pengalaman pada individu dengan
self-monitoring yang rendah juga tidak selalu memiliki kinerja yang rendah pula, hal ini
disebabkan individu yang memiliki keterbukaan terhadap pengalaman cenderung imajinatif,
penasaran, dan kreatif sehingga hal tersebut bermanfaat dalam meningkatkan kinerja.
METODE
VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah self-monitoring, yaitu kemampuan
individu mengatur diri dalam menampilkan kesan atau perilakunya di hadapan orang lain
berdasarkan situasi lingkungan sekitarnya maupun situasi dari dalam individu tersebut.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja, yang merupakan tingkat dimana
tenaga penjual mampu mencapai target pekerjaannya melalui aktivitas-aktivitas penjualan
(membangun hubungan yang efektif dengan pelanggan dan membuat presentasi penjualan
yang efektif) yang dilakukan.
PARTISIPAN
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga penjual di PT. Bank Permata, Tbk
Semarang yang berjumlah 50 orang tenaga penjual. 50 orang tersebut didapatkan dari tiga
cabang PT.Bank Permata, Tbk Semarang dengan cabang A berjumlah 19 orang, cabang B
berjumlah 15 orang, dan cabang C berjumlah 16 orang. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh, sehingga sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh tenaga penjual bank Permata Semarang yang berjumlah 50 orang.
13
INSTRUMEN PENELITIAN
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode angket (kuisioner) yang
diberikan langsung kepada partisipan. Kuisioner tersebut terdiri dari dua skala, yaitu skala
kinerja tenaga penjual (sales) dan skala self-monitoring. Alat ukur tersebut sudah memenuhi
standar namun aitem-aitem dalam alat ukur tersebut perlu untuk diteliti kembali.
Skala Kinerja Tenaga Penjual
Skala kinerja dalam penelitian ini menggunakan skala kinerja sales yang
dikembangkan oleh Behrman dan Perreault (1982). Skala ini terdiri 31 aitem yang
dikelompokan dalam lima aspek yaitu Achieving Sales Objectives dengan 7 aitem misalnya,
“Saya dapat menghasilkan pangsa pasar yang tinggi untuk perusahaan”. Controlling
Expenses dengan 7 aitem misalnya, “Saya melakukan pekerjaan menggunakan biaya yang
ditentukan perusahaan”. Sales Presentation dengan 6 aitem misalnya, “Saya mampu
memberikan solusi atas pertanyaan atau keberatan nasabah”. Providing Information dengan 5
aitem misalnya, “Saya menyerahkan laporan yang diperlukan tepat waktu”. Using Technical
Knowledge dengan 6 aitem misalnya, “Saya mengetahui desain dan spesifikasi produk
perusahaan”. Model skala ini adalah skala Linkert dan memiliki empat alternatif pilihan yang
meliputi pilihan jawaban Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak
Sesuai (STS). Sistem penilaian jawaban Sangat Sesuai (SS)= 4, Sesuai (S)= 3, Tidak Sesuai
(TS)= 2, dan Sangat Tidak Sesuai (STS)= 1.
Skala Self-Monitoring
Skala self-monitoring yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh
Snyder & Gangestad (1986) yang bertujuan untuk mengungkapkan kemapuan individu dalam
mengatur diri dan penampilan guna menyesuaikan diri pada berbagai situasi. Skala ini terdiri
dari 18 aitem, yang dikelompokkan ke dalam tiga aspek, yaitu sosial stage presence dengan 5
14
aitem misalnya “Dalam suatu kelompok, saya jarang menjadi pusat perhatian”. Other
directed self-present dengan 6 aitem misalnya, “Saya dapat berpura-pura bersikap ramah
dengan seseorang meskipun sebenarnya saya tidak menyukainya”. Expressive self-control 7
aitem. Misalnya “Saya selalu dapat bersandiwara dengan baik di hadapan orang lain”. Model
skala ini adalah skala Guttman dengan dua alternatif pilihan Benar (B) atau Salah (S) dengan
sistem penilaian Benar (B)= 1 dan Salah (S)= 0.
RELIABILITAS ITEM
Kinerja
Berdasarkan seleksi item pada skala kinerja didapat 31 item yang digunakan dalam
pengolahan data, skala ini memiliki reliabilitas 0,928.
Self-Monitoring
Berdasarkan seleksi item pada skala self-monitoring didapat 7 item yang gugur dan
menyisakan 11 item yang digunakan dalam pengolahan data. Dari hasil seleksi item skala ini
memiliki reliabilitas 0,778.
HASIL DAN PEMBAHASAN
UJI ASUMSI
Penelitian ini merupakan studi korelasional dimana untuk mengetahui ada atau
tidaknya hubungan antara self-monitoring dengan kinerja pada tenaga penjual. Namun untuk
melakukan uji korelasi, peneliti harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu.
Uji Normalitas
Uji normalitas ini menggunakan uji Kolmogorov–Smirnov yang menunjukan skala
kinerja (K-S-Z = 1,110, p = 0,170) dan skala self-monitoring (K-S-Z = 1,338, p = 0,056).
15
Hasil ini menunjukan data-data yang didapatkan berdistribusi normal karena memiliki nilai
signifikansi lebih besar dari 0, 05 (p > 0,05).
Uji Linearitas
Tabel 1. ANOVA Table
Sum of
Squares
Kinerja * Between
SM
Groups
df
Mean Square
F
(Combined)
4870.944
10
487.094 13.902 .000
Linearity
4039.682
1
4039.682 115.298 .000
831.262
9
92.362
Within Groups
1366.436
39
35.037
Total
6237.380
49
Deviation from Linearity
H
Sig.
2.636 .017
asil
uji
line
arit
as dalam pengolahan data ini menunjukan adanya hubungan yang linear antara variabel selfmonitoring dengan variabel kinerja pada tenaga penjual, karena nilai F-Linearity berada pada
rentang signifikan (F = 115,298; p < 0,05) meskipun nilai F-Deviation from Linearity berada
pada rentang tidak signifikan dengan nilai F = 2,636; p = 0,017 (p < 0,05).
DATA DEKSRIPTIF
Tabel 2. Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Self Monitoring
50
1
11
7.60
2.836
Kinerja
50
78
119
101.18
11.282
Valid N (listwise)
50
Tabel 2 merupakan data analisis statistik deskriptif dari skala kinerja dan selfmonitoring terhadap skor partisipan. Rata-rata skor self-monitoring yang didapat adalah
sebesar 7,6 (SD = 2,836) dan rata-rata skor kinerja yang diperoleh adalah sebesar 101,18 (SD
= 11,282). Peneliti kemudian membagi skor dari kedua skala masing-masing menjadi 5
kategori dimulai dari “sangat rendah” sampai dengan “sangat tinggi”. Pengkategorian dalam
penelitian ini menggunakan rumus kategorisasi jenjang berdasar model distribusi normal
(Azwar, 2012) :
µ ˃ +1,5σ
= Sangat Tinggi
16
+0,5σ < µ ≤ +1,5σ
= Tinggi
-0,5σ < µ ≤ +0,5σ
= Sedang
-1,5σ < µ ≤ -0,5σ
= Rendah
µ ≤ -1,5σ
= Sangat Rendah
Pada skala kinerja terdiri atas 31 aitem dengan 4 pilihan jawaban (SS)= 4, (S)= 3,
(TS)= 2, dan (STS)= 1 dengan satuan deviasi standarnya σ = 15,5 dan mean teoritiknya µ =
77,5.
Tabel.3 Kriteria Skor Kinerja
No
Interval
Kategori
Frekuensi
Presentase (%)
1
X > 100,75
Sangat Tinggi
27
54 %
2
3
4
5
85, 25 < X ≤ 100,75
69,75 < X ≤ 85,25
54,25 > X ≤ 69,75
X ≤ 54,25
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
18
5
0
0
36 %
10 %
0%
0%
Berdasarkan data di atas, hasil ini menunjukan bahwa secara umum tingkat kinerja
tenaga penjual berada pada kategori tinggi sampai sangat tinggi. Sedangkan untuk hasil
kategorisasi skor self-monitoring, pada skala ini terdiri atas 18 aitem yang kemudian hanya
menyisakan 11 aitem setelah melalui uji reliabilitas. 11 aitem ini terdiri atas 7 aitem
unfavorable dan 4 aitem favorable dengan 2 pilihan jawaban (B) = 1 dan (S) = 0 dengan
satuan deviasi standarnya σ = 1,83 dan mean teoritiknya µ = 5,5.
Tabel.4 Kriteria Skor Self-Monitoring
No
Interval
Kategori
Frekuensi
Presentase (%)
1
X > 8,24
Sangat Tinggi
25
50 %
2
6,41 < X ≤ 8,24
Tinggi
6
12 %
3
4,58 < X ≤ 6,41
Sedang
11
22 %
4
2,75 < X ≤ 4,58
Rendah
6
12 %
5
X ≤ 2,75
Sangat Rendah
2
4%
Hasil kategorisasi skor self-monitoring pada tebel 5 menunjukan bahwa secara umum
tingkat self-monitoring pada tenaga penjual berada pada kategori sangat tinggi dan sedang.
17
UJI KORELASI
Setelah diketahui bahwa data yang diperoleh berdistribusi normal dan variabelvariabel linear maka uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji korelasi
Pearson product moment correlation dengan bantuan SPSS 16.0.
Tabel.5 Correlations
Self Monitoring
Self Monitoring
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
.805**
.000
N
Kinerja
Kinerja
50
50
**
1
.805
Sig. (2-tailed)
.000
N
50
50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil uji korelasi dalam penelitian ini didapatkan nilai r = 0,805; p = 0,000 (p <
0,01), hal ini menunjukan adanya hubungan positif yang signifikan antara self-monitoring
dengan kinerja. Dilihat dari segi kekuatannya, korelasi antara self-monitoring dengan kinerja
berada pada kisaran 0,80 ≤ r ≤ 1,0 sehingga dapat dikatakan memiliki korelasi yang sangat
kuat (Sugiyono, 2007). Sementara nilai positif mengindikasikan pola hubungan antara selfmonitoring dengan kinerja adalah searah (semakin tinggi self-monitoring maka semakin
tinggi pula kinerja). Perolehan p = 0,000 (p < 0,01) juga menandakan bahwa hubungan yang
terjadi adalah signifikan. Dapat dilihat dari hasil uji korelasi bahwa terdapat korelasi positif
yang signifikan antara self-monitoring dengan kinerja tenaga penjual sehingga hipotesis
dalam penelitian ini diterima.
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis statistik yang diperoleh, diketahui bahwa terdapat hubungan
positif yang signifikan antara self-monitoring dengan kinerja pada tenaga penjual (r = 0,805;
18
p < 0,05). Hasil penelitian ini memberikan bukti bahwa individu yang memiliki selfmonitoring tinggi juga mempunyai kinerja yang tinggi pula. Hasil hubungan yang positif dan
signifikan pada variabel self-monitoring dan variabel kinerja serta kontribusi variabel selfmonitoring yang tinggi ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan.
Pertama, ada kemungkinan bahwa self-monitoring dianggap sebagai atribut
kepribadian yang penting bagi tenaga penjual (sales) saat melakukan serangkaian aktifitas
penjualan sehingga kinerja mereka menjadi tinggi. Pernyataan ini didukung oleh Day,
Unckless, Schleicher & Hiller (2002) yang mengemukakan bahwa self-monitoring dalam
dunia pekerjaan berkaitan signifikan terhadap hasil kerja seperti kinerja, kemajuan,
kemampuan, dan perilaku kepemimpinan. Karyawan yang menggunakan self-monitoring-nya
dengan baik akan lebih memiliki nilai kinerja tinggi dan akan lebih dipromosikan
dibandingkan yang tidak menggunakan self-monitoring dalam pekerjaannya.
Kedua, self-monitoring sudah berjalan secara otomatis pada diri tenaga penjual (sales)
dalam melayani nasabah. Sebagian besar tenaga penjual menganggap bahwa dengan selfminitoring yang ada pada dirinya mereka dapat memberikan pelayanan yang lebih baik
kepada nasabah, sehingga kineja lebih dapat terpenuhi. Pernyataan tersebut didukung oleh
Brehm & Kassin (1993) yang menyatakan bahwa adanya upaya untuk menunjukkan kinerja
yang positif di depan orang lain merupakan salah satu ciri yang dimiliki oleh seorang
karyawan dengan self-monitoring tinggi. Hal ini juga dibuktikan oleh Jawahar (2001) dan
Moningka & Widyarini (2005) yang mengemukakan bahwa tenaga penjual dengan selfmonitoring tinggi lebih mampu menyesuaikan dirinya di lingkungan sehingga mampu
menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan nasabah sehingga tenaga penjual akan
lebih mampu melakukan presentasi penjualan.
19
Penelitian ini memberikan bukti bahwa self-monitoring mempunyai peranan yang
cukup penting terhadap peningkatan kinerja tenaga penjual (sales) bank Permata.
Berdasarkan hasil korelasi aspek-aspek self-monitoring dan kinerja maka aspek selfmonitoring memberikan kontribusi yang efektif sebesar 61,1%. Aspek social stage presence
dan other directed self-presence memberikan kontribusi paling besar pada aspek kinerja
sebesar masing-masing 22,2%.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Goolsby,
Rosemary & Michael (1992) menyatakan bahwa sifat-sifat adaptif seperti self-monitoring
berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja. Individu yang memiliki sifat-sifat adaptif
tersebut lebih sensitif dalam interaksi sosial daripada individu lain yang tidak memilikinya,
sehingga dikatakan lebih mampu menyesuaikan diri secara psikologis sehingga hal ini akan
mempengaruhi kinerja penjualan.
Sementara itu, hasil penelitian ini juga menguatkan penelitian Moningka & Widyarini
(2005) yang mengatakan bahwa self-monitoring berpengaruh positif terhadap kinerja
meskipun pengaruh tersebut dimoderati oleh variabel hubungan interpersonal. Tenaga penjual
yang memiliki self-monitoring tinggi mampu mengatur perilakunya sesuai dengan tuntutan
lingkungan sehingga akan mampu melakukan hubungan interpersonal yang baik dengan
individu lain yang kemudian dapat mempengaruhi kinerja individu. Penelitian lainnya yang
juga sejalan dengan penelitian ini yaitu Harmon, Hammond, Conrad, & Webster (2007) yang
mengemukakan bahwa manajer penjualan dengan kecenderungan self-monitoring yang tinggi
mempunyai kinerja yang tinggi pula. Dengan self-monitoring yang tinggi ditemukan bahwa
manajer penjualan mampu mempresentasikan dirinya dengan baik kepada pelanggan,
sehingga dapat lebih peka terhadap respon pelanggan dan dapat memenuhi apa yang
diinginkan oleh pelanggan.
20
Penelitian-penelitian
sebelumnya
telah
menjelaskan
variabel
self-monitoring
berpengaruh terhadap kinerja. Namun dalam penelitian ini ditemukan juga bahwa terdapat
partisipan yang memiliki kategori skor self-monitoring sangat rendah sampai sedang dengan
kinerja dalam kategori skor tinggi sebesar 22%. Peneliti kemudian melihat dari data
demografi partisipan ditemukan bahwa partisipan yang memiliki skor self-monitoring sangat
rendah sampai sedang dengan skor kinerja tinggi adalah partisipan yang kebanyakan
memiliki masa kerja 1 - 3 tahun. Selain itu partisipan tersebut memiliki rata-rata gaji per
bulan sebesar ≤ 2 juta (2 orang), 2 – 3,5 juta (8 orang), dan ≥ 5 juta (1 orang dengan kategori
self-monitoring sangat rendah). Dapat dilihat bahwa lebih dari 50% partisipan dengan selfmonitoring rendah sampai sedang yang memiliki kinerja tinggi adalah partisipan dengan ratarata gaji per bulan 2 – 3,5 juta dan 1 orang dengan rata-rata gaji per bulan ≥ 5 juta berada
pada kategori sangat rendah namun memiliki kinerja tinggi. Hal ini menunjukan bahwa
kompensasi finansial (gaji) mempengaruhi kesetiaan karyawan pada organisasi, kemauan
bekerja keras dan kebanggaan karyawan pada organisasi sehingga dapat mempengaruhi
kinerja karyawan (Djati & Khusaini, 2003).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
Terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-monitoring dengan kinerja pada
tenaga penjual PT.Bank Permata, Tbk Semarang. Ini artinya bahwa tenaga penjual
(sales) yang memiliki self-monitoring tinggi cenderung memiliki kinerja yang tinggi
pula dan self-monitoring cukup berperan dalam peningkatan kinerja tenaga penjual
(sales).
21
KETERBATASAN DAN KELEBIHAN PENELITIAN
Kekurangan penelitian ini adalah peneliti mengangkat tema penelitian lebih
berdasarkan asumsi dan fenomena berdasarkan sudut pandang karyawan saja, sehingga dalam
penilaian kinerja peneliti menggunakan penilaian subjektif yang kemungkinan bias lebih
besar.
Dalam penelitian ini juga hanya melibatkan 50 partisipan sehingga kekuatan
generalisasi menjadi terbatas. Menurut peneliti hasil penelitian dengan menggunakan variabel
self-monitoring dengan kinerja dirasa cukup baik dan bermanfaat bagi perusahaan, sehingga
melalui penelitian ini perusahaan dapat lebih mengembangkan self-monitoring yang ada
dalam diri tenaga penjual (sales) untuk peningkatan kinerja karyawan yang akan berpengaruh
pada efektivitas perusahaan.
IMPLIKASI
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti mengajukan saran kepada beberapa pihak,
sebagai berikut :
1. Tenaga Penjual (sales)
a. Tenaga penjual diharapkan untuk menggunakan self-monitoring yang ada
dalam dirinya sebaik mungkin saat melakukan kegiatan penjualan agar dapat
berinteraksi secara baik dengan nasabah dengan latihan-latihan yang
meningkatkan self-monitoring. Tenaga penjual diharapkan untuk dapat
mengontrol emosi serta perilakunya dihadapan nasabah, lebih bersikap ramah,
menyenangkan, dan menarik perhatian para nasabah agar dapat memuaskan
kebutuhan nasabah sehingga dapat meningkatkan kinerja tenaga pejual itu
sendiri.
22
b. Setiap tenaga penjual (sales) diharapkan dapat memanfaatkan waktu dan
kesempatan
dalam
mengikuti
pertemuan/latihan/simulasi
untuk
dapat
meningkatkan self-monitoring mereka. Misalnya, melakukan latihan atau
simulasi dengan rekan kantor ataupun mentor dalam mempresentasikan
produk dari bank Permata.
2. Perusahaan (Bank Permata)
a. Perusahaan diharapkan untuk memberikan training serta simulasi yang dapat
mengembangkan self-monitoring kepada tenaga penjual yang baru agar dalam
menjalankan pekerjaannya tenaga penjual tersebut mampu berinteraksi baik
dengan nasabah dengan baik.
b. Perusahaan diharapkan untuk dapat menyediakan fasilitas berupa ruang
pertemuan untuk memberikan pelatihan berupa simulasi kegiatan menjual agar
para sales dapat berlatih dalam menghadapi nasabah dan mengembangkan
self-monitoring mereka secara baik.
3. Peneliti selanjutnya
a. Agar dapat meningkatkan kualitas penelitian selanjutnya diharapkan untuk
peneliti selanjutnya untuk mencari iklim organisasi berbeda dari penelitian
sebelumnya dan menambahkan jumlah subjek.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan menambahkan data deskriptif berupa divisi
untuk bagian marketing agar hasil yang diperoleh lebih dapat dideskripsikan.
c. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan juga untuk menggunakan penilaian
objektif yang dilakukan oleh atasan untuk mengukur kinerja agar hasil kinerja
23
yang diukur sesuai dengan tujuan organisasi dan bukan berdasarkan asumsi
karyawan sendiri.
d. Diharapkan peneliti untuk memperluas kasanah penelitian yang sudah ada
misalnya dengan mengaitkan penelitian yang sudah ada dengan menambah
variabel lain sesuai dengan fenomena yang berkembang.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S.Z., Sah, B.M & Kitchen P, J. (2010). The Relationship between Sales Skills and
Salesperson Performance, and the Impact of Organizational Commitment as a
Moderator: An Empirical Study in Malaysian Telecomunications Company. Journal
of Economics and Management, 4, 181-211.
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baldauf, A., W, David., Cravens & Piercy, N.F. (2001). Examining Business Strategy, Sales
Management, and Salesperson Antecedents of Sales Organization Effectiveness.
Journal of Personal Selling and Sales Management, 21, 109-122.
Baron, R.A & Byrne, D. (1994). Social Psychology: Understanding Human Interaction.
Boston: Allyn and Bacon Inc.
Barrick, M.R., Parks, L., & Mount, M.K. (2005). Self-Monitoring as A Moderator of The
Relationship Between Personality Traits And Performance. Personnel Psychology,
58, 745-767.
Behrman, D.N & Perreault, W.D. (1982). Measuring the Performance of Industrial
Salespersons. Journsal of Business Research, 10, 335-370.
Brehm, S.S., & Kassin, S.M. (1993). Social Psychology (Ed.2). New Jersey : HoughtonMifflin Company.
Castleberry, S.B & Shepherd, C.D. (1993). Effective Interpersonal Listening and Personal
Selling. Journal of Personal Selling & Sales Management, 13, 35-49.
Challagalla, G.N & Shervani, T.A. (1996). Dimension and Types of Supervisory Control:
Effects on Salesperson Performance and Satisfication. Journal Marketing, 60, 89-105.
Day, D.D., Unckless, A.L., Schleicher, D.J & Hiller, N.J. (2002). Self-Monitoring Personality
at Work: A Meta-Analytic Investigation of Construct Validity. Journal of Applied
Psychology, 87, 390-40.
Djati, P.S & Khusaini, M. (2003). Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi, Komitmen
Organisasi, Dan Prestasi Kerja. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, 5, 25-41.
Faustino C.G. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset.
Goolsby, J.R., Rosemary RL & Michael L.B. (1992). Psychological Adaptiveness and Sales
Performance. Journal of Personal Selling and Sales Management, 7, 51-66.
Harmon, H.A., Hammond, K.L., Conrad, CA & Webster, R.L. (2007). Are Sales Managers
Predisposed To Self-Monitoring. Academy of Marketing Studies Journal, 11, 31-51.
Ikechukwu F,A., Okorie, A.H., Christopher, A & Benson, O. (2011). Salesforce Competence
Development and Marketing Performance of Industrial and Domestic Products Firms
in Nigeria. Far East Journal of Psychology and Business, 2, 43-59.
Jawahar, I.M. (2001). Attitudes, Self Monitoring, and Appraisal Behavior. Journal of Applied
Psychology, 86, 875-883.
Joko, S.K. (2006). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Hasil Tenaga
Penjualan Dan Hubungannya Terhadap Efektivitas Penjualan Perusahaan (Studi
25
Kasus Pada BPR Di Eks.Karesidenan Semarang). Jurnal Studi Manajemen &
Organisasi, 3, 64-78.
Johnson, D.S & Bharadwaj, S. (2005). Digization of Selling Activity and Sales Force
Performance: An Empirical Investigation. Journal of the Academy of marketing
Science, 33, 3-18.
Malik, M.E. (2011). Organizational Effectiveness: A Case Study of Telecommunication and
Banking Sector of Pakistan. Far East Journal of Psychology and Business, 2, 37-48.
Moharam, M. O & Shawky, A.Y. (2012). Measuring The Effects of Personalized Integrated
Marketing Communication Tools on the Consumers’’ Intention to Purchase Credit
Cards in the Private Banking Sector in Egypt. American Academic & Scholarly
Research Journal Special Issue, 4.
Moningka, C & Widyarini, M.M. (2005). Pengaruh Hubungan Interpersonal, Self Monitoring,
Dan Minat Terhadap Performasi Kerja Pada Karyawan bagian Penjualan. Prosiding
Seminar Nasional PESAT. 23-24 Agustus. Jakarta. Auditorium Universitas
Gunadarma: P146-P158.
Preko, A & Adjetey, J. (2013). A Study on the Concept of Employee Loyalty and
Engagement on the Performance of Sales Executives of Commercial Banks in
GHANA. International Journal of Business Research and Management (IJBRM), 4,
51-62.
Saleh, F & Kamarudin, A.R. (2011). The Effects of Personality Factors on Sales Performance
of Takaful (Islamic Insurance) Agents in Malaysia. International Journal of Business
and Social Science, 2, 259-265.
Singh, J., Verbeke, W & Rhoads, G.K. (1996). Do Organizational Practices Matter in Role
Stress Processes? A Study of Direct and Moderating Effects for Marketing-Oriented
Boundary Spanners. Journal of Marketing, 60, 69-86.
Snyder, M. (1974). Self-Monitoring of Expressive Behavior. Journal of Personality and
Social Psychology, 30, 526-537.
Snyder, M & Gangestad, S. (1986). On the Nature of Self-Monitoring: Matters of Assessment
Matters of Validity. Journal of Personality and Social Psychology, 51, 125-139.
_______________________. (1985). To Carve Nature at Its Joints: On the Existence of
Discrete Classes in Personality. Journal of Personality and Social Psychology, 92,
317-349.
Sudarmanto. (2009). Kinerja Dan Pengembangan Kompetensi SDM: Teori, Dimensi
Pengukuran, Dan Implementasi Dalam Organisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
Schwepker, C.H., Good, D.J., & Odneal, L.B. (2012). Improving Customer Relationships and
Sales Performance Through Moral Judgment. Keller Center Research Report Baylor
University, 1, 1-7.
26
27
Download