BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masyarakat mempunyai komunitas-komunitas sosial maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan. Komunitas-komunitas ini biasanya mengadakan
hubungan kerjasama yaitu melalui suatu proses sosial. Unsur pokok dari stuktur
sosial adalah interaksi sosial. Interaksi sosial meliputi hubungan antara manusia
dengan manusia (individu dengan individu), individu dengan komunitas dan antar
komunitas, yang mana dalam hubungan tersebut terdapat hubungan saling
mempengaruhi secara timbal balik (Anoraga dan Widiyanti, 1993:111).
Interaksi mengandung arti bahwa orang dengan mengadakan reaksi dan
aksi ikut memberikan bentuk pada dunia luar (keluarga, teman, tetangga, kelas
sosial, komunitas kerja, bangsa). Sebaliknya individu itu sendiri juga
mendapatkan pengaruh dari lingkungan dan kadang-kadang pengaruh itu begitu
kuat hingga membahayakan pribadinya (Monks, dkk, 2001:256).
Interaksi sosial terbentuk melalui dua syarat yaitu adanya kontak sosial
dan komunikasi (Soerjono Sukanto, 2003:12). Pertama, kontak sosial, dalam hal
ini adanya kontak langsung maupun tidak langsung. Kontak sosial terjadi antara
orang perorangan, antara orang perorangan dengan komunitas dan antara
komunitas dengan komunitas. Kedua, komunikasi yaitu bahwa seseorang yang
memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak
badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang
1
tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan
yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan
komunitas dapat diketahui olek komunitas lain atau orang lain. Hal ini kemudain
merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.
Sedangkan proses dari interaksi sosial yaitu terdiri atas proses asosiatif dan
diasosiatif. Proses asosiatif terdiri atas kerjasama, akomodasi dan asimilasi.
Sedangkan proses disasosiatif atau sering disebut sebagai oppositional processes,
persis halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat,
walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan system social
masyarakat bersangkutan.
Jika memperhatikan uraian di atas, bahwa kontak sosial yang terjadi di
dalam masyarakat yaitu melibatkan orang perorangan, orang perorangan dengan
komunitas dan komunitas dengan komunitas lainnya. Di dalam masyarakat ada
banyak komunitas yang beraneka ragam jenis dan bentuknya. Salah satu
komunitas di dalam masyarakat adalah komunitas yang terbentuk karena
kesamaan hobi. Orang dengan hobi yang sama memiliki tingkat interest yang
tinggi untuk melakukan hal-hal secara bersama-sama.
Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain
lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi
yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest
atau values (Kertajaya Hermawan, 2008:21). Proses pembentukannya bersifat
horisontal karena dilakukan oleh individu-individu yang kedudukannya setara.
Komunitas adalah sebuah identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan
2
berbagai dimensi kebutuhan fungsional (Soenarno, 2002:25). Kekuatan pengikat
suatu komunitas, terutama, adalah kepentingan bersama dalam memenuhi
kebutuhan kehidupan sosialnya yang biasanya, didasarkan atas kesamaan latar
belakang budaya, ideologi, sosial-ekonomi.
Salah satu komunitas yang terbentuk karena kesamaan hobi adalah
komunitas fotografi yang terwadahi dengan Kelas Pagi Yogyakarta. Kelas Pagi
adalah sebuah komunitas fotografi yang dibentuk dan dikembangkan oleh Anton
Ismael pada awal 2006 di Jakarta. Nama Kelas Pagi sendiri diambil dari kebiasaan
interaksi yang terbangun di antara mereka yaitu Pkl 06.00–10.00 WIB. Waktu
tersebut digunakan untuk mensiasati agar tidak mengganggu kegiatan anggota
dalam melaksanakan aktifitas harian lainnya seperti, kuliah, bekerja, dan lain-lain.
Komunitas fotografi Kelas Pagi adalah satu komunitas yang bertujuan untuk
membantu mengembangkan kemampuan anggotanya dalam bidang fotografi.
Sedangkan untuk Kelas Pagi Yogyakarta (KPY) merupakan cabang dari
Kelas Pagi Jakarta. Kedudukan Yogyakarta sebagai kota budaya menjadi
pertimbangan tersendiri oleh Anton Ismael dan Nana Je dalam mendirikan cabang
dari Kelas Pagi tersebut. Selain itu, Yogyakarta diyakini memiliki prospek untuk
tumbuh dan berkembangnya komunitas-komunitas seni, salah satunya yaitu seni
fotografi. Kreatifitas yang tinggi di Jogja menjadi pertimbangan tersendiri dalam
menindaklanjuti sekolah Kelas Pagi tersebut.
Kelas Pagi Yogyakarta (KPY) memiliki sedikit perbedaan dengan Kelas
Pagi yang diadakan di Jakarta yaitu menyangkut waktu pertemuan-pertemuannya.
Di Yogyakarta, Kelas Pagi tidak hanya dilaksanakan pada pagi hari, akan tetapi
3
juga pada sore hari. Hal tersebut untuk menyesuaikan dengan sebagian besar
jadwal aktifitas anggotanya.
Pelaksanaan Kelas Pagi Yogyakarta untuk dasar (basic), pada umumnya
dijadwalkan pada hari Selasa dan Jumat, sedangkan untuk kelas Intermediate
umumnya dilaksanakan 1 minggu sekali atau menyesuaikan dengan jadwal
mentor. Kelas Pagi Yogyakarta tidak hanya melaksanakan pemberian materi
informal di dalam kelas, namun juga praktek di luar kelas dengan memberikan
tugas-tugas pekerjaan rumah baik untuk dikerjakan secara individu maupun secara
komunitas.
Interaksi antara anggota berlangsung dalam keadaan formal dan non
formal. Namun ada kecenderungan interaksi yang terbangun antara angota dengan
anggota lainnya serta dengan pengurus lebih intens terjadi pada keadaan non
formal. Hal ini disebabkan karena Kelas Pagi lebih banyak mengarahkan
kegiatannya pada praktek-praktek di luar jam formal.
Interaksi antara anggota Kelas Pagi Yogyakarta serta dengan pengurus
terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung atau bermedia dalam hal ini
adalah social media. Social media adalah sebuah media online dimana para
penggunanya
dapat
dengan
mudah
berpartisipasi,
berbagi
informasi,
berkomunikasi dan aktifitas lainnya. Penggunaan social media sebagai media
interaksi di antara para anggotanya jelas sangat membantu kelancaran
komunikasi.
4
Dengan menggunakan media internet online tersebut, komunikasi lebih
interaktif, sifat komunikasi tidak lagi selalu synchronorous tetapi dapat pula
bersifat asynchronorous, jarak ruang, waktu antara pengirim dan penerima pesan
menjadi keniscayan untuk semakin tipis, serta konteks komunikasi berlangsung
dalam dunia maya (virtual). Internet telah membentuk sebuah dunia tersendiri
seperti layaknya bumi di tempat manusia berada. Dalam dunia maya ini, melalui
beraneka ragam peralatan teknologi informasi dan komunikasi, para individu
maupun kelompok-kelompok masyarakat saling berinteraksi, bertukar pikiran,
dan berkolaborasi untuk melakukan sejumlah aktivitas kehidupan (Sosiawan,
2009:12)
Kemajuan internet ini melahirkan sebuah komunitas jaringan. Masyarakat
jaringan yaitu yaitu sebuah masyarakat di mana fungsi dan proses dominan ditata
sekitar jaringan -bisa internet, intranet, organisasi, negara, hingga jaringan
pergaulan. Pada masyarakat jaringan, logika jaringan menentukan dan
memodifikasi morfologi sosial, proses produksi, kekuasaan, budaya dan
pengalaman keseharian (Manuel Castell, 2001:34).
Pemanfaatan internet sebagai media komunikasi antara anggota yaitu
dilakukan melalui kelaspagiyogyakarta.blogspot.com, alamat facebook (group)
yaitu di Kelas Pagi Yogyakarta, twiter di alamat @kelaspagiyogya. Pemanfaatan
media sosial ini dilatari oleh kecenderungan dari para anggotanya dalam menjalin
interaksi, mayoritas siswa KPY aktif menggunakan media sosial dalam menjalin
interaksi sesama siswa. Melihat kondisi tersebut, pengurus Kelas Pagi Yogyakarta
5
berinisiatif untuk menunjang kelancaran kegiatan belajar dengan menggunakan
media sosial.
Jika dilihat dari pemanfaatannya, media sosial seperti blog, facebook, dan
twitter dari KPY lebih banyak berisi informasi seputar aktifitas KPY. Secara
detail, blog KPY dimanfaatkan untuk publikasi-publikasi kegiatan-kegiatan
seperti workshop, pameran, dan untuk tempat sponsorship. Sedangkan facebook
dimanfaatkan untuk menginformasikan jadwal, info pameran, dan share link
fotografi. Twiter digunakan sebagai media informasi jadwal, info pameran dan
Tanya jawab tentang fotografi, serta share link pameran-pameran.
Mengingat heterogenitas peserta Kelas Pagi Yogyakarta, maka kebutuhan
terhadap penggunaan media tersebut di atas sangatlah mutlak, sehingga perlu
ditinjau tentang kemanfaatannya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
penelitian adalah: Bagaimana peran media sosial (blog, facebook, dan twiter)
dalam menunjang kegiatan komunitas fotografi Kelas Pagi Yogyakarta?
6
1.3. Batasan Penelitian
Agar pembahasan tidak meluas, penulis membuat beberapa pembatasan
penelitian sebagai berikut:
1. Penelitian dilakukan di komunitas fotografi Kelas Pagi Yogyakarta.
2. Pemanfaatan media sosial blog, facebook, dan twiter
1.4. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain adalah untuk mengetahui peran media
sosial blog, facebook, twiter dalam menunjang kegiatan komunitas fotografi Kelas
Pagi Yogyakarta.
1.5. Landasan Teori
1.5.1. Komunitas
Istilah komunitas mengalami perkembangan pesat sejak abad ke-14 yang
pada awalnya digunakan untuk menuntuk pada suatu kelompok orang yang berada
pada status rendah, orang biasa, dalam hubungannya dengan kelompok atas.
Variasi penggunaan tampak pada saat istilah yang sama digunakan untuk
menjelaskan suatu unit kecil dari suatu sistem yang terorganisir, seperti negara
ada skala kecil. Pada abad ke-16, komunitas telah mengandung makna
”kesamaan” dalam identitas atau ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh sekelompok
7
orang. Kelompok yang memiliki minat yang sama, misalnya, disebut sebagai
komunitas seperti ditunjukkan dengan istilah community of interests.
Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain
lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi
yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest
atau values (Kertajaya Hermawan, 2008:21). Proses pembentukannya bersifat
horisontal karena dilakukan oleh individu-individu yang kedudukannya setara.
Komunitas adalah sebuah identifikasi dan interaksi sosial yang dibangun dengan
berbagai dimensi kebutuhan fungsional (Soenarno, 2002:31).
Kekuatan pengikat suatu komunitas, terutama, adalah kepentingan
bersama dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sosialnya yang biasanya,
didasarkan atas kesamaan latar belakang budaya, ideologi, sosial-ekonomi.
Disamping itu secara fisik suatu komunitas biasanya diikat oleh batas lokasi atau
wilayah geografis. Masing-masing komunitas, karenanya akan memiliki cara dan
mekanisme yang berbeda dalam menanggapi dan menyikapi keterbatasan yang
dihadapainya serta mengembangkan kemampuan kelompoknya.
Istilah komunitas telah digunakan sejak abad ke-18. Istilah ini telah
digunakan untuk menunjuk suatu unit tempat tinggal seperti distrik yang
merupakan bagian dari suatu sistem administrasi (Williams, 1988:87). Pada abad
ke-19 pembedaan komunitas (community) dari masyarakat (society) semakin jelas
untuk membedakan suatu lingkungan tidak hanya berdasarkan keluasan unit tetapi
juga pada tingkat keformalan suatu unit itu di mana komunitas dianggap sebagai
sistem sosial yang relatif kurang formal dibanding masyarakat (Irwan Abdullah,
8
2009:54). Menurut Masduki (2003:23), komunitas terbentuk oleh dua hal,
pertama kesamaan lokasi atau status sosial individu-individu, kedua, kesadaran
kolektif untuk mencapai tujuan tertentu.
1.5.2. Pekerjaan Virtual
Pekerja internet bersama-sama merakit beragam teknologi dan jaringan
komunikasi yang dilembagakan dan memunginkan lingkungan virtual berfungsi
sebagai simulasi dan media atau ruang bagi komunikasi dan agar data dapat saling
bertukar (Downey, 2001).
Teknologi informasi dan penciptaan virtualitas digital pertama-tama dapat
digunakan untuk menggantikan teknologi tua dalam cara bekerja, tetapi implikasi
yang lebih penting berada dalam campuran keahlian dan perusahaan yang
melewati jarak dan waktu (Jackson dan Van Der Wielen, 1999)
Perbedaan yang dihadapi pekerja dengan virtualisasi pekerjaan yang
berkelanjutan, reorganisasi tempat materi, dan konteks pekerjaan mereka.
Fokusnya adalah dampak virtualitas digital, seperti tempat bekerja online bersama
dengan kemampuan obrolan (chatting) dan pendataan, ruang pertemuan virtual,
serta bangkitnya teleworking dari rumah dan lebih jelas lagi dari kendaraan,
kantor satelit, dan ruangan hotel. Para pekerja virtual juga terpisahkan oleh
kekuatan dan status, penghargaan, dan beragam kompetensi.
Tempat bekerja menjadi ‘tervirtualisasi’ karena keduanya tidak kentara
dan langsung (Grover dan Kettinger, 1997). Pertukaran yang sesekali dapat terjadi
9
secara tatap muka atau antar dinding organisasi dapat terjadi sekarang secara
elektronik melalui surat elektronik, obrolan (chat), atau video berbasiskan web.
Menurut Jackson, kebutuhan bagi organisasi untuk mengembangkan
inovasi dan pembelajaran akan membutuhkan system manajemen pengetahuan
baru dengan memanfaatkan dukungan teknologi informasi yang membantu
anggota untuk mendapatkan, mengakumulasi, mengubah, dan mengeksploitasi
pengetahuan organisasional. Karena akses serta penyampaian pengetahuan dan
keahlian akan terus meningkat melewati batasan (baik secara organisasi maupun
ruang), jaringan internal dan kelompok proyek yang menyebar, begitu pula
kolaborasi antar perusahaan akan menjadi semakin umum. (Jackson, 1992:2)
1.5.3
Media Sosial (Social Media)
Menurut
Merlyna
Lim,
media
sosial mewarisi keramahan dari
pendahulunya, yaitu internet. Bersifat konvergen, murah, ketersediaan luas dan
kemampuan untuk mengontrol dan melakukan sensor, internet merupakan "media
ramah" (Lim 2003, 274). Dengan demikian, media sosial menyediakan "ruang
lingkup yang lebih besar untuk kebebasan, otonomi, kreativitas, dan kolaborasi
dari media sebelumnya" (Lim dan Kann 2008, 82). Media sosial mewarisi
karakteristik tersebut dan mendorong kerja sama yang lebih besar dan
interaktivitas sosial. Melampaui internet lama, media sosial memfasilitasi "konten
organik, proses distribusi dan interaksi, dan format media yang konvergen"
(Andreas 2007, 2). Internet “baru” ini telah mematahkan pola yang biasa dalam
10
produksi media dan konsumsi. Hal ini bukan lagi media yang tersebar oleh
konsumen individu mengambil konten dari produser media terpusat. Sebaliknya,
media sosial berperan sebagai komunitas akar rumput saling bergantung pada
individu, organisasi, dan situs-situs yang relevansinya dan otoritasnya dibentuk
melalui interaksi dan partisipasi (Andreas 2007, 2) . Namun, media sosial tidak
boleh dianggap sebagai agen penyebab yang berperan penting dalam
mempromosikan perubahan sosial atau memajukan demokrasi. Tidak ada yang
intrinsik di media sosial yang secara otomatis mencapai potensi tersebut. Konteks
sosial dan pengaturan dalam teknologi merupakan kunci untuk mempengaruhi
perubahan politik (Lim 2012a) .
Media sosial masih bergantung pada sistem media yang lebih besar.
Sementara pengguna blog dan media sosial menghasilkan informasi mereka
sendiri, ketika melihat berita dan acara, kebanyakan dari mereka cenderung
menjadi ruang gema dari media mainstream tradisional, terutama saluran televisi.
Lingkungan yang lebih ramah media sosial tidak mendorong munculnya
jurnalisme warga yang memproduksi berita alternatif. Namun, produksi alternatif
masih terlalu kecil untuk menantang dominasi konten utama.
Menurut Lim, dengan mempelajari aktivisme media sosial di Indonesia,
kita belajar bahwa sifat partisipatif dari media sosial tentu yang paling cocok
untuk menyebarkan konten budaya populer. Sementara budaya partisipatif ini bisa
dipinjam untuk keterlibatan sipil dan mobilisasi politik, itu terbatas dalam
kapasitasnya untuk memobilisasi isu-isu politik yang kompleks. Keterbatasan
yang berasal dari, setidaknya, tiga keadaan. Pertama, media sosial mempunyai
11
jaringan luas dan produksi dan sirkulasi informasi yang terus dipercepat.
Lingkungan ini lebih cocok untuk narasi yang sederhana. Kedua, media sosial ini
tidak terlepas dari sistem media besar. Dengan demikian aktivisme media sosial,
harus membiasakan diri dengan budaya penyederhanaan konten dari media
mainstream. Ketiga, media sosial tidak terlepas dari aspek tekno-materialnya,
yaitu distribusi dan perangkat akses. Dengan konsentrasi tinggi akses media sosial
di daerah perkotaan, narasi aktivisme selalu bersaing dengan konten hiburan
disesuaikan untuk konsumen kelas menengah di perkotaan.
Kegiatan media sosial untuk kelas menengah perkotaan sebagian besar
berputar di sekitar hiburan, ekspresi diri dan keuntungan sosial. Tak satu pun dari
hal tersebut mudah dikategorikan sebagai bagian dari keterlibatan masyarakat
yang memberikan kontribusi untuk proses demokrasi. Media sosial tidak inheren
mempromosikan keterlibatan sipil dan tidak boleh dianggap sebagai agen
penyebab perubahan sosial dan demokratisasi. Media sosial mempunyai fungsi
terbaiknya dalam memfasilitasi dan memperkuat budaya yang membantu
mendirikan sebuah yayasan, tempat pelatihan, dan ruang belajar bagi individu
untuk mengekspresikan pendapat mereka, untuk melaksanakan hak-hak mereka
dan untuk berkolaborasi dengan orang lain.
Perkembangan teknologi internet dengan Web 2.0 serta perkembangan
mobile technology membuat perilaku masyarakat berubah dan sekaligus membuka
peluang baru. Teknologi Web 2.0 mengubah segalanya, internet menjadi bersifat
interaktif dan dinamis. Orang jadi bisa lebih mudah mengekspresikan dirinya,
melakukan networking, membentuk komunitas, berkolaborasi, berpartisipasi
12
dalam sebuah kegiatan, dan masih banyak lagi hal–hal menarik yang dapat
dilakukan di internet. Ini menunjukan bahwa Web 2.0 membuat proses
horisontalisasi semakin cepat. Internet bukan hanya milik generasi muda lagi
(Kartajaya, 2008:21).
Dunia kini tengah diramaikan oleh isu-isu yang berkenaan dengan
penggunaan media baru. Media baru adalah media dalam pengertian sangat luas,
New media theory memberi gambaran betapa besarnya kekuatan media baru
dalam mempengaruhi dunia melalui bentuk-bentuk barunya. Kemunculan media
baru menimbulkan era baru dalam komunikasi yaitu era komunikasi interaktif.
Ciri-ciri komunikasi interaktif dapat dilihat dalam pola interaksi yang leluasa,
regulasi umpan balik yang sangat segera, menggunakan media interaktif, dan
dapat menggunakan sarana audiovisual (Abrar, 2002:12). Komunikasi sebagai
dasar kehidupan membuat setiap perubahan di dalamnya sangat ditunggu dan
dapat menimbulkan dampak di semua lini kehidupan.
Pada pertengahan abad ke-19 saat komunikasi interaktif mulai digalakkan
di berbagai negara maju di dunia, internet kemudian muncul sebagai fenomena
yang sangat dinamis. Membicarakan internet berarti membicarakan hal kompleks
yang berkaitan satu sama lain. Hal terpenting yang lahir setelah internet adalah
segala hal yang kemudian menjadi serba “elektronik”. Menyusul muncul nya
1istilah-istilah seperti e-mail, e-commerce, e-marketing, dan lain sebagainya. Sifat
internet yang fleksibel dan interaktif sesungguhnya adalah alasan utama banyak
organisasi memanfaatkannya sebagai media komunikasi yang efektif.
13
Social media adalah sebuah media online dimana para penggunanya bisa
dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, sosial
network atau jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial
dan wiki mungkin merupakan bentuk social media yang paling umum digunakan
oleh masyarakat di seluruh dunia. Sementara jejaring sosial merupakan situs
dimana setiap orang bisa membuat web page pribadi, kemudian terhubung dengan
teman-teman untuk berbagi informasi dan berkomunikasi. Jejaring sosial terbesar
antara lain Facebook, Myspace, dan Twitter. Jika media tradisional menggunakan
media cetak dan media broadcast, maka social media menggunakan internet.
Social media mengajak siapa saja yang tertarik untuk berpertisipasi dengan
memberi kontribusi dan feedback secara terbuka, memberi komentar, serta
membagi informasi dalam waktu yang cepat dan tak terbatas.
Saat teknologi internet dan mobile phone makin maju maka social media
pun ikut tumbuh dengan pesat. Kini untuk mengakses Facebook atau Twitter
misalnya, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan
sebuah mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa mengakses social media
mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di
negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. Karena kecepatannya social media
juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam
menyebarkan berita-berita.
Pesatnya perkembangan media sosial kini dikarenakan semua orang
seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti
televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang
14
banyak, maka lain halnya dengan media sosial. Seorang pengguna media sosial
bisa mengakses menggunakan media sosial dengan jaringan internet bahkan yang
aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan
sendiri tanpa karyawan. Kita sebagai pengguna media sosial dengan bebas bisa
mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan
berbagai model content lainnya.
Jika dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa menyampaikan pendapat
secara terbuka karena satu dan lain hal, maka tidak jika kita menggunakan media
sosial. Kita bisa menulis apa saja yang kita mau atau kita bebas mengomentari
apapun yang ditulis atau disajikan orang lain. Ini berarti komunikasi terjalin dua
arah. Komunikasi ini kemudian menciptakan komunitas dengan cepat karena ada
ketertarikan yang sama akan suatu hal.
Keberadaan media sosial di tengah-tengah masyarakat telah membantu
masyarakat dalam memudahkan pekerjaan-pekerjaannya. Adapun fungsi media
sosial sebagai media komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Administrasi. Pengorganisasian profil karyawan dalam jaringan sosial yang
relevan dan relatif dimana posisi organisasi kita.
b. Mendengarkan dan Belajar. Media sosial berfungsi sebagai pembuatan sistem
pemantauan untuk mendengar apa yang dikehendaki oleh orang luar terhadap
organisasi, dan apa yang relevan dengan mereka.
c. Berpikir dan Perencanaan. Menjadi referensi dalam mengambil tindakan
dalam membuat diferensiasi, hubungan, konten yang relevan dengan anggota
atau target dari dibuatnya media social tersebut.
15
d. Pengukuran. Menetapkan langkah-langkah efektif guna mengukur apakah
metode, isi, dan alat yang digunakan dalam kaitannya meningkatkan
ketercapaian dari tujuan organisasi.
Social media atau dalam bahasa indonesia disebut media sosial adalah
media yang didesain untuk memudahkan interaksi sosial yang bersifat interaktif
atau dua arah. Media sosial berbasis pada teknologi internet yang mengubah pola
penyebaran informasi dari yang sebelumnya bersifat satu ke banyak audiens,
banyak audiens ke banyak audiens (Paramitha, 2011:42).
Menurut Gunelius (2011: 10) media sosial adalah penerbitan online dan
alat-alat komunikasi, situs, dan tujuan dari Web 2.0 yang berakar pada
percakapan, keterlibatan, dan partisipasi. Menurut Wikipedia (12 Januari 2008)
definisi media sosial adalah media online partisipatif yang mempublikasikan
berita, foto, video, dan podcast yang diumumkan melalui situs media sosial.
Biasanya disertai dengan proses pemungutan suara untuk membuat media item
menjadi populer.
Media sosial merupakan bentuk demokratisasi informasi, mengubah orang
dari pembaca konten ke penerbit konten. Hal ini merupakan pergeseran dari
mekanisme siaran ke model banyak ke banyak, berakar pada percakapan antara
penulis, orang, dan teman sebaya. berdasarkan defenisi tersebut diketahui unsurunsur fundamental dari media sosial yaitu pertama, media sosial melibatkan
saluran sosial yang berbeda dan online menjadi saluran utama. Kedua, media
sosial berubah dari waktu ke waktu, artinya media sosial terus berkembang.
16
Ketiga, media sosial adalah partisipatif. “penonton” dianggap kreatif sehingga
dapat memberikan komentar (Evans, 2008 : 34).
Media sosial dapat mengambil berbagai bentuk, termasuk forum internet,
papan pesan, weblog, wiki, podcast, gambar dan video. Teknologi seperti blog,
berbagi gambar, dinding posting, e-mail, instant messaging, music-sharing,
pembuatan grup dan voice over IP.
Media sosial mampu bersaing dengan berbagai komunikasi lainnya,
bahkan memberi manfaat yang amat penting bagi perusahaan. Berikut beberapa
manfaat media sosial menurut Puntoadi (2011: 5) sebagai berikut:
1. Personal branding is not only figure, it’s for everyone. Berbagai media
sosial seperti facebook, twitter, YouTube dapat menjadi media untuk orang
berkomunikasi, berdiskusi, bahkan mendapatkan popularitas di sosial media.
Keunggulan membangun personal branding melalui sosial media adalah tidak
mengenal trik atau popularitas semu, karena audiensnya lah yang akan
menentukan (Puntoadi, 2011: 6).
2. Fantastic marketing result throught social media. People don’t watch
TV’s anymore, they watch their mobile phones. Fenomena dimana cara hidup
masyarakat saat ini cenderung lebih memanfaatkan telepon genggam mereka yang
sudah terkenal dengan sebutan “smartphones”. Dengan smartphone, kita dapat
melihat berbagai informasi (Puntoadi, 2011: 19).
3. Media sosial memberikan kesempatan untuk berinteraksi lebih dekat
dengan konsumen. Media sosial menawarkan bentuk komunikasi yang lebih
individual, personal dan dua arah. Melalui media sosial para pemasar dapat
17
mengetahui kebiasaan konsumen mereka dan melakukan interaksi secara personal
serta membangun keterikatan yang lebih dalam (Puntoadi, 2011: 21).
4. Media sosial memilki sifat viral. Viral menurut Danis (2011) berarti
memiliki sifat seperti virus yaitu menyebar dengan cepat. Informasi yang muncul
dari suatu produk dapat tersebar dengan cepat karena para penghuni sosial media
memliki karakter berbagi
1.6.
Metode Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif, karena dengan metode ini peneliti bisa melihat suatu
fenomena secara mendalam dan menyeluruh dalam hal ini adalah media sosial
dalam penggunaan nya bagi komunitas fotografi Kelas Pagi Yogyakarta.
Metode kualitatif mengacu pada prosedur-prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif (kata-kata, tertulis maupun lisan) yang dinyatakan
orang itu sendiri, atau perilaku yang diamati. Pendekatan ini menempatkan
individu dalam kerangka menyeluruh (holistik setting), tidak diisolasi dalam
variabel-variabel tertentu. Penelitian mengembangkan konsep menghimpun fakta,
tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989:4). Sejalan dengan
definisi tersebut, Kirk dan Miller (Moleong, 1991:3) mendefinisikan bahwa
penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam tradisi ilmu pengetahuan sosial
yang fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya
18
sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan
peristilahannya.
Metode penelitian kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan.
Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan
kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat
hubungan antara peneliti dengan responden; dan ketiga, metode ini lebih peka dan
lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan
terhadap nilai-nilai yang dihadapi (Moleong, 1991:5).
Metode deskriptif memusatkan perhatiannya pada fakta-fakta (fact
finding) sebagaimana keadaan sebenarnya. Penggunaan metode kualitatif dalam
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mendalam mengenai
peranan penggunaan media sosial di komunitas fotografi Kelas Pagi Yogyakarta.
1.6.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di komunitas Kelas Pagi Yogyakarta (KPY) di
Yogyakarta. Kelas Pagi Yogyakarta merupakan salah satu wadah pendidikan bagi
kalangan umum yang mempelajari bidang fotografi. Kelas Pagi Yogyakarta
dipilih karena kegiatannya tidak memungut biaya kepada anggotanya.
1.6.3. Informan Kunci
Dalam panelitian ini, yang menjadi informan kunci adalah pengurus
administrasi yang bertanggungjawab terhadap media sosial dan siswa Kelas Pagi
Yogyakarta.
19
1.6.4
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan
dokumen, serta observasi. Data wawancara dan observasi digunakan untuk
mendapatkan data primer sedangkan data dokumen digunakan untuk mendapatkan
data sekunder. Berikut uraiannya:
(1) Observasi
Observasi merupakan kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat
fenomena yang muncul dan mempertimbangan hubungan antar aspek dalam suatu
fenomena. Observasi dilakukan dengan tujuan mendeskripsikan setting yang
dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam
aktivitas dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam
kejadian yang diamati tersebut. Observasi dihentikan pada saat terjadi kejenuhan
informasi, yakni setelah tidak ada penambahan informasi baru pada fenomena
yang diamati.
(2) Wawancara
Interview atau wawancara langsung dilakukan dengan menggunakan
panduan atau petunjuk wawancara (Interview Guide), berisi tentang garis-garis
besar pokok yang akan ditanyakan, dengan maksud agar pokok-pokok yang
direncanakan tersebut dapat tercakup seluruhnya.
Wawancara dilakukan secara mendalam (indepth interview) dengan cara
bertatap muka langsung antara pewawancara dengan sumber informasi. Teknik
wawancara yang digunakan adalah teknik wawancara bebas terpimpin dan
menggunakan pedoman wawancara (interview guide). Wawancara dilakukan
20
dengan membawa kerangka pertanyaan, tetapi penyajiannya tidak terikat oleh
kerangka yang telah disiapkan. Artinya peneliti dapat memperdalam suatu
informasi spesifik yang muncul dari informan tetapi mungkin tidak ada dalam
pedoman wawancara yang ada.
(3) Dokumentasi
Dokumentasi mempunyai kegunaan bagi peneliti maupun pembaca atau
pengguna penelitian. Bagi peneliti, dokumentasi berguna untuk merekam semua
data-data yang telah didapatkan di daerah obyek penelitian. Sedangkan bagi
pembaca atau pengguna penelitian, dokumentasi berguna sebagai pendukung bagi
keakuratan data dan orisinalitas penelitian. Dengan adanya dokumentasi,
penelitian akan mempunyai nilai lebih dan lebih jelas di mata pembaca.
(4) Kepustakaan
Kepustakaan mempunyai dua arti dalam penelitian, yang pertama,
kepustakaan bisa menjadi awal peneliti untuk melakukan penelitian yaitu dengan
membuktikan teori atau berangkat dari permasalahan yang ada dalam
kepustakaan. Yang kedua, kepustakaan dalam penelitian berguna sebagai penguat
dari hasil-hasil penelitian. Teori-teori yang ada di dalam kepustakaan mempunyai
penopang dalam mendeskripsikan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh
seorang peneliti.
1.6.5
Analisis Data
Penelitian ini digunakan metode kualitatif agar dapat menjawab masalah
yang diajukan. Metode penelitian kualitatif yang dipilih adalah dengan
pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif adalah pendekatan dengan
21
cara pelukisan yang sistematis dan analisis suatu kebudayaan komunitas,
masyarakat atau suku bangsa yang dihimpun dari lapangan dalam kurun waktu
yang sama.
Dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menggali fakta yang kemudian
dideskripsikan dengan berpedoman pada butir-butir pertanyaan dalam wawancara
di lapangan. Setelah data dikumpulkan disajikan dalam bentuk kalimat untuk
ditarik suatu kesimpulan.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif. Data yang akan dianalisis berupa keterangan-keterangan maupun
fenomena hasil observasi yang muncul di lapangan dan untuk dianalisis menjadi
argumen kalimat yang logis dan sistematis. Menurut Miles dan Huberman (1992)
menjelaskan bahwa langkah analisis data dalam penelitian kualitatif deskriptif
terdiri dari reduksi data, penyajian data dan pengambilan kesimpulan. Adapun
tahap-tahap teknik analisis data yang digunakan meliputi:
(1) Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses menyeleksi, memfokuskan,
menyederhanakan dan mengubah data kasar yang diperoleh dari lapangan. Data
kasar yang dimaksud disini adalah keterangan-keterangan atau informasi yang
diuraikan informan tetapi tidak relevan dengan fokus masalah penelitian sehingga
perlu direduksi.
(2) Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang telah tersusun dari
hasil reduksi data. Hasil reduksi data kemudian disajikan dalam laporan yang
22
sistematis dan mudah dibaca atau dipahami. Untuk lebih menjelaskan uraian maka
dapat dibuat gambaran berupa diagram interaktif tentang fenomena yang terjadi.
(3) Pengambilan Kesimpulan
Pengambilan kesimpulan dilakukan dengan melihat hasil reduksi data dan
tetap mengacu pada rumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai.
Analisa data menurut Patton (dalam Moleong, 1992:103) adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan
satuan uraian dasar. Kemudian memberikan arti yang signifikan terhadap analisis,
menjelaskan pada uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi
hubungan.
23
Download