PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK

advertisement
PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) DALAM
MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi
Salahsatu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
oleh :
HILMAN REZA
108048000021
KONSENTRASI KELEMBAGAAN NEGARA
P R O G R AM S T U D I I L M U HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H/2014 M
i
PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) DALAM
MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan HukumUntuk Memenuhi
SalahSatu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh
HILMAN REZA
NIM: 108048000021
Pembimbing I
Pembimbing II
KONSENTRASI KELEMBAGAAN NEGARA
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1435 H/2014 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Skripsi berjudul “PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK”, telah
diujikan dalam Sidang Munaqosah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tanggal 23 Januari 2014. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
(S.H) pada Program Studi Ilmu Hukum.
Jakarta, 23 Januari 2014
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 Januari 2014
iv
ABSTRAKSI
Nama
NIM
Prodi/Konsentrasi
Judul Skripsi
: Hilman Reza
: 108048000021
: Ilmu Hukum/Kelembagaan Negara
: Peran Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) dalam
Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Melihat jumlah kekerasan seksual terhadap anak yang samakin tinggi dan
meresahkan. Dari database akhir November 2013 lalu KPAI mencatat kasus yang
melibatkan kekerasan seksual sebanyak 526 kasus. Kaitannya dengan hal itu, KPAI
secara normatif, mempunyai kewenangan untuk berperan sebagai pelidung anak
dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak. Hal tersebut bisa dilihat dari
pasal 76 UU No. 23 tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak, bahwa KPAI berfungsi
dan bertugas untuk: menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,
pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak.
Namun dalam beberapa hal penanganan kasus kekerasan yang terjadi pada anak,
sering kali KPAI hanya bersikap pasif, dan yang paling sangat terlihat KPAI sering
tertinggal langkahnya oleh lembaga swadaya masyarakat lainnya dalam menangani
kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Setelah melakukan penelahaan komprehensif dalam beberapa kasus kekerasan
seksual, KPAI telah berperan untuk melakukan penelahaan, pemantauan, evaluasi dan
mengawasi bentuk pelanggaran yang melibatkan anak-anak, dalam konteks ini kasus
kekerasan seksual terhadap anak. Sejak didirikannya KPAI melalui Undang-undang
No. 23 Tahun 2002 Tentang perlidungan anak pada tahun 2002 silam hingga
sekarang, KPAI mengalami beberapa permasalahan serta hambatan yang cukup
rumit. Dalam melakukan dorongan kepada para pihak yang berkepentingan seperti
kepada pemerintah, pemangku kebijakan, aparat penegak hukum, orang tua ataupun
masyarakat untuk betul-betul memberikan dorongan, masukan, sosialisasi kepada
seluruh masyarakat Indonesia bahwa kepentingan untuk tumbuh dan berkembangnya
seorang anak itu tetap harus dijaga. Hal itu tidaklah semudah membalikan tangan
ketika terjadi suatu pristiwa kekerasan seksual bagi para pihak untuk
menyelesaikannya. Kendala dan tantangan yang dihadapi KPAI sebagai berikut: a)
Legal Standing Penanganan Perkara KPAI, b) Perlindungan Anak Belum Prioritas
Bagi Pemerintah Indonesia, c) Minimnya Database Informasi KPAI, d). Minimnya
pemahaman masyarakat, penegak hukum dan stake holders (pihak berkepentingan)
dalam kerangka perlidungan hak anak menjadi penghambat tersendiri bagi KPAI.
Ada beberapa catatan penting dalam penelitian ini, yaitu peran Komisi
Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) dalam mengatasi kasus kekerasan seksual
terhadap anak, penulis menemukan point penting yang perlu dicermati. Sesuai dengan
v
tugasnya dalam konteks ini mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak yaitu
KPAI telah pengumpulan data, informasi, menerima pengaduan masyarakat,
melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap apapun.
Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B (2) menyatakan
bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Namun paya Perlidungan Anak
dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak, secara garis besar KPAI
telah berperan secara pasif dalam mengupayakan bentuk perlidungan kepada anak
Indonesia, bertolak belakang dengan amanat UUD 1945.
Key Word
: Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), Kekerasan
Seksual Anak.
vi
KATA PENGANTAR
   
 
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan
hidayat-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERAN
KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM MENGATASI
KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK.” Shalawat serta salam senantiasa
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan para sahabatnya yang
telah menyampaikan dan mengajarkan
kepada semua manusia tentang hakikat
kehidupan yang sebenarnya.
Tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis jumpai dalam
menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar bahwa tidak mungkin menyelesaikan semua
ini sendirian. Penulis menyadari akan pentingnya orang-orang yang telah
memberikan pemikiran dan dukungan baik langsung maupun tidak langsung,
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan, karena dengan adanya
mereka segala macam hambatan dapat teratasi oleh Penulis.
Oleh sebab itu, sudah sepantasnya
pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. H. Moh. Amin Suma, SH., MH., MM selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
3. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA dan Drs. Abu Tamrin, SH., M. Hum selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Euis Nurlaelawati, MA., Ph.d selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Afwan Faizin, M.A. dan serta Dedy Nursamsi, SH., M.Hum. selaku dosen
pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk selalu memberikan arahan
dan bimbingan serta motivasi yang sangat berarti demi kelancaran penulisan
skripsi.
6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis, selama
duduk di bangku perkuliahan, semoga menjadi bekal hidup kami.
7. Segenap Jajaran Staf Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Utama yang telah
banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan
skripsi.
8. Lembaga Komisi Perlindungan Anak terutama Bpk. Diinil yang telah
memberikan kesempatan kepada Penulis untuk memperoleh data dan informasi
yang Penulis butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Orang tua ananda yaitu Ayahanda tercinta H. Husen dan Ibunda tercinta Hj.
Rahmawati, yang telah membesarkan, mendidik, memotivasi, dan mendoakan
penulis hingga dapat melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi dan dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
viii
10. Kakak-kakakku tercinta Iin Usmaini, Yeni Riska, Fatimah yang selalu menjadi
motivasi dan kekuatan untuk menyelesaikan skripsi ini, dan saya harap mereka
dapat juga berjuang untuk terus menimba ilmu demi masa depan yang lebih
cemerlang.
11. Keluarga Besar Kakek H. Hasan (alm) yang telah banyak memberikan motivasi
dan inspirasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat seperjuangan Chaerul, Rida Farida, Al-Myzan, Firdaus,
Wijayandaru, Wahid , Zulpikar, Martin, Arief, Kholifah, Fauziah dan sahabatsahabat Ilmu Hukum angkatan 2008 lainnya, semoga kita mendapatkan
kesuksesan dan bermanfaat bagi yang lainnya.
13. Iin Kurnia, Azmie, Sofyan, Atiyah, dan teman-teman KKN API, semoga kita bisa
saling terus memotivasi.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi pembaca.
Jakarta, 9 Januari 2014
Penulis
(Hilman reza)
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL .............................................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ........................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ...................................................... iv
ABSTRAKSI ..................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... x
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................................. 10
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 12
E. Metodelogi Penelitian ................................................................................ 14
F. Riview Studi Terdahulu ............................................................................. 15
G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 18
BAB II
KOMISI PERLIDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) ......................... 20
A. Pengertian Komisi Perlidungan Anak ....................................................... 20
B. Asal Usul Berdirinya KPAI ........................................................................ 26
C. Struktur Organisasi KPAI ........................................................................... 31
D. Visi dan Misi KPAI..................................................................................... 33
x
E. Peraturan Tentang Perlindungan Anak ....................................................... 36
BAB III
KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK ........................................ 43
A. Pengertian Kekerasan Seksual ..................................................................... 43
B. Bentuk Kekerasan seksual ........................................................................... 47
C. Faktor Penyebab Kekerasan Seksual ........................................................... 49
D. Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia ....................................................... 51
E. Pemidanaan Kasus kekerasan Seksual terhadap Anak ............................... 54
BAB IV EFEKTIVITAS
KINERJA
KOMISI
PERLINDUNGAN
ANAK
INDONESIA DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL
TERHADAP ANAK ......................................................................................... 58
A. Peran KPAI Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak ............ 58
B. Hambatan KPAI Dalam Mengatasi Kasus Kekerasan Seksual Terhadap
Anak.............................................................................................................. 71
C. Efektivitas Kinerja KPAI Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual
Terhadap Anak ............................................................................................. 76
BAB V
PENUTUP .......................................................................................................... 86
A. Kesimpulan ................................................................................................ 86
B. Saran-saran ................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 90
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................................
xi
1. Surat Wawancara ....................................................................................................
2. Surat Hasil Wawancara KPAI.................................................................................
3. Hasil Transkip Wawancara .....................................................................................
4. Foto Wawancara......................................................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beberapa bulan terakhir ini, kasus kekerasan seksual pada anak kembali
marak terjadi di Indonesia. Seperti yang diberitakan oleh beberapa media,
Komnas Anak mencatat bahwa kasus kekerasan seksual pada anak terjadi di
Indonesia kini mencapai 730 kasus.1 Jika kita melihat lebih jauh, kekerasan
seksual pada anak beragam modusnya, ada yang menjadi pegawai pajak, kasus
pencabulan anak jalanan yang dilakukan oleh koordinatornya dan sebagainya.
Kekerasan seksual pada anak ini sangatlah memprihatinkan banyak pihak
sekolah-sekolah serta ibu-ibu yang memiliki anak.
Kekerasan seksual (sexual violence) terhadap anak merupakan bentuk
perlakuan yang merendahkan martabat anak dan menimbulkan trauma yang
berkepanjangan. Bentuk perlakuan kekerasan seksual seperti digerayangi,
diperkosa, dicabuli atapun digaulli dengan paksaan telah membawa dampak yang
1
Lihat “Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak” lebih lengkap
baca:
http://www.investor.co.id/family/indonesia-harus-perangi-kejahatan-seksual-terhadapanak/72742. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB
1
2
sangat endemik, dalam kacamata psikologis anak akan menyimpan semua derita
yang pernah ada,2 terlebih kekerasan seksual pada anak.3
Kekerasan seksual yang ditonjolkan hari-hari ini merupakan pembuktiaan
bahwa bentuk eksploitasi terhadap anak dilakukan oleh pelaku yang memiliki
kekutan fisik lebih, hal itu dilakukan demi kepuasan seksual orang dewasa.
Kekuatan fisik dijadikan sebagai alat untuk mempelancar usaha-usaha jahatnya.4
Pelaku dapat dengan mudah memperdayakan anak sehingga mau menuruti segala
perintah orang yang meyuruhnya. Apabila jika perintah tersebut diimingi-imingi,
dijanjikan dengan sesuatu atau dibujuk oleh pelaku, hingga akhirnya korban
diperlakukan serta dilecehkan dengan beragam bentuk.
Kekerasan seksual terhadap anak juga dikenal dengan istilah child sexual
abuse. Dalam banyak kejadian, kasus kekerasan seksual terhadap anak sering
tidak dilaporkan kepada kepolisi. Kasus tersebut cenderung dirahasiakan, bahkan
jarang dibicarakan baik oleh pelaku maupun korban. Para korban merasa malu
karena menganggap hal itu sebagai sebuah aib yang harus disembunyikan rapatrapat atau korban merasa takut akan ancaman pelaku. Sedangkan si pelaku
merasa malu dan takut akan di hukum apabila perbuatannya di ketahui.
2
Kartini Kartono, Patologi Sosial II Kenakalan Remaja, (Jakarta: CV. Rajawali, 1992),
hal. 8
3
Lihat pula hasil monitoring korban kekerasan seksual oleh LBH Jakarta. LBH Jakarta,
Mengawal Perlindungan Anak berhadapan dengan Hukum, (Jakarta: LBH Jakarta, 2012), hal. 93
dan 124
4
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
seksual: Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, (Bandung: RefikaAditama, 2001), hal. 32.
3
Keenggan pihak keluarga melaporkan kasus child sexual abuse yang
dialami, bisa jadi merupakan salah satu sebab kasus tersebut menjadi seperti
fenomena gunung es. Karena yang tampak hanya sebagai kecil saja, sedangkan
bagaian besar tidak tampak. Apalagi jika kasus tersebut menyangkut pelaku
orang terkenal, tokoh masyarakat, dikenal dengan dekat oleh korban atau ada
hubungan keluarga antara korban dan pelaku.5
Kekerasan seksual terhadap anak merujuk pada prilaku seksual yang tidak
wajar dalam berhubungan seksual merugikan pihak korban yang masih anakanak dan merusak kedamaian ditengah masyarakat, adanya kekerasaan seksual
yang terjadi, maka penderitaan korbannya telah menjadi akibat serius yang
membutuhkan perhatian.6
Child abuse antara lain dirumuskan sebagai suatu bentuk tindakan yang
bersifat tidak wajar pada anak dan biasanya dilakukan oleh orang dewasa. Para
pakar umumnya memberikan definisi ini menjadi suatu bentuk perlakuan salah
terhadap anak baik secara fisik (physically abused) seperti penganiayaan,
pemukulan, melukai anak, maupun kejiwaan (mentally abused) seperti
melampiaskan kemarahan terhadap anak dengan mengeluarkan kata-kata kotor
dan tidak senonoh. Bentuk lain dari tindakan tidak wajar terhadap anak dapat
5
Lihat kasus di tanjung priok yang melibatkan seorang tokoh masyarakat. LBH Jakarta,
Mengawal Perlindungan Anak berhadapan dengan Hukum, (Jakarta: LBH Jakarta, 2012), hal.
113
6
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
seksual: Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, (Bandung: RefikaAditama, 2001),hal. 32.
4
juga berbentuk perlakuan salah secara seksual (sexual abused). Contoh tindakan
ini antara lain kontak seksual langsung yang dilakukan antara orang dewasa dan
anak berdasarkan paska (perkosaan) maupun tanpa paksaan (incest). Tindakan
perlakuan salah secara seksual lainnya adalah eksploitasi seksual seperti
prostitusi anak dan pelecehan seksual terhadap anak.7
Kekerasaan dan abuse seksual pada masa kanak-kanak sering tidak
teridentifikasikasi karena berbagai alasan (terlewat dari perhatiaan, anak tidak
dapat memahami apa yang terjadi pada dirinya, anak diancam pelaku untuk
tindak melaporkan kejadiaan yang dialaminya, atau laporan anak tidak
ditanggapi secara serius karena berbagai alasaan misalnya, atau laporan anak
tidak ditanggapi secara serius karena berbagai alasaan misalnya anak tidak
dipercaya, atau reaksi denial, pengingkaran dari orang-orang dewasa yang
dilapori anak tentang kejadiaan sesungguhnya.8
Kekerasaan seksual dapat terjadi di dalam lingkungan keluarga maupun
diluar keluarga (masyarakat). Perbuatan tersebut dapat dilakukan oleh mereka
yang mempunyai hubungan sebagai anggota keluarga, kerabat, tentangga bahkan
7
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
seksual: Advokasi atas Hak Asasi Perempuan, (Bandung: Refika Aditama, 2001), 99
8
E. Kristi Poerwandari, Mengungkap Seluung Kekerasan: Telaah Filsafat Manusia,
(Bandung: Eja Insani, 2004), hal.8
5
orang yang tidak dikenal oleh si anak.9Anak memiliki posisi yang paling lemah
dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan negara.10Anak merupakan individu
yang belum baik secara fisik, mental maupun sosial karena kondisinya rentan,
tergantung dan masih berkembangjika dibandingkan dengan orang dewasa jelas
anak lebih beresiko tehadap tindakan kekerasaan, eksloitasi, penelantaran, dan
lain-lain.
Secara umum akibat dari kekerasaan terhadap anak adalah sangat serius
dan berbahaya karena seseorang anak sedang berada pada masa pertumbuhan
baik fisik maupun mental. Secara anak yang menalami kekerasan jika
penananannya tidak tepat maka ia akan mengalami cacat yang bukan pada fisik
saja tetapi juga pada mental dan emosinya. Kecacatan mental dan emosi inilah
yang akan merubah hidup dan masa depan serta akan dibawanya serus hingga
dewasa.
Kebanyakan korban kekerasaan seksual pada anak berusia sekitar 5
hingga 11 tahun. Bahkan kasus yang terbaru yaitu bayi berumur 9 bulan menjadi
korban kekerasan seksual pula.11Bagi pelaku jenis kelamin tidak berpengaruh
9
Purnianti, Informasi Masalah Kekerasan Dalam Keluarga, (Jakarta: Mitra Perempuan,
1999), hal. 95.
10
YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta: YLBHI dan PSHK, 2007),
cet. Ke-2, hal. 348
11
“Cabuli
Bayi
A
Lebih
dari
Sekali”.Lihat
lebih
lengkap:http://news.liputan6.com/read/738357/paman-cabuli-bayi-a-lebih-dari-sekali.Diakses
pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB
6
dalam melakuan kekerasan seksual yang penting bagi pelaku hasrat seksual
mereka dapat tersalurkan.
Modus pelaku dalam mendekati korban sangat berfariasi misalnya
mereka tingal mendekati korban dan mengajaki ngobrol saja, ada juga membujuk
korban, dan juga merayu dan ada juga yang memaksa korbannya. Serta modus
yang lebih canggih yakni pelaku menggunakan jejaring sosial (media internet)
dengan berkenalan dengan korban, mengajak bertemu dan memperkosa atau
melakukan kekerasan sosial lainnya.Hal demikian, seperti yang dikatakan oleh
Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) bahwa modus kekerasan seksual
terhadap anak berawal dari jejaring sosial mencapai hingga 31%,12 angka yang
cukup fantastis kekerasan seksual pada anak hingga kini terus meningkat tinggi.
Menanggapi hal itu semua, Ketua Komnas Perlidungan Anak
menegaskan tahun ini sebagai tahun darurat terhadap kekerasan anak.Fakta
kejahatan atau kekerasan seksual harus menjadi isu bersama.Semua komponen
bangsa harus turut serta memerangi dan menghentikan kekerasan seksual.Lebih
lanjut menurutnya pula bahwa adanya UU No 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak pun belum diimbangi implementasi perlindungan terhadap
anak dan sanksi bagi pelaku pelanggaran hak anak pun tidak maksimal.
Degradasi norma agama dan ketahanan keluarga pun terus terjadi. Keluarga yang
12
Lihat berita “31% Kekerasan Seksual terhadap Anak Dimulai dari
Internet”http://www.investor.co.id/family/31-kekerasan-seksual-terhadap-anak-dimulai-dariinternet/72084. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.35 WIB
7
seharusnya menjadi benteng perlindungan anak pun justru menjadi pelaku utama
kekerasan terhadap anak.13
Anak sebagai tulang punggung bangsa dan sebagai generasi muda yang
nantinya sebagai penerus bangsa tentunya harus hidup dan berkembang sesuai
dengan kebutuhannya agar dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabatnya
dan dapat menjadi penerus bangsa yang dapat diandalkan untuk memajukan
bangsa dan mensejahterakan negara bukan menjadi penerusyang perkembangan
mental dan psikisnya terhambat bahkan mengalami penyimpangan kekerasan
seksual. Dalam hal ini Negara harus secepatnya turun tangan untuk memberikan
perlindungan kepada anak-anak yang mengalami berbagai masalah yang dapat
menghambat hidupnya.
Sebagai wujud nyata bahwa Negara sebagai pelindung martabat anak,
melalui Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan
Kepres No. 77 tahun 2003 untuk membentuk Komisi Perlindungan Anak
Indonesia atau yang biasa disebut dengan KPAI. KPAI merupakan lembaga
negara yang bersifat independen yang bertugas untuk melindungi anak-anak
bangsa dari segala tindakan yang merugikan mereka. Hal itu sesuai dengan
amanat konstitusi kita yang berbunyi: “Setiap anak berhak atas keberlangsungan
13
Lihat “Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak” lebih lengkap
baca:
http://www.investor.co.id/family/indonesia-harus-perangi-kejahatan-seksual-terhadapanak/72742. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB
8
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perindungan dari kekerasan
dan diskriminasi”.14
Urgensitas KPAI dirasa sangat penting pada saat ini, melihat kondisi
kekerasan terhadap anak dengan beragam model dan jenisnya. Sebagai lembaga
IndependenNegara, secara spesifik KPAI mempunyai tugas dan fungsi menurut
Pasal 76, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,
yaitu antara lain:15
a) Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan prundang-undangan
yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan
informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,
pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan
anak.
b) Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden
dalam rangka perlindungan anak.
Dengan begitu tugas dan fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia
telah jelas secara legalitasnya.Namun bagaimana mengenai dengan pelaksanaan
tugas dan fungsi KPAI itu sendiri terhadap maraknya kasus kekerasan anak yang
terjadi seperti pelecehan dan kekerasan seksual di mana-mana. Catatan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam kasus kekerasan seksual terhadap
14
Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Republika Indonesia 1945
15
Pasal 76 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
9
anak selain makin marak,banyak juga kasus ini terjadi dengan pelaku berusia
muda alias sama-sama anak-anak. Misalnya, KPAI sempat mendapat pengaduan
atas tindakan pencabulan yang dilakukan anak berumur 9 tahun terhadap anak
berusia 4 tahun.Oleh karenanya, KPAI menilai penanganan dan pencegahan
perlu dilakukan bukan hanya untuk korban, tapi juga pelaku.16
Sebagai salah satu upaya untuk merealisasikan hal itu, KPAI menggelar
pertemuan forum kemitraan yang diikuti anggota unit Polri di beberapa Polres,
LSM anak dan pengacara sejumlah LBH yang biasa menangani kasus-kasus
anak.Dalam forum ini, berbagai penyebab terjadinya kekerasan seksual anak
terungkap.Mulai dari pola pengasuhan yang keliru, penyebaran pornografi di
sosial media sampai absennya pendidikan seksual sejak dini. Pertemuan yang
digelar tiga hari di Bogor itu menghasilkan sejumlah usulan. Diantaranya,
membangun forum peduli anak di tingkat RT/RW dan membentuk jaringan
psikolog untuk pendampingan kepada anak.17
Terlepas penting tidaknya KPAI sebagai pelindung hak martabat anak,
seiring berjalannya waktu beragam kritikan terhadap kinerja KPAI menjadi
sorotan media pula, salah satunya adalah dalam penanganan kasus KPAI
16
Lihat berita hukum online “Kasus Kekerasan Seksual Anak Makin
Memprihatinkan”http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt514c58f9ea788/kasus-kekerasanseksual-anak-makin-memprihatinkan. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.38
WIB.
17
Lihat berita hukum online “Kasus Kekerasan Seksual Anak Makin
Memprihatinkan”http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt514c58f9ea788/kasus-kekerasanseksual-anak-makin-memprihatinkan. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.38
WIB.
10
terhadap kekerasan seksual di beberapa wilayah yang dinilai lambat. Bahkan
pihak keluarga korban mempertanyakan kinerja Komisi Perlindungan Anak yang
hingga kini belum menindaklanjuti dugaan kasus tersebut.18
Dari permasalahan ini membuat penulis tertarik untuk menganalisis peran
serta efektivitas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait perannya
sebagai pelindung hak anak, dalam hal ini mengatasi kasus kekerasan seksual
terhadap anak, untuk itu penulishadirkan dalam penelitian skripsi dengan judul:
PERAN KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DALAM
MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1.
Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masalah hanya pada
peran serta efektivitas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait
penanganan pada kasus kekerasan seksual terhadap anak.Pembatasan ini
dilakukan untuk lebih fokus dan mempermudah penulis dalam penelitian. Hal ini
juga untuk menghindari perluasan pembahasan yang tidak ada sangkut pautnya
dengan masalah yang akan diteliti.
18
Lihat
“Keluarga
Korban
Kekerasan
Seksual
Keluhkan
KPAI”.http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/11/11/mw3lhakeluarga-korban-pelecehan-seksual-oknum-santri-pesantren-keluhkan-kpai. Diakses pada tanggal
26 November 2013 Pukul 19.32 WIB
11
2.
Rumusan Masalah
Sesuai Pasal 76 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas sebagai suatu
lembaga independen dalam“Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan
data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,
pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan
anak. Namun dalam kenyataannya pada beberapa kasus KPAI mendapat kritikan
dari pihak korban yang lambat dalam
menangani kasus kekerasan seksual,
seperti pada contoh di atas.KPAI sebagai lembaga independen yang menangani
permasalahan anak seharusnya lebih berperan aktif dalam pemantauan,
mengevaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran serta perlindungan anak.
Dari latar belakang serta pembatasan masalah, maka rumusan masalah
diajukan untuk ditelaah lebih lanjut sebagai berikut:
a. Bagaimana Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dalam
Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak?
b. Hambatan Apa Saja yang Dialami Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak?
c. Sejauhmana Fungsi Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam
mengatasi kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak?
12
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitianini ada beberapa tujuan secara khusus yaitu terkait
dengan peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam mengatasi
kasus kekerasan seksual terhadap anak, yaitu:
a. Mengatahui Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam
Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak secara normatif.
b. Mengetahui Hambatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dalam
Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
c. Mengetahui sejauhmana peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia
dalam memenuhi perlidungan anak ketika mengatasi kasus Kekerasan
Seksual Terhadap Anak.
D. Manfaat Penelitian
1.
Teoritis
Penelitian ini sebagai upaya perluasan wawasan hukum, terlebih
mengetahui peran Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI), baik secara
yuridis maupun praktis, dalam hal ini bagaimana KPAI berperan sebagai
pelidung anak dalam hal apapun, dalam konteks ini adalah upaya perlidungan
anak dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak. Adapun tujuan teoritis yang
lain yaitu sebagai keterampilan menulis karya ilmiah dalam rangka
mengembangkan ilmu pengetahuan hukum konvensional, khususnya yang
berkaitan dengan hukum kelembagaan Negara. Serta diharapkan pula dapat
13
dijadikan bahan pertimbangan dan menambah referensi peneliti untuk mendalami
diiskursus kelembagaan negara.
2.
Praksis
Penelitian ini bermanfaat bagi akademisi, peneliti, legal drafter, hakim,
mahasiswa serta para penggiat kajian keilmuan hukum kelembagaan negara.
Sebagai acuan dalam mengemban memahami hukum kelembagaan Negara dan
sebuah sumbangan pikiran dari peneliti untuk kerangka pembangunan hukum
yang berkarakter Indonesia.
E. Review Studi Terdahulu
Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis
sebelumnya dan berkaitan erat dengan judul skripsi yang akan diteliti. Beberapa
skripsi tersebut memiliki berbagai perbedaan antara judul, pokok permasalahan
dan sudut pandang dengan skripsi yang penulis buat, sehingga dalam penulisan
skripsi ini nantinya tidak akan ada rasa timbul kecurigaan ataupun plagiasi.
1. Sumiyati, Pemetaan dan Pengelolaan Komisi Perlidungan Anak Indonesia
(KPAI) Pusat dalam Menyikapi Kekerasan Anak, Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Jakarta, 2011. Dalam skripsi ini menjelaskan tentang
Pemetaan dan Pengelolaan yang diterapkan pada KPAI Pusat dalam meyikapi
maraknya kekerasan yang terjadi pada anak secara umum. Jadi sangat jelas,
objek dari skripsi ini yaitu seberapa jauh penerapan Pemetaan dan
Pengelolaan pada KPAI Pusat terhadap kekerasan anak.
14
2. Ifada Imaniah, Kinerja Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dalam
Menanggulangi Perdagangan Anak Di Indonesia, Fakultas Syariah Dan
Hukum UIN Jakarta, 2009. Dalam skripsi ini dibahas mengeni Peran Komisi
Perlindungan Anak Indonesia mengenai kasus perdagangan anak di Indonesia.
Objek dalam skripsi ini sangat jelas bahwa khusus mengenai perdagangan
anak di Indonesia.
Dari kedua studi review di atas bahwa terlihat jelas perbedaan antara objek
yang diteliti penulis dengan skrispsi di atas. Skripsi yang pertama objek
penelitiannya yaitu kekerasan seksual terhadap anak secara umum. Adapun studi
review terdahulu yang kedua objeknya adalah perdagangan anak di Indonesia.
Jadi bisa disimpulkan antara objek penelitian kedua studi review terdahulu di
atas dengan objek penelitian penulis sangatlah berbeda.
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui
pendekatan kualitatif.Artinya data yang dikumpulkan berupa angka-angka
berasal dari data pustaka, wawancara, catatan lapangan,dan dokumen
resmi.Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin
menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan
tuntas.Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini
15
adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan yang berlaku dengan
menggunakan metode diskriptif.
1.
Sumber dan pengumpulan Data
Data-data yang digunakan alam penulisan skripsi ini bersumber dari:
a. Sumber data primer diperoleh dari wawancara langsung kepada para
narasumber yang terkait dengan masalah ini.
b. Data sekunder yaitu berupa bahan hukum primer yang diperoleh dari
perundang-undangan, yaitu:
i. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
ii. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia;
iii. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak.
iv. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak
v. Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 Tentang Komisi
Perlindungan Anak Indonesia.
c. Data sekunder yang berupa bahan hukum sekunder didapat dari karya
ilmiah yaitu: bahan-bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan
hukum primer, antara lain adalah tulisan atau pendapat para pakar
hukum tentang permasalahan anak dan kekerasan seksual.
16
2. Analisis Data
Setelah proses pengumpulan data dikumpulkan melalui beberapa teknik,
maka data yang sudah ada akan diolah dan dianalisis supaya mendapatkan suatu
hasil akhir yang bermanfaat bagi penelitian ini.Pengolahan data dilakukan
dengan mengadakan studi dengan teori kenyataan yang ada di tempat
penelitian.Sedangkan teknik penulisan mengikuti pedoman penulisan skripsi
yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Jakarta 2013.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh
peneliti adalah:
a.
Observasi
Obsevasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejalagejala yang diteliti.Dalam hal ini, Peneliti mengawasi dengan cermat setiap
perkembangan yang berkaitan dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak
yang ditangani oleh KPAI.
b. Wawancara
Dalam sesi wawancara, penulis mewawancarai para pejabat atau anggota
lembaga Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) ataupun pihak-pihak
yang dipandang berkompeten dalam bidangnya, dalam hal ini narasumbernya
adalah Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I sebagai Pokja Kajian Dan Telaah KPAI
17
Pusat. Selain itu, penulis menggunakan beberapa media pendukung yaitu tape
recorder, alat tulis, foto digital dan lain-lain.
c. Dokumentasi
Pada tahap dokumentasi, penulis mengumpulkan buku-buku, majalah, artikelartikel dari internet yang berkaitan dengan permasalahan pendidikan di
Indonesia.Dokumentasi ini memudahkan penulis dalam mencari teori-teori
yang berkaitan dengan judul skripsi.
4.
Jenis data
Adapun jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini memakai metode
yang lazimdigunakan yaitu studi normatif dan studi kepustakaan. Sedangkan
Metode pendekatan analisis data yang diperlukan adalah Metode kualitatif yang
memahami secara mendalam yang terjadi menghasilkan data deskriptif analisis.19
5.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu
setelah data diklasifikasikan sesuai aspek
data
yang terkumpul
lalu
diinterpretasikan secara logis. Dengan demikian akan tergambar sejauh manakah
efektifitas koordinasi kerja lembaga KPAI dalam penegakan hak-hak anak di
Indonesia, dengan melihat data-data yang diperoleh penulis melalui observasi,
wawancara, dan dokumentasi setelah itu dianalisis kemudian disusun dalam
laporan penelitian.
19
Bambang, Sunggono, Metode Penelitihan Hukum, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,
1997), h.27-28.
18
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab,
antara lain:
Bab Pertama adalah pendahuluan yang menjelaskan penulisan skripsi
yang dirangkai dengan latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab Kedua membahas tentang Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Pertama pengertian komisi perlidungan anak, Asal Usul Berdirinya KPAI,
Struktur Organisasi, Kedudukan dan Visi, Misi KPAI, terkahir peraturan tentang
yang berkaitan dengan perlidungan anak.
Bab Ketiga adalah pembahasan tentang Kekerasan Seksual Terhadap
Anak, yang membahas Pengertian Kekerasan Seksual, Faktor Penyebab
Kekerasan Seksual, Jenis Kekerasan Seksual, Kasus kekerasan seksual di
Indonesia dan Pemidanaan Kasus kekerasan Seksual terhadap Anak.
Bab Keempat adalah membahas efektivitas Kinerja Komisi Perlindungan
Anak Indonesia dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak, yang
terdiri dari tiga pembahsan yaitu Peran KPAI dalam Mengatasi Kekerasan
Seksual Terhadap Anak, Hambatan KPAI dalam Mengatasi Kekerasan Seksual
Terhadap Anak dan Efektivitas Kinerja KPAI Mengatasi Kekerasan Seksual
Terhadap Anak.
19
Bab Kelima adalah bab yang terakhir ini merupakan bab penutup yang
memuat kesimpulan saran-saran dari penelitian yang dengan harapan dapat
kiranya untuk memberikan sumbangan pengetahuan dalam kinerja lembaga
independen KPAI dalam menjalankan tugasnya.
BAB II
KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
A. Pengertian Komisi Perlindungan Anak
Sebelum memberikan pengertian tentang komisi perlidungan anak,
penulis terlebih dahulu menjelaskan pengertian satu persatu dari tiga suku kata di
atas. Pertama pengertian “komisi” menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu
sekolompok orang yang ditunjuk atau diberi wewenang oleh pemerintah untuk
menjalankan sebuah tugas tertentu.1
Adapun pengertian yang kedua yaitu terkait dengan “perlidungan anak”.
Guna tidak terjadi kesalahpahaman dalam definisi, penulis terlebih dahulu
mendefinisikan istilah tentang “anak”, hal tersebut agar tidak terjadi
kesalahpahaman serta multitafsir terhadap dalam dua istilah tersebut.
Definisi tentang Anak, dipahami berbeda dalam setiap disiplin ilmu,
sesuai dengan sudut pandang dan pengertian masing-masing. Menurut UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih di dalam kandungan.2 Pengertian anak dalam kedudukan hukum meliputi
1
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online. Akses Pada: http://artikata.com/arti-335802komisi.html. Tanggal 27 Desember 2013. Pukul 05.32 WIB
2
Prabowo, Budy, Anak-anak Korban Tsunami:Mereka Perlu Perlindungan Khusus,
(Media perempuan Edidi No.6 Biro Umum dan Humas Kementrian Pemberdayan Perempuan
Republik Indonesia), Jakarta, 2004, hal. 11-14.
20
21
pengertian kedudukan anak dari pandangan sistem hukum atau disebut
kedudukan dalam arti khusus sebagai subjek hukum. Kedudukan anak dalam
artian tersebut meliputi pengelompokan ke dalam subsistem dari pengertian
sebagai berikut:3
a. Pengertian anak dalam Undang-Undang Dasar 1945
Pengetian anak menurut pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945.
Mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan status anak dalam
bidang politik, karena menjadi dasar kedudukan anak, dalam kedua
pengertian ini, yaitu anak adalah subjek hukum dari sistem hukum
nasional yang harus dilindungi, dipelihara, dibina untuk mencapai
kesejakteraan. Pengertian menurut Undang-Undang Dasar 1945 dan
pengertian politik melahirkan atau mendahulukan hak-hak yang harus
diperoleh anak dari masyarakat, bangsa dan negara atau dengan kata
yang tepat pemerintah dan masyarakat lebih bertanggung jawab terhadap
masalah sosial yuridis dan politik yang ada pada seorang anak.
b. Pengertian anak dalam hukum Pidana
Pengertian kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana diletakkan
dalam pengertian anak yang bermakna”penafsiran hukum secara
negatif” dalam arti sesorang anak yang bersetatus sebagai subjek hukum
yang seharusnya bertanggung jawab terhadap tindak pidana (strafbaar
3
Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak,
(Jakarta: PT Gramedia Widiasrana Indonesia, 2000), hal.17
22
feit) yang dilakukan oleh anak itu sendiri, ternyata karena kedudukan
sebagai seorang anak yang berada dalam usia belum dewasa diletakkan
sebagai seseorang yang mempunyai hak-hak khusus dan perlu untuk
mendapatkan perlakuan khusus menurut ketentuan hukum berlaku.
c. Menurut Undang-Undang nomor 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak, anak adalah seseorang yang berusia dibawah 21 tahun dan belum
menikah. Anak adalah makhluk sosial seperti orang dewasa. Anak
membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan
kemampuan, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa
orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang
normal.4 Jhon Locke berpendapat bahwa anak adalah pribadi yang masih
bersih terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.5
d. Pengertian anak menurut pandangan Psikologi
Berbeda dengan perpektif hukum yang mendefinisikan anak sebagai
individu berusia dibawah 18 tahun, dalam perspektif psikologi, anak
adalah individu yang berusia antara 3-11 tahun. Diatas usia 11 tahun
individu di anggap sudah memasuki usia remaja. Selain didasarkan oleh
tanda-tanda pekembangan fisik, yang memang sangat jelas membedakan
4
Mulyanto, Model Pengembangan Anak Dalam Perlindungan Khusus .(Laporan
Penelitian Pada Konfeksi Nasional Kesejakteraan Sosial Ketiga), DNIKS, Bukittinggi, Ta h.67
5
Ras Eko Budi Santoso, Pengertian Anak, di akses pada tanggal 11-07-2013 dari
http://ras-eko.blogspot.com/2012/12/pengertian-anak.html
23
anak dengan individu yang sudah memasuki masa remaja, perbedaan
juga didasarkan perkembangan kognisi dan moral individu.6
Karena terdapat banyak definisi mengenai tentang anak, maka sesuai
penelusuran penulis, pendekatan yang dilakuakan lebih mengarah pada objek
perlindungan anak, seperti yang didefinisikan dalam UU No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak dalam pasal 1 ayat (1) bahwa “anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan”.7
Adapun mengenai kata “perlindungan”, secara etimologi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata lindung, yaitu yang dalam konteks ini
berarti menyelamatkan atau memberikan pertolongan supaya terhidar dari
bahaya.8 Secara sederhana kata perlindungan memiliki tiga unsur, yaitu adanya
subjek yang melindungi, adanya objek yang terlindungi, serta adanya instrumen
hukum sebagai upaya tercapai perlindungan tersebut.
Ketika kata “perlidungan” dengan
kata “anak” digabungkan maka
definisinya juga cukup sangat spesifik. Beberapa pengertian tentang kedua kata
ini (baca: perlidungan anak) sering juga didefinisikan dengan segala kegiatan
6
LBH Jakarta, Mengawal Perlidungan Anak Berhadapan dengan Hukum, (LBH
Jakarta: Jakarta, 2012), hal. 12
7
8
Pasal 1 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
Tim Penyusunan Pusat Pembimbing dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD,
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hal.35
24
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusian serta mendapatkan perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi.
Ditinjau secara garis besar, disebutkan perlindungan anak dapat dibedakan dalam
dua pengertian:
a.
Perlindungan
anak
yang
bersifat
yuridis,
yang
meliputi
perlindungan dalam Bidang Hukum publik dan Bidang Hukum
keperdataan.
b. Perlindungan yang bersifat non yuridis, meliputiBidang sosial,
Bidang kesehatan dan Bidang pendidikan
Menurut Arif Gosita mengatakan perlindungan anak adalah suatu usaha
melindungi anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Hukum
perlindungan anak dalam hukum (tertulis maupun tidak tertulis) yang menjamin
anak benar-benar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.9 Sedangkan
Bismar Siregar menyebutkan bahwa aspek hukum perlindungan anak, lebih
dipusatkan kepada hak-hak yang diatur hukum dan bukan kewajiban,
mengingatkan secara hukum (yuridis) anak belum dibebani kewajiban.10
9
Arief Gosita, Masalah Perlindungan Anak, (Jakarta Akademi: Presindo, 1989), hal.52
10
Bismar Siregar Dalam Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta:
Bumi Aksara, 1990), hal. 15
25
Pengertian perlindungan anak juga dapat dirumuskan sebagai:11
a. Suatu perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Keadilan
ini merupakan keadilan sosial, yang merupakan dasar utama
perlindungan anak.
b. Suatu unsur bersama melindungi anak untuk melaksanakan hak dan
kewajiban secara manusiawi dan positif
c. Suatu permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial.
d. Suatu hasil interaksi dari pihak-pihak tertentu, akibat dari adanya suatu
interelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhinya.
e. Suatu tindakan individu yang dipengaruhi oleh unsur-unsur sosial
tertentu atau masyarakat tertentu.
f. Suatu tindakan hukum (yurudis) yang dapat mempunyai akibat hukum
yang harus diselesaikan dengan berpedoman dan berdasarkan hukum.
g. Merupakan suatu bidang pembangunan hukum nasional.
h. Merupakan suatu bidang pelayanan sukarela (voluntarime) yang luas
lingkup dengan gaya baru.
Jadi bisa kesimpulan yang diambil oleh penulis dalam definisi komisi
perlidungan anak adalah suatu sekelompok orang yang di beri wewenang oleh
pemerintah untuk melindungi anak-anak Indonesia, baik melindungi dari
11
Maidin Gultorn, Perlindungan Hukum terhadap Anak, (Bandung : PT. Refika
Aditama, 2008), hal. 36
26
kekerasan, ekspolitasi, perdagangan dan sebagainya yang mengakibatkan hakhak anak terlantar.
B. Asal Usul Berdirinya KPAI
Komisi Perlindungan Anak Indonesia adalah sebuah lembaga negara yang
bersifat independen, dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang No.23 tahun
2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang tersebut di sahkan oleh sidang
Paripurna DPR pada tanggal 22 september 2002 dan di tandatangani oleh
Presiden Megawati Soekarno Putri pada tanggal 20 Oktober 2002. Setahun
kemudian sesuai pasal 76 Undang-Undang Perlindungan Anak, Presiden
menerbitkan KEPPRES Nomer 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI). Diperlukan waktu sekitar 8 Bulan untuk memilih dan
mengangkat anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia seperti yang di atur
dalam peraturan perundang-undangan tersebut.12
Nama dari Komisi perlindungan Anak Indonesia dipilih berdasarkan
Komnas Perlindungan Anak yang setara dengan nama Komnas HAM dan
Komnas Perempuan, karena sama-sama di bentuk berdasarkan Undang-undang
atau keputusan presiden telah terlebih dahulu di pakai oleh LSM yang
pembentukannya di lakukan melalui akta notaries. Ketika dalam pembahasan
12
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk
Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.1
27
RUU perlindungan anak, iantara PANSUS DPR dan wakil pemerintah di
sepakati untuk mencari dan menggunakan nama Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI), karena LSM tersebut tidak bersedia menganti nama baru itu
memerlukan pemikiran, waktu, strategi, usaha, tenaga, dan biaya ekstra agar
dapat dikenal dan dipahami perbedaan oleh masyarakat, yaitu mana yang komisi
Negara dan mana yang LSM.
Komisi Perllindungan Anak Indonesia adalah Komisi Negara yang
dibentuk berdasarkan amanat Pasal 74, 75 dan 76 dari UU No. 23 Tahun 2002
tentang Komisi Perlindungan Anak, yang di sahkan pada tanggal 20 Oktober
2002. Pembentukan Komisi Perllindungan Anak Indonesia, di lakukan melalui
KEPPRES No. 77 Tahun 2003, dan Pengangkatan anggota Komisi Perlindungan
Anak Indonesia Berjumlah 9 orang dan tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang,
yang dipilih mewakili unsur yang tercantum dalam UU yang dipilih dan di
angkat berdasarkan persyaratan serta prosedur yang di atur dalam ketentuan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.13
Berdasarkan ketentuan di atas, maka status Komisi Perlindungan Anak
Indonesia sejajar dengan Lembaga Komisi-Komisi milik Negara lainnya, seperti
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Penyiaran
13
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk
Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.3
28
Indonesia (KPI) Komisi Yudisial (KY), dan Komisi Pengawasan Persaingan
Usaha (KPPU). Ada sedikit perbedan antara Komisi Perlindungan Anak
Indonesia dengan Komisi Ombusdmen dan Komisi Nasional Perlindungan
Perempuan (Komnas Perempuan).Komisi-komisi tersebut hanya di bentuk
berdasarkan Keputusan Presiden atas tuntutan keadaan, tetapi belum di
amanatkan oleh Undang-Undang.Namun demikian, Komisi-Komisi itu pun
adalah Komisi Negara bukan LSM.
Sebagai Komisi Negara, Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas
untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan bersifat independen agar
terbatas dari pengaruh atau intervensi dari kepentingan- kepentingan lain di luar
kepentingan terbaik bagi anak. Ketentuam di maksud tercantum didalam Pasal 74
dari UU perlindungan anak.Komisi Perlindungan Anak Indonesia dapat tidak
seiringan dan sejalan dengan berbagai pilihan termasuk kebijakan eksekutif,
legislatif atau yudikatif dalam membelah kepentingan dan melindungi hak-hak
anak.
Status sebagai komisi Negara yang independen, harus bebas dari
intervensi dari berbagai pihak kekuasan dalam rangka pemenuhan hak dasar
pelindungan anak secara nasional atau daerah. Dengan kata lain setiap anggota
Komisi Perlindungan Anak Indonesia baik secara pribadi maupun kelompok
memiliki resiko dalam melindungi hak-hak anak. Apabila dalam budaya
masyarakat Indonesia yang masih beranggapan bahwa urusan anak adalah bagian
29
dari “privasi” keluarga yang tidak perlu melibatkan orang lain apalagi Komisi
Perlindungan Anak Indonesia, Namun UU Perlindungan Anak menolak terhadap
tersebut sehingga Komisi perlindungan Anak Indonesia Memiliki kewenangan
Untuk melakukan perlindungan terhadap hak-hak anak baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, maupun publik.14
Dalam sejarahnya, sebelum KPAI berdiri seperti sekarang, rangkaian
sejarah tentang upaya perlidungan anak di Indonesia telah lama digagas. Hal
tersebut berawal dari rangkaian sidang umum PBB (1989), tepatnya pada tanggal
20 November 1989, majellis Umum PBB telah menyetujui dan mensahkan
rumusan Konvensi Hak-Hak Anak (KHA) yang di kenal dengan sebutan
Convention On The Rights Of The Child (CRC) termasuk di ikuti oleh wakil
delegasi pemerintahan Indonesia yang telah ikut serta secara aktif merumuskan
dan membahas naskah serta mendatangani kesepakatan tersebut.
Dalam dokumen konvensi Hak-Hak Anak(KHA) secara garis besar di
bagi atas tiga bagian dengan pasal 54, karena itu KHA merupakan bagian yang
tidak bias dipisahkan dari Deklarasi HAk Asasi Manusia (Declaration Of Human
Right PBB 1948). Dan Deklarasi Hak-Hak Anak PBB (1959). Karena itu, KHA
adalah merupakan bagaian yang tidak terpisahkan dari Deklarasi Hak Asasi
Manusia (Declaration of Human Right PBB – 1948).Dengan demikian dapat
14
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk
Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.5
30
dikatakan bahwa Upaya Perlindungan terhadap hak-hak anak merupakan
perlindungan terhadap hak-hak anak berarti pelanggaran terhadap hak asasi
manusia (HAM).15
Salah satu tugas pokok Komisi Perlindungan Anak Indonesia tercantum
dalam pasal 76, huruf a dari UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.Kegiatan tersebut sangat penting bagi Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) sebagai Lembaga Negara yang bersifat independen dalam
membela kepentingan terbaik bagi anak.Setiap warga Negara yang peduli
terhadap nasib anak, patut memberikan perlindungan terhadap anak baik fisik,
mental, ekonomi yang rentan terhadap kekerasan eksploitasi, perdagangan, social
maupun hokum. Di samping itu anak juga merupakan kelompok pendudukan
yang rentan terhadap kekerasan, pemaksaan, eksploitasi, diperdgangkan oleh
orang dewasa, bahkan ada yang dilakukan dengan hal tertentu, salah satu tugas
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah menerima pengaduan
masyarakat tentang pelanggaran hak-hak anak. Dan untuk menuntaskan
pengaduan masyarakat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dapat
menindaklanjuti penanganan dan pengaduan tersebut melalui pelayanan kepada
instansi atau lembaga fungsional yang bertanggung jawab guna memberikan
15
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk
Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.9
31
perlindungan, rehabilitasi, reginterasi dan reunifikasi anak kedalaman lingkungan
kehidupan keluarga dan masyarakat sekitarnya16
Dengan demikian KPAI di bentuk Sekurang-kurangnya berlandasan pada:
a. UUD1945, pasal 27 dan 28 (hasil amandemen)
b. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
c. Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 Tentang Ratifikasi KHA PBB
d. Keputusan Presiden No. 77 tahun 2003 tentang KPAI
e. Keputusan Presiden No. 95 Tahun2004 Tentang Pengangkatan Anggota
KPAI.17
C. Struktur Organisasi KPAI
Pemilihan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia, sejak Awal
telah diatur di dalam Pasal 75 ayat (2) dari UU No. 23 Tahun 2002 bahwa
keaggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia
berdasarkan dari unsur
masyarakat agar dapat dapat menggambarkan sifat independennya. Karena itu
tidak ada unsure wakil yang dominan (memiliki wakil lebih dari 1 orang). Status
kesejakteraan itu di formulasikan secara tegas dalam Keppres No. 95/M tahun
2004 tentang pengankatan Anggota komisi Perlindungan Anak Indonesia dengan
16
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk
Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.1
17
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk
Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.15
32
menyebutkan nama dan wakil, tanpa disebutkan posisi atau jabatan sebagai
ketua, wakil ketua atau seketaris, setiap orang hanya di sebutkan sebagai
anggota. Karena itu siapapun yang terpilih atau di prcaya oleh anggota sebagai
ketua, wakil ketua atau sketaris maka kedudukan tersebut bukan pemimpin yang
memiliki otoritas lebih tinggi tetapih lebih berfungsi sebagai koordintor
pengaturan pembagian tugas diantaranya anggota.Dengan demikian Jabatan atau
posisi tersebut tidak bersifat structural seperti di dalam organisasi yang dikenal
selama ini. Kepemimpinan Komisi Perlindungan Anak Indonesia lebih bersifat
kolektif kolegal bukan hierarkis structural dengan system organisasi tersebut
”Flats Organization Model”. Dalam ketentuan tata tertib Komisi Perlindungan
Anak Indonesia dikatakan bahwa setiap anggota memiliki kewenangan untuk
melakukan tindakan atau mengirim surat dan lain sebagainya dalam memberikan
perlindungan dari kepentingan terbaik bagi anak, dengan tetap memberikan
laporan dan informasi kepada anggota lain sesegera mungkin.
Adapun keorganisasian KPAI bisa dlihat dalam pasal 75 (1) UU No. 23
Tahun 2002 disebutkan bahwa, susunan keanggotaan KPAI terdiri dari: a) Satu
orang ketua; b) Dua orang wakil; c) Satu orang seketaris; d) Lima orang
anggota.18
18
Undang-Undang Perlindungan Anak, UU RI No.23 Tahun 2002, (Jakarta :Sinar
Grafika, 2009), cet ke 4, hal.27
33
Sedangkan unsur yang mewakili keaggotaan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia disebutkan bahwa di dalam pasal 75 ayat (2) : “keanggotan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia sebagai mana yang di maksud didalam pasal (1)
terdiri dari unsur”.a) Pemerintah; b) Tokoh Agama; c) Tokoh Masyarakat; d)
Organisasi Sosial; e) Organissi Kemasyarakatan, f) Organisasi Profesi; g)
Lembaga Swadaya masyarakat; h) Dunia usaha dan i) Kelompok Masyarakat
yang Perduli Terhadap Perlindungan Anak.19
Mengenai
pengangkatan
dan
pemberentian
keanggotan
Komisi
Perlindungan Anak Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun
2002 Tentang Pelindungn Anak pada pasal 75 ayat (3) : 20 “keanggotaan Komisi
Perlindungan Anak Indonesia sebagai Mana Yang dimaksud pada ayat (1) dan
(2) dianggkat dan di berhentikannya oleh presiden mendapat pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Untuk masa Jabatan 3 (tiga)
tahun dapat dianggkat kembali untuk 1(satu) kali masa jabatan.
D. Visi dan Misi KPAI
Berdasarkan tugas yang diemban komisi perlindungan anak Inonesia
(KPAI) serta tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan kondisi ideal anak
19
Undang-Undang Perlindungan Anak, UU RI No.23 Tahun 2002, (Jakarta :Sinar
Grafika, 2009), cet ke 4,hal.27
20
Undang-Undang Perlindungan Anak, UU RI No.23 Tahun 2002, (Jakarta :Sinar
Grafika, 2009), cet ke 4,hal.27
34
Indonesia, maka visi komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI) ditetapkan:
“efektifitas penyelenggaraan anak di Indonesia untuk mewujudkan Anak
Indonesia yang berakhlak mulia, sehat, cerdas, ceria dan terlindungi”.
Disamping itu terdapat juga visi Komisi Perlindungan Anak Indonesia
yang lain yaitu “terjamin” terpenuh dan terlindunginya hak-hak anak
Indonesia.Visi tersebut meliput 2 aspek yaitu:
a. Komisi Perlindungan Aak Indonesia (KPAI) mengutamakan promosi dan
upaya
pencegahan
terhadap
pelanggaran
hak-hak
anak
tanpa
meninggalkan upaya represif dan kuratif.
b. Komisi Perlindungan Anak Indonesia berupaya mengayomi, melindungi,
memenuhi hak-hak anak termasuk upaya rehabilitasi dan reintegrasi anak
dengan keluarga dan lingkungan, untuk dapat mewujudkan visi tersebut
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) harus mampu menjadi
lembaga negara yang independen, terpercaya dan melindungihak-hak anak
baik di dalam maupundi luar lingkungan rumah tangga.
Adapun guna dapat mewujudkan visi diatas Komisi Perlindungan Anak
Indonesia memiliki sejumlah misi yang akan dilakukan setidak-tidaknya untuk
5-6 tahun antara lain sebagai berikut:21
21
Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Lembaga Negara Independen untuk
Perlindungan Anak. (Jakarta: KPAI, 2006), hal.23-24
35
a) Menyadarkan semua pihak terutama orangtua, keluarga, masyarakat dan
negara akan pentingnya perlindungan hak-hak anak.
b) Menyadarkan anak-anak sendiri akan hak-haknya.
c) Menerima pengaduan masyarakat dan memfasilitasi pelayanan terhadap
kasus-kasus pelanggaran hak-hak anak.
d) Melakukan penkajian, penelahaan dan penelitian terhadap berbagai
peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah dan pelaksanaan
program penyelenggaraan perlindungan anak ditingkat pusat dan daerah.
e) Membangun kerjasama dan kemitraandengan berbagai pihak dalam
rangka perlindungan hak-hak anak.
f) Mengumpulkan data informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
penyelenggaraan perlindungan anak.
g) Melakukan pengawasan terhadap penyelenggara perlindungan anak yang
dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.
h) Memberikan masukan, saran dan pertimbangan kepada berbagai pihak
terutama pemerintah (presiden) dalam meningkatkan perlindungan hakhak anak.
i) Melakukan kerjasama dengan beragai lembaga donor tingkat nasional dan internal
dalam pelaksanaan perlindungan anak.
36
E. Peraturan Tentang Perlindungan Anak
Kegiatan perlindungan anak merupakan suatu tindakan hukum yang
membawa akibat hukum. Oleh sebab itu perlu adanya jaminan hukum bagi
kegiatan perlindungan anak. Ada beberapa alasan mengapa anak perlu dilindungi
dalam kasus hukum,, menurut Pater Newel dalam bukunya Taking Children
Seriously: A proposal for Children„s Rights Commisionermenyebutkan antara
lain:
a) Biaya untuk melakukan pemulihan akibat dari kegagalan dalam memberikan
perlindungan anak sangat tinggi. Jauh lebih tinggi dari biaya yang
dikeluarkan jika anak-anak memperoleh perlindungan.
b) Anak sangat berpengaruh langsung dan berjangka panjang atas tindakan atau
perbuatan (action) atau ketiadaan tindakan/perbuatan (unaction) dari
pemerintah atau kelompok lainnya.
c) Anak selalu mengalami kesenjangan dalam pemberian pelayaran publik.
d) Anak tidak mempunyai hak suara, dan tidak mempunyai kekuatan lobby
untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah .
e) Anak pada banyak situasi tidak dapat mengakses perlindungan dan
pemenuhan hak-hak anak.
f)
Anak lebih beresiko dalam eksploitasi dan penyalagunaan.22
22
LBH Jakarta, Mengawal Perlidungan Anak Berhadapan dengan Hukum, (LBH
Jakarta: Jakarta, 2012), hal. 17
37
Untuk itu sangat urgen, manakala perlidungan hak anak dalam hukum
diatur sedemikian rupa.Baik yang skalanya nasional maupun internasional.Dalam
skala nasional peraturan perundang-undangan di Indonesia terkait masalah anak
telah diatur sejak lama, bahkan dirasa cukup komprehensifmeskipun terdapat
beberapa aturan yang sudah tidak relevan lagi.23Di bawah ini upaya negara dalam
menjamin hak-hak anak secara umum:
1)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
2)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
3)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak;
4)
Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tenang Konvensi Hak Anak;
5)
Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1998 tentang Usaha Kesejahteraan
Sosial Bagi Anak;
6)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999Tentang Hak Asasi Manusia;
7)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;
8)
Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 Tentang Komisi Perlindungan
Anak Indonesia;
9)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga;
23
Lihat “KPAI Desak DPR Revisi Undang-Undang Perlidungan Anak”, diakses pada:
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/01/29/3/126901/KPAI-Desak-DPR-RevisiUU-Perlindungan-Anak. Tanggal 24 Desember 2013 Pukul 14.05 WIB
38
10) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlidungan Saksi dan
Korban;
11) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Dalam konteks perlidungan bagi anak, secara khusus Indonesia sendiri
telah mengatur beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan tentang
perlidungan anak, seperti yang dijabarkan di atas yaitu Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Nomor 4 tentang Kesejahteraan
Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
beberapa peraturan lain yang berkaitan dengan masalah anak.
Mengacu pada landasan normatif, dalam Undang-undang No. 23 Tahun
2002 tentang Perlidungan Anak bahwa ada dua konsepsi mengenai perlidungan
anak. Yang pertama terkait dengan definisi umum yang menjelaskan bahwa
Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.24 Dan yang kedua yaitu
perlidungan anak secara khususyaitu perlindungan yang diberikan kepada anak
dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok
24
Pasal 1 Ayat (2) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
39
minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan
narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban
penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau
mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan
penelantaran.25Jadi bisa disimpulkan upaya perlidungan yang diberikan dalam
undang-undang yaitu terkait masalah perlidungan secara umum dan khusus.
Adapun upaya penyelenggaraan perlidungan anak berasaskan pancasila
dan berlandaskan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945
serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak Anak meliputi:Non diskriminasi,
Kepentingan yang terbaik bagi anak, Hak untuk hidup, kelangsungan hidup,
perkembangan dan Penghargaan terhadap anak.26
Lebih lanjut dalam Pasal 3 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlidungan Anak, perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat martabat manusia, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak, mulia dan sejahtera.27Perlindungan anak diusahakan oleh
25
Pasal 1 Ayat (15) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
26
Pasal 2 Ayat Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
27
Pasal 3 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
40
setiap orang, orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun Negara. Pasal
20 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan:Negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.28
Kewajiban dan tanggung jawab Negara dan Pemerintah dalam usaha
perlindungan anak diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu:
a) Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, jenis kelamin,etnik, budaya, dan bahasa, status hukum
anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental (Pasal 21);
b)
Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan
perlindungan anak (Pasal 22);
c)
Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan
memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang
secara
umum
bertanggung
jawab
terhadap
anak
dan
mengawasi
penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 23);
d) Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan
pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24).29
Dalam pasal 5 dijelaskan pula tentang Kewajiban dan tanggungjawab
masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran
28
Pasal 20 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
Pasal 21-24 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
29
41
masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.30 Adapun kewajiban
tanggungjawab keluarga dan orang tua dalam usaha perlindungan anak diatur
dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang
Perlidungan Anak, yaitu:
a) Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b) Menumbuhkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
c) Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.31
Kaitannya dengan kasus kekerasan seksual , Undang-undang No. 23
Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak pun telah mengaturnya, yang mana
upaya perlidungan kekerasan seksual termasuk dalam kategori upaya perlidungan
anak secara khusus menurut undang-undang ini.
Upaya perlidungan khusus
kasus kekerasan seksual bisa dilihat dalam pasal 66 dari ayat 1-3 yaitu:
1) Adapun kewajiban dan tanggung jawab dalam kasus ini merupakan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah danmasyarakat.32
2) Pada pasal 62 ayat (2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi
sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui:
30
Pasal 25 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
31
Pasal 26 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
32
Pasal 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
42
a) penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturanperundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan anakyang dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual;
b) pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan c. pelibatan berbagai
instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya
masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap
anak secara ekonomi dan/atau seksual.
3) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).33
33
Pasal 66 ayat 1-3 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
BAB III
KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
Hari-hari ini banyak kasus kekerasan seksual terjadi pada anak, hal
tersebut membawa dampak yang sangat buruk pada masa perkembangannya.
Sebelum membahas lebih jauh, guna menghindari salah persepsi mengenai kekerasan
seksual terhadap anak, penulis terlebih dahulu merinci satu persatu mulai dari definisi
hingga bentuk perlindungan hukum mengenai kekerasan seksual terhadap anak. Hal
tersebut dapat menangkap pemahaman yang lebih komprehensif dalam menelaah
sebuah permasalahan.
A. Pengertian Kekerasan Seksual terhadap Anak
Kata “kekerasan” dan “seksual” merupakan dua suku yang mempunyai
arti berbeda. Jika kita telusuri, kata “kekerasan” setra dengan kata “violence“
dalam bahasa inggris. Kata tersebut berkaitan erat dengan kata latin
“vis”dan”latus”, makna pertama berupa daya atau kekuatan sedangkan yang
kedua membawa kekuatan.1
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, kata kekerasan diartikan sebagai:
a) perihal yang bersifat,berciri keras; b) Perbuatan seseorang atau sekelompok
orang yang menyebabkan kerusakan
1
fisik atau barang orang lain; c)
I. Marshana Windu, Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan Galtung, (Yogyakarta:
Kanisius, 1992), hal. 63
43
44
paksaan.2Sedangkan dalam pengertiannya, kekerasan didefinisikan sebagai
wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit
atau penderitaan pada orang lain. Di mana salah satu unsur yang perlu
diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan atau tidak adanya
persetujuan pihak lain yang dilukai.3
Pengertian lainmengenai kekerasan seperti yang dituturkan oleh Musda
Mulia bahwa kekerasan merupakan perilaku yang bersifat menyerang (offensive),
atau bertahan (defensive) yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain,
baik yang bersifat terbuka (overt) atau tertutup (covert).4Dalam pengertian
pskologis, menurut Soekanto kekerasan merupakan perbuatan yang dapat
menimbulkan luka fisik, pingsan maupun kematian yang terdiri dari lima faktor,
yaitu:
a) Kekerasan tanpa menggunakan alat atau dengan tangan kosong
b) Kekerasan menggunakan alat
c) Kekerasan mengkobinasikan alat dengan tangan kosong
d) Kekerasan individu
2
Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2005), cet. Ke-3, hal. 550
3
Abdul Wahid dan Muhamad Irfan,Perlindungan Terhadap KorbanKekerasan Seksual
(advokasi atas hak asasi perempuan), (Bandung: RefikaAditama, 2001), hal. 54
4
Siti Musdah Mulia, dkk, Meretas Jalan Kehidupan Awal Manusia; modul pelatihan
untuk pelatih hak-hak reproduksi dalam perspektif pluralism, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama
dan Jender, 2003), hal. 104
45
e) Kekerasan kelompok.5
Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, penulis meringkas serta
menyimpulkan bahwa kekerasan merupakan sebuah tindakan nyata (actual) atau
intimidasi (semi-aktual) yang dilakukan oleh pelaku kepada korbannya, yang
berakibat pada korban menderita secara fisik, materi, mental maupun psikis.
Setelah mengetahui pengertian kekerasan, tak luput pula pembahasan
pengertian (derivasi)seksual untuk dibahas di sini.Secara sederhana, seksual
adalah perbedaan bilogis antara perempuan dan laki-laki atau yang biasa disenut
dengan “jenis kelamin”. Dalam perjalanannya, pengertian seksual ketika
disandarkan kepada kata lain akan mengalami makna secara berbeda, seperti
mengandung makna intim, mesra, hubungan seksual antara pria dan perempuan.
Jadi, jika kita menyandarkan antara kata “kekerasan” dan kata “seksual”
mempunyai makna yaitu sebuah tindakan nyata (actual) atau intimidasi (semiaktual)yang berhubungan dengan keintiman atau hubungan seksualitasyang
dilakukan oleh pelaku kepada korbannya dengan cara memaksa, yang berakibat
korban menderita secara fisik, materi, mental maupun psikis.
Dalam perjalannya, kasus-kasus kekerasan sering terjadi atau sangat
rentan korbannya adalah anak-anak atau perempuan,6hal ini dikarenakan
5
Sukanto, Jurnal Psikologi UI, (Jakarta: UI Press, 1980), hal. 34
46
terdapatnya asumsi patriarkisbahwa baik anak-anak maupun perempuan
mempunyai kelemahan (daya) tersendiri.Hal itu senada dengan pendapatnya Jane
R. Chapman yang mengatakan bahwa kekerasan seksual marak terjadi pada
anak-anak dan perempuan,hal itu terjadi secara universal di setiap wilayah,7
termasuk juga Indonesia.
Dalam konteks kekerasan seksual yang relasinya terhadap anak adalah
merupakan dua bentuk kekerasan seksual yang objeknya adalah anakanak.Kekerasan seksual terhadap anak dapat didefinisikan sebagai hubungan atau
interaksi antara seseorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau anak yang
lebih banyak nalar atau orang dewasa seperti orang lain, saudara kandung atau
orangtua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi
kebutuhan seksual si pelaku, baik dengan ancaman, suap, tipuan atau tekanan.8
Definisi yang cukup komprehensif juga diberikan oleh Baker dan Ducan
yaitu kekerasan seksual pada anak adalah jika ada seorang anak dilibatkan dalam
kegiatan yang bertujuan untuk membangitkan gairah seksual pada pihak yang
6
Ratih Pusoitasari, Pemasaran Sosial Peningkatan Pendidikan Seksual Oleh Orang Tua,
(Depok:FISIF UI, 2009), hal. 1
7
Achie Sudiarti Luhulima, Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekereasan terhadap
Perempuan dan Alternatif Pemecahannya, (Jakarta: Pusat Kajian Wanita dan Gender UI, 2000),
hal. 78
8
Lihat “Pusat Data dan Informasi EksploitasiSeksual Komersial Anak (Pusdatin
Eska)”,http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_content&view=article&id=
524:pusat-layanan-dan-informasi-eksploitasi-seksual-komersial-anak-pusdatineska&catid=68:lsm-nasional&Itemid=97. Diakses pada tanggal 6 Desember 2013, 19. 07 WIB
47
mengajak, dan pihak yang mengajak telah matang.Secara operasional, definisi
Baker dan Ducan bisa meliputi segala hal, seperti:
a) Antaranggota keluarga, dengan orang dari luar keluarganya atau
dengan orang asing sama sekali.
b) Hanya terjadi sekali, terjadi beberapa kali dengan orang yang sama
atau terjadi beberapa kali dengan orang yang berbeda-beda.
c) Tak ada kontak fisik (bicara cabul), ada kontak fisik (diraba, dibelai,
mastrubasi bahkan terjadi senggama.9
B. Bentuk Kekerasan Seksual
Sebenarnya jika dilihat dari hakekatnya, kekerasan secara umum
dibedakan dari aspek bentuk dan jenisnya. Baik kekerasan fisik, kekerasan
seksual, kekerasan ekonomi maupun kekerasan politis. Karena konsen penulis
menganalisa kekerasan seksual, maka jenis serta bentuknya pun berbeda.
Dari tahun ketahun bentuk kekerasan seksual beragam macam bentuknya.
Seperti yang dijelaskan oleh E. Kristi Poerwandari, bahwa kekerasan seksual
mencakup kegiatan melakukan tindakan yang mengarah ke-ajakan maupun
desakan seksual seperti menyentuh, meraba, mencium atau melakukan tindakantindakan lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban, untuk menonton
produk pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban,
9
Wirawan Sarlito, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), edisi
revisi, hal. 177
48
uccapa-ucapan
yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah pada
aspek jenis kelamin (seks) korban, memaksa berhubungan seks dengan bentuk
kekerasan fisik maupun tidak, memaksa melakukan aktivitas-aktivitas seksual
yang disukai, merendahkan, menyakiti ataupun melukai korban yaitu korbannya
anak-anak.
Secara spesifik bentuk-bentuk kekerasan seksual pada anak berdasarkan
bentuknya terdapat 4 (empat macam, yaitu:
a) Perkosaan atau Pencabulan
Baik perkosaan maupun pencabulan merupakan dua bentuk kekerasan
seksual yang melanggar norma hukum. Bentuk perkosaan ataupun
pencabulan merupakan dua istilah yang saling bersatu padu, namun
terdapat kesamaan makna yaitu memaksa seorang untuk dijadikan objek
hasrat seksual.Dalam bentuknya pristiwa ini sering terjadi seperti
perkosaan oleh seorang yang lebih tua kepada seorang yang lebih muda
umurnya (anak) untuk melakukan kontak fisik (memasukan alat kelamin
anak) atau menggunakan penetrasi seksual berbeda seperti sodomi atau
sejenisnya.
b) Pelecehan seksual
Dalam pelecehan seksual terhadap anak, biasanya
pelaku lebih
menggunakan cara-cara halus dan tidak ekstrem namun berakibat fatal
kepada kondisi psikis anak.Bentuk pelecehan seksual anak seperti meminta
atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual.
49
c) Percobaan Perkosaan
Untuk memenuhi hasrat seksualnya, sering kali percobaan perkosaan pada
anak sering terjadi.Percobaan perkosaan bisa berbentuk seperti melakukan
hal-hal yang tidak senonoh (mencium, meraba, dan sejenisnya) tanpa
sepengetahuan si korban.
d) Menampilkan Pornografi
Pada bentuk ini, seorang anak dipaksa untuk Memberikan paparan yang
tidak senonoh dari alat kelamin anak, seperti menampilkan bentuk fisik
tubuh, tak lain untuk mengundang hubungan seksual terhadap anak.10
C. Faktor Penyebab Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual pada anak menunjuk pada tindakan pemaksaan
seksual pada seorang anak oleh orang dewasa yang memiliki kekuatan,
pengetahuan, dan akal yang lebih besar.11Para pelaku kekerasan seksual terhadap
anak seringkali adalah orang-orang yang telah dikenal baik oleh korban, seperti
tetangga, kakek, sepupu, paman, guru, bahkan orang tua kandung sendiri, ayah
angkat, seperti yang terjadi pada kasus yang dialami Meti pada ceritera di atas.
Informasi dari Komnas Perlindungan Anak Indonesia sejak tahun 2006- (2009)
menunjukan bahwa 1dari 6 kasus perkosaan adalah kasus incest, yaitu kekerasan
10
Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Pelecehan_Seksual_Terhadap_Anak.
tanggal 6 Desember 2013, 19. 15 WIB
11
Diakses
pada
Cynthia Crosson Tower, Child Abuse and Neglect, (Washington: National Education
Association, T.t), hal. 26.
50
yang dilakukan oleh keluarga sedarah ataupun orang yang tinggal dalam satu
rumah (ayah kandung, saudara kandung, paman, kakek, ayah tiri, dan
keponakan).12 Hal ini juga didukung oleh pendapat dari Liz hall dan Siobhan
Lioyd yang mengatakan “Kekerasan seksual pada anak banyak dilakukan oleh
ayah atau seseorang yang memiliki figur seorang ayah.”13
Penyebab adanya kasus-kasus kekerasan pada anak khususnya yang
terjadi dalam keluarga, adalah karena ketidakharmonisan antara suami-istri yang
seringkali menjadi pendorong yang kuat bagi sang suami melakukan tindakan
kekerasan seksual pada anak perempuannya. Keadaan seperti akan semakin
mudah dilakukan oleh sang ayah, karena selama ini ayah dianggap sebagai orang
yang paling berkuasa dalam rumah tangga, sehingga anak tidak mempunyai
kekuatan untuk melakukan perlawanan, dan jika ada perlawanan, ujung-ujungnya
anak juga yang mengalami kesakitan.
Ada juga kekerasan seksual yang terjadi pada anak yang cacat. Dalam
melakukan kekerasan pada anak yang cacat, pelaku menjadi sangat mudah
melakukan tindakannya yang biadab tersebut, melihat kondisi anak cacat yang
tidak memungkinkan dia melakukan perlawanan, atau melaporkan kasus yang
dia alami kepada banyak orang. Selain itu, ada sebagian anak yang juga terpaksa
mengikuti kemauan si pelaku untuk berhubungan seksual, dikarenakan sang anak
12
Lihatartikel
“Kekerasan
Seksualpada
AnakIndonesia”http://sendawakurasapisang.blogspot.com/2012/05/kekerasan-seksual-pada-anakindonesia.html.Diakses pada tanggal 6 Desember 2013, 19. 20 WIB
13
Liz
Hall
&
Siobhan
Lioyd,Surviving
York: Philadelphia, London: The Falmers Press, 2007),hal. 3
Child
Sexual
Abuse, (New
51
diberikan uang atau hadiah lainnya, sebagai upah kesiapannya melakukan apa
yang diinginkan oleh si pelaku.14
Jadi bisa disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya kekerasan
seksual terhadap anak yang dialami oleh subyek adalah sebagai berikut:
a) Faktor
kelalaian
orang
tua..
Kelalaian
orang
tua
yang
tidak
memperhatikan tumbuh kembang dan pergaulan anak yang membuat
subyek menjadi korban kekerasan seksual.
b) Faktor rendahnya moralitas dan mentalitas pelaku. Moralitas dan
mentalitas yang tidak dapat bertumbuh dengan baik, membuat pelaku
tidak dapat mengontrol nafsu atau perilakunya.
c) Faktor ekomoni. Faktor ekonomi membuat pelaku dengan mudah
memuluskan rencananya dengan memberikan iming-iming kepada korban
yang menjadi target dari pelaku.15
D. Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia
Beberapa bulan terakhir ini, kasus kekerasan seksual pada anak
marakterjadi di Indonesia. Kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi di
Batam, Bali, Jakarta, Bekasi dan daerah yang lainnya bermoduskan beragam.
14
Liz Hall & Siobhan Lioyd,Surviving
York: Philadelphia, London: TheFalmers Press, 2007), hal. 3
15
Child
Sexual
Abuse, (New
Database Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak hasil Pemantauan Komisi
Perlidungan Anak Indonesia Bidang Data Dan Informasi dan Pengaduan Januari-November
2013.
52
Kekerasan seksual pada anak ini sangatlah memprihatinkan banyak pihak
terutama bagisekolah-sekolah serta ibu-ibu yang memiliki anak.
Komnas Anak mencatat bahwa kasus kekerasan seksual pada anak terjadi
di Indonesia kini mencapai 730 kasus.16 Kasus kekerasa seksual yang melibatkan
anak-anak terjadi di Indonesia bukan saja hanya menjadi korbanm bahkan
ditemukan banyak juga sebagai pelaku (anak-anak). Catatan KPAI dalam kasus
yang melibatkan kekerasan, keintiman yang bersifat seksualitas tercatat anak
berhadapan dengan hukum (ABH) Sebagai Pelaku kekerasan Seksual langsung
(Perkosaan) cukup banyak yaitu dengan jumlah keseluruhan 118 kasus. ABH
Sebagai Pelaku Perbuatan Asusila dengan jumlah 73 kasus, ABH sebagai Korban
Kekerasan Seksual jumlahnya 192 kasus, dan terkahir ABH sebagai Korban
Asusila/Pencabulan/Sodomi 143 kasus. Jumlah keseluruhan dari kasus tersebut
yaitu 526 kasus kekerasan yang melibatkan seksualitas.Jumlah kasus cukup
mencengkangkan kita, serasa tidak rasional namun itulah fakta yang terjadi di
negeri ini.17
Baik
korban
maupun
pelaku
yang
terlibat
umurnya
amatlah
beragam.Kebanyakan dari korban kekerasan seksual pada anak berusia sekitar 5
hingga 11 tahun.Bahkan trens sekarang yang terjadi adalah dikalangan pelajar,
16
Lihat “Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak” lebih lengkap
baca:
http://www.investor.co.id/family/indonesia-harus-perangi-kejahatan-seksual-terhadapanak/72742. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB
17
Database Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak hasil Pemantauan Komisi
Perlidungan Anak Indonesia Bidang Data Dan Informasi dan Pengaduan Januari-November
2013.
53
antara 12-18 tahun.18Modus pelaku dalammendekati korban sangatlah berfariasi
misalnya mereka tinggal mendekati korban danmengajak ngobrol saja, ada juga
yang membujuk korban, ada juga yang merayu dan adajuga yang memaksa
korbanya. Serta modus yang lebih canggih yakni pelaku menggunakanjejaring
sosial
dengan
berkenalan
dengan
korban,
mengajak
bertemu
dan
memperkosaatau melakukan kekerasan seksual.19
Kasus kekerasan seksual pada anak di Denpasar yang dilakukan oleh
seorang priayangbiasa dipanggil Codet (30). Kasus ini menjadi ramai di
masyarakat karena tidak hanyaterjadi pada satu anak saja. Untuk saat ini pelaku
sudah ditangkap dan diketahui pernahmelakukan hal serupa pada tahun 2002 lalu
di wilayah Batam. Yang menjadi korbannya adalahanak-anak usia 5-11 tahun.
Tersangka melakukan modusnya dengan cara membujuk,merayu hingga
memaksa korbannya.20Ternyata kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada
anak-anak yang usianyalebih muda saja. Remaja putri hingga wanita yang
menginjak usia dewasa pun rawanakan bahaya kekerasan seksual. Seperti kasus
yang terjadi di Bekasi. Seorang tukang ojekyang mengaku pegawai pajak
berhasil mengelabui 3 orang wanita berusia 16,18 hingga 24tahun. Ia pun
melakukan modusnya dengan cara yang lebih modern, dari jejaring sosialyang
18
Database Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak hasil Pemantauan Komisi
Perlidungan Anak Indonesia Bidang Data Dan Informasi dan Pengaduan Januari-November
2013.
19
Newsletter Pulih, Kekerasan Seksual pada Anak, Vol. 15 Juni 2010, hal. 1
20
Newsletter Pulih, Kekerasan Seksual pada Anak, Vol. 15 Juni 2010, hal. 1
54
saat ini sedang marak. Dari situ ia berkenalan dengan korban-korbannya,
kemudianmengajak sang korban untuk bertemu dan memperkosa korbannya.
Karena kasus kekerasan seksual pada anak sangat memprihatinkan
danmembahayakan,kebanyakan dari ibu-ibu yang memiliki anak merasa resah
dan ketakutan jika anak merekamenjadi korban dari kekerasan seksual tersebut.
Kadangkala kebanyakan dari merekamenganggap masalah ini sangatlah serius
untuk ditanggapi. Jika tidak maka bukan tidakmungkin hal itu akan mengganggu
aktifitas mereka sehari-hari. Hal yang perlu diperhatikanoleh ibu-ibu adalah
memperhatikan orang-orang dianggap mencurigakan ketika mendekatianak dan
berhati-hati terhadap kebaikan orang ketika mendekati anak.
E. Pemidanaan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Setelah dibahas pada bab sebelumnya, bahwa kasus kekerasan seksual
terhadap anak kian merajalela, hal demikian telah memberikan cedera kepada
anak sebagai generasi untuk melanjutkan kiprahnya sebagai manusia yang utuh.
Secara spesifik, upaya pemidanaan terhadap kasus kekerasan seksual atau
pelecehan terhadap anak telah diatur dalam beberapa peraturan nasional, yaitu
KUHP, KUHAP, UU No. 23 Tahun Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak dan
UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UndangUndang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 telah dijelaskan bahwa tindak
pidana pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur merupakan sebuah
55
kejahatan kesusilaan yang bagi pelakunya harus diberikan hukuman yang
setimpal. Maksudnya dengan dijatuhkan hukuman kepada si pelaku sehingga
dapat kiranya tindakan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dapat
dicegah sehingga perbuatan tersebut tidak terjadi lagi.
Adapun dalam KUHP, pasal- pasal yang mengatur tentang hukuman bagi
pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur terdapat dalam pasal
287, dan 292 KUHP:
Pasal 287 ayat (1) KUHP berbunyi:
“Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan,
padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum
lima belas tahun, atau umurnya tidak jelas, bahwa ia belum waktunya untuk
dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
Tapi apabila perbuatan persetubuhan itu menimbulkan luka-luka atau
kematian maka bagi sipelaku dijatuhkan hukuman penjara lima belas tahun,
sebagai mana yang telah ditetapakan dalam pasal 291 KUHP.21 Adapun bunyi
Pasal 292 KUHP, yaitu:
“Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama
kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.22
Sedangkan di dalam Undang -Undang No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, ada dua pasal yang mengatur tentang ancaman hukuman
21
R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP: Dilengkapi Yurisprudensi
Mahkamah Agung dan Hoge Raad, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006), hal. 173.
22
R. Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP: Dilengkapi Yurisprudensi
Mahkamah Agung dan Hoge Raad, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006), hal. 175
56
bagi pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yaitu pasal 81 dan
pasal 82.Pasal 81 yang bunyinya:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300. 000.
000, 00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh
juta rupiah).”23
Adapun Pasal 82 yang bunyinya:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling
singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300. 000. 000, 00 ( tiga ratus
juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60. 000. 000, 00 (enam puluh juta rupiah).24
Dari paparan pasal- pasal tentang hukuman bagi pelaku yang dewasa
terhadap pelecehan seksual ataupun kekerasan seksual pada anak di bawah umur,
maka dapat disimpulkan bahwa hukuman bagi si pelaku bervariasi, bergantung
kepada perbuatannya yaitu apabila perbuatan tersebut menimbulkan luka berat
seperti tidak berfungsinya alat reproduksi atau menimbulkan kematian maka
hukuman bagi si pelaku akan lebih berat yaitu 15 tahun penjara. Tetapi apabila
tidak menimbulkan luka berat maka hukuman yang dikenakan bagi si pelaku
adalah hukuman ringan.
23
Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak.(Jakarta: Asa Mandiri, 2002), hal. 22
24
Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak.(Jakarta: Asa Mandiri, 2002) hal. 23.
57
Berbeda dengan pemidanaannya anak-anakm hal tersebut diatur tersendiri
dalam
Undang-udang.Pengaturan
tentang
anak
yang
berkaitan
dengan
pemidanaan atau berhadapan dengan hukum dijelaskan dalam Undang-undang
No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradadilan Anak, bahwa pemidanaan kasus
yang berkaitan dengan anak, secara umum dapat dibagi tiga bagian: yaitu anak
sebagai korban, anak sebagai pelaku dan anak sebagai saksi yaitu anak yang telah
berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun.
Jika antara korban dan pelaku masih berumur 12 dan belum berumur 18
tahun maka menurut UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradadilan Anak
lebih mengedepankan keadilan restoratif yaitu penyelesaian perkara tindak
pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak
lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan
menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.25
Dan diupayakan dalam menyelesaikan perkara tersebut antara pelaku dan korban
masih dalam kategori anak pada asas diversitas yaitu pengalihan penyelesaian
perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.26
25
Undang-undang No 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan Anak
26
Undang-undang No 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan Anak
BAB IV
EFEKTIVITAS KINERJA KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK
A. Peran KPAI Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Dari beberapa pristiwa yang ada, keberlangsungan anak sebagai generasi
mulai terancam dengan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi seperti
maraknya kekerasan terhadap anak.Sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita
bangsa, anak memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan
negara di masa mendatang. Agar mereka kelak mampu memikul tanggung jawab
itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh
dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual. Hal
itu bisa terlaksana jika beberapa upaya pencegahan (preventive) serta
penanggulangan (solving) masalah kekerasan terhadap anak dilakukan dengan
cara maksimal oleh sebuah negara.
Fenomena kekerasan terhadap anak kian hari kian menjadi-jadi, terbukti
dengan beberapa penemuan fakta mengejutkan bentuk kekerasan pada anak terus
meningkat. Seperti yang dilansir dari data Komisi Nasional Perlindungan Anak
(Komnas PA) mencatat dalam semester I ditahun 2013 (mulai Januari sampai
akhir Juni 2013) terdapat 1032 kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia.
Dari sebanyak 1.032 kasus kekerasan tersebut 62 adalah kasus kekerasan seksual
58
59
terhadap anak.1 Fakta yang sangat memperitahinkan ini berdampak kepada anak
(korban) untuk menjadi lebih pendiam, takut, murung dan sebagainya.Lihat saja
fakta yang didapat dari hasil penelusuran LBH Jakarta ketika melakukan
advokasi anak sebagai korban kekerasan seksual.2 Begitu pula yang terjadi pada
anak sebagai pelaku.
Beberapa data yang didapat, kekerasan seksual pada anak tidak hanya
terjadi sebagai korban, tetapi juga terdapat anak sebagai pelaku.Hal demikian
merupakan beberapa fakta tentang kondisi kekerasan seksual di Indonesia sangat
sistemik. Dari hasil pemantauan Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI)
Bidang Data dan Informasi dan Pengaduan,3akhir November 2013 lalu kasus
kekerasan seksual anak— terjadi pada anak sebagai korban dan anak sebagai
pelaku. Berikut ini data kasus anak berhadapan dengan hukum (ABH) pada kasus
kekerasan seksual, yaitu:
1
Baca berita “1.032 Kasus Kekerasan Anak Terjadi Di Semester I Tahun 2013” diakses
pada: http://indonesia.ucanews.com/2013/09/05/1-032-kasus-kekerasan-anak-terjadi-di-semesteri-tahun-2013/. 14 September 2013 Pukul 17. 30 WIB
2
LBH Jakarta, Mengawal Perlidungan Anak berhadapan dengan Hukum, (Jakarta: LBH
Jakarta, 2012), hal. 93 dan 124
3
Database Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak hasil Pemantauan Komisi
Perlidungan Anak Indonesia Bidang Data Dan Informasi dan Pengaduan Januari-November
2013.
60
Jenis Pengaduan
Subjek Kekerasan Seksual
No
Pengaduan
Surat
Telfon
Online
Cetak
Elektronik
E-Mail
5
8
7
28
25
24
21
Pelaku
2
2
5
17
13
15
19
Korban
32
8
4
62
43
25
18
Korban
26
5
3
51
31
14
13
dan Jenis Kekerasannya
Langsung
1
ABH
Sebagai
Pelaku
kekerasan Seksual langsung
(perkosaan)
2
ABH
Sebagai
Perbuatan Asusila
3
ABH
sebagai
Kekerasan Seksual
4
ABH
sebagai
Asusila/Pencabulan/Sodomi
Tabel A4
Bagan di atas merupakan hasil pemantauan KPAI terhadap sejumlah
kasus kekerasan seksual terhadap anak dari awal Januari-November 2013, baik
kaitannya anak sebagai pelaku ataupun kaitannya anak sebagai Korban kekerasan
seksual.Dari hasil pencermatan kasus di atas, ada 4 (dua) kategori yang
berhubungan dengan keintiman ataupun bersinggungan dengan kekerasan
seksual.
Pertama anak berhadapan dengan hukum (ABH) Sebagai Pelaku
kekerasan Seksual langsung (Perkosaan) cukup banyak yaitu dengan jumlah
keseluruhan 118 kasus. Dengan rincian hasil laporan langsung terdapat 5 (lima)
4
Table ini penulis klasifikasi berdasarkan kesimpulan Database Kasus Kekerasan
Seksual terhadap Anak Hasil Pemantauan Komisi Perlidungan Anak Indonesia Bidang Datan
Dan Informasi dan Pengaduan Januari-November 2013.
61
pengaduan langsung dan sisanya pengaduan tak langsung (surat, telfon, online,
cetak, elektronik dan e-mail yaitu 8, 7, 28, 25, 24, dan 21 kasus.
Kedua anak berhadapan dengan hukum (ABH) Sebagai Pelaku Perbuatan
Asusila dengan jumlah 73 kasus.Dengan rincian laporan langsung terdapat 2
(dua) dan sisanya tidak langsung yaitu 2, 5, 17, 13, 15 dan 19 kasus.
Ketiga anak berhadapan dengan hukum (ABH) sebagai Korban
Kekerasan Seksual terjadi paling tinggi dengan jumlah kumulasi 192 kasus, ini
bisa dilihat dari hasil laporan langsung sebanyak 32 kasus, sisanya adalah
laporan tak langsung yaitu 8, 4, 62, 43, 32 dan 18 kasus.
Dan yang terakhir adalah anak berhadapan dengan hukum (ABH) sebagai
Korban Asusila/Pencabulan/Sodomi menempati peringkat kedua dengan jumlah
kumulasi yaitu 143 kasus dengan rincian pengaaduan langsung kepada KPAI 26
kasus dan sisanya adalah pengaduan tak langsung yaitu 5, 3, 51, 31, 14 dan 13
kasus.
Melihat dari data yang ada, Fakta miris di atas telah mencengangkan kita
sebagai masyarakat.Yang mana telah terjadi peningkatan dalam kasus kekerasan
seksual terhadap anak di Indonesia baik anak sebagai pelaku maupun anak
sebagai korban kekerasan seksual terhadap anak. Anak sebagai generasi dan
penerus bangsa, kini telah menjadi korban maupun pelaku kekerasn seksual.
Kondisi anak dalam keadaan apapun telah menjadi tanggung jawab Negara,
untuk menumbuhkembangkan potensinya.Dari dasar itulah dirasa penting untuk
melindungi hak anak dari beragam bentuk perbuatanyang mengarah pada
62
penghilangan potensi serta bakat anak di masa mendatang, baik dia berada dalam
posisi sebagai korban maupun anak sebagai pelaku.
Ada beberapa alasan mengapa peran Negara sangat diperlukan dalam
mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak yaitu:
a)
Biaya untuk melakukan pemulihan akibat dari kegagalan dalam
memberikan perlindungan anak sangat tinggi. Jauh lebih tinggi dari
biaya yang dikeluarkan jika anak-anak memperoleh perlindungan.
b)
Anak sangat berpengaruh langsung dan berjangka panjang atas
tindakan /perbuatan (action) atau ketiadaan tindakan/perbuatan
(unaction) dari pemerintah atau kelompok lainnya.
c)
Anak selalu mengalami kesenjangan dalam pemberian pelayanan
publik, dalam hal ini sering kali anak mendapat ancaman atau
intimidasi manakala berhadapan dunia peradilan.5
d)
Anak tidak mempunyai hak suara, dan tidak mempunyai kekuatan
lobby untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.
e)
Anak pada banyak situasi tidak dapat mengakses perlindungan dan
pemenuhan hak-hak anak.
f)
Anak lebih beresiko dalam eksploitasi dan penyalagunaan dalam
bentuk apapun.6
5
Hasil Kesimpulan Proses Hukum Tindak Pidana Anak, LBH Jakarta, Memudarnya
Batas Kejahatan dan Penegak Hukum: situasi pelanggaran hak anak dalam peradilan pidana,
(LBH Jakarta: Jakarta, 2012), 121
63
g)
Dalam upaya penanganan kasus pidana kekerasan terutama yang
melibatkan anak sebagai pelaku kekerasan seksual sering kali tidak
mengindahkan peraturan khusus bagi anak,7 seperti yang tertuang
dalam pasal 64 ayat (2) UUPA yang dilaksanakan melalui: Perlakuan
atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak – hak
anak;
Penyediaan
petugas
pendamping
khusus
anak
sejak
dini;Penyediaan sarana dan prasarana khusus;Penjatuhan sanksi yang
tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak; Pemantauan dan
pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang
berhadapan
dengan
mempertahankan
hukum;Pemberian
hubungan
dengan
orangtua
jaminan
atau
untuk
keluarga,
danPerlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi.8
Dari alasan itulah peran suatu Negara menjadi prioritas utama dalam
mengendalikan kasus-kasus kekerasan yang melibatkan seorang anak baik dia
sebagai korban atapun dia (anak) sebagai pelaku.Negara dituntut untuk
memberikan perlidungan kepada anak untuk menjamin hak-hak mereka hingga
dewasa kelak.
6
LBH Jakarta, Mengawal Perlidungan Anak Berhadapan dengan Hukum, (LBH Jakarta:
Jakarta, 2012), hal. 17
7
Undang-undang khusus bagi anak ini yaitu UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlidungan
anak dan Undang
8
Pasal 64 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak
64
Secara normatif, Peran Negara dengan menanggulangikasus kekerasan
seksual di atas, harus sesuai dengan amanah pembukaan UUD 1945, yaitu
mensejahterakan dan memakmurkan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa,
pertahanan dan keamanan, serta menegakkan keadilan. Hal ini menegaskan
bahwa keberlangsungan hidup setiap individu di bumi Nusantara, terutama bagi
anak
medapatkan perlindungan hak dari
Negara
Indonesia, termasuk
perlindungan hak anak yang merupakan bagian dari Hak Asai Manusia.
Kaitanya dengan perlidungan anak dengan kasus kekerasan seksual,
Undang-undang No. 23 tahun 2002 telah mengamanatkan bahwa Negara
menjamin hak-hak anak dengan mendirikan sebuah lembaga non departement
dan independen seperti yang tertuang dalam Bab XIUU No 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak yaitu mendirikan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI). Sesuai pasal 76, Komisi Perlindungan Anak Indonesia
memiliki tugas, antara lain adalah:
a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perlindungan anak, pengumpulan data dan
informasi menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,
pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan
anak.
b. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden
dalam rangka perlindungan anak.
65
Pemenuhan dan perlindungan yang berpihak pada anak dan memegang
teguh prinsip non-diskriminatif, kepentingan terbaik bagi anak (the best interest
of child), serta partisipasi anak dalam setiap hal yang menyangkut dirinya
merupakan prasyarat yang mutlak dalam upaya pemenuhan dan perlindungan hak
anak yang efektif.
Antara Peran KPAI dengan kasus kekerasan seksual pada anak, setelah
ditelisik lebih jauh oleh penulis bahwa KPAI mempunyai peran sangat vital
dalam menangani kasus-kasus kekerasan secara umum terkhusus kekerasan
seksual terhadap anak. Hal itu bisa dilihat dari Undang-undang No. 23 Tahun
2002 tentang Perlidungan Anak yang memberikan penjelasan bahwa upaya
perlidungan bagi anak terdapat dua kategori, yaitu pertama perlidungan secara
umum dan yang kedua perlidungan secara khusus. Seperti yang telah dijelaskan
pada bab sebelumnya bahwa kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak masuk
dalam ketegori upaya perlidungan secara khusus.
Menurut definisi undang-undang bahwa yang dikatakan dengan
Perlidungan Anak secara khusus yaitu perlindungan yang diberikan kepada anak
dalam: a) situasi darurat;b) anak yang berhadapan dengan hukum;c) anak dari
kelompok minoritas dan terisolasi; d) anak yang dieksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual; e) anak yang diperdagangkan; f) anak yang menjadi korban
penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza);
g) anak korban penculikan, penjualan, perdagangan;h) anak korban kekerasan
66
baik fisik dan/atau mental; i) anak yang menyandang cacat; j) Dan anak korban
perlakuan salah dan penelantaran.9
Tujuan Perlidungan bagi anak terdapat pada Pasal 3 Undang-undang No.
23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak, untuk menjamin terpenuhinya hakhak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat martabat manusia, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak, mulia dan sejahtera.10 Perlindungan anak diusahakan oleh
setiap orang, orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun Negara. Pasal
20 Undang-Undang Perlindungan Anak menentukan: Negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggungjawab
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.11
Kaitannya dengan kasus kekerasan seksual, Undang-undang No. 23
Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak pun telah mengaturnya, yang mana
upaya perlidungan kekerasan seksual termasuk dalam kategori upaya perlidungan
anak secara khusus menurut undang-undang ini.
Upaya perlidungan khusus
kasus kekerasan seksual bisa dilihat dalam pasal 66 dari ayat 1-3 yaitu:
9
Pasal 1 Ayat (15) Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
10
Pasal 3 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
11
Pasal 20 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
67
1) Adapun kewajiban dan tanggung jawab dalam kasus ini merupakan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah danmasyarakat.12
2) Pada pasal 62 ayat (2) Perlindungan khusus bagi anak yang
dieksploitasi sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui:
a) Penyebarluasan
dan
perundang-undangan
atau
yang
sosialisasi
berkaitan
ketentuan
dengan
peraturan
perlindungan
anakyang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
b) pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan c. pelibatan
berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga
swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan
eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual.
3) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan,
menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasiterhadap
anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).13
Dalam pemenuhan hak-hak anak, KPAI membentuk kelompok-kelompok
kerja yang bertugas menangani pelanggaran hak anak di dalam masing-masing
Kelompok Kerja (Pokja). Pembagian kelompok-kelompok kerja tersebut
berfungsi untuk memudahkan penanganan pelanggaran HAM yang terjadi pada
anak-anak. Selain itu, dalam kasus kriminal anak, KPAI mengusahakan
12
Pasal 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
13
Pasal 66 ayat 1-3 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
68
terjadinya integrated criminal justice system,14 dimana terintegrasinya kepolisian
dan aparat penegak hukum dalam mengatasi pelanggaran-pelanggaran kriminal
oleh anak. Disamping menegakkan kebenaran, dalam prosedur penahanan anak,
mereka harus dapat bekerja sama dengan pakar psikologi anak karena anak-anak
yang berhadapan dengan hukum membutuhkan perlakuan khusus agar tidak
meninggalkan trauma di kemudian hari. Oleh karena itu, KPAI memungkinkan
terciptanya
ruang-ruang
percontohan
sidang
untuk
anak
agar
dapat
melangsungkan peradilan khusus anak sesuai dengan konvensi hak anak yang
berlaku dewasa ini.
KPAI telah memberikan pengawasan ketika terjadi kekerasan, bagaimana
melakukan pendampingan, pengawalan (proses peradilan), dicarikan pemecahan
masalah kepada stake holder (pihak yang berwenang), dicarikan jalan keluar
bagaimana si anak ini bisa tertangani di area-area seperti rehabilitasi dan lainlain.15
Dalam Penjelasannya, praktek KPAI ketika terdapat laporan atau
pengaduan langsung, KPAI langsung menanyakan kasus tersebut kepada pihak
pelapor dan korban, dari hasil laporan itu akan diinventaris serta dimasukan di
dalam data dan mempelajarinya. setelah itu dicarikan pemecahan masalahnya,
14
_____, Peran KPAI. Lebih lengkap baca: http://essays24.com/print/PeranKpai/47669.html. Diambil pada tanggal 24 Desember 2013 Pukul 06.30 WIB
15
Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian
Dan Telaah KPAI)tanggal 16 Desember 2013
69
bagaimana kasus ini, apakah diselesakan dipengadilan atau diselesaikan secara
kekeluargaan atau yang lainnya. Dalam penuturannya, biasanya penyelesaian
yang diikuti oleh KPAI diselesaikan di pengadilan (baik korban atau pelaku).
Jika seperti itu, KPAI melakukan pendampingan baik dalam penyelidikan sampai
putusan peradilan.16
Melihat kasus kekerasan seksual yang meningkat tinggi setiap tahunnya,
peran KPAI amatlah penting sebagai pelindung hak anak di Indonesia, hal itu
bisa dibuktikan dengan hasil pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap
pelanggaran perlindungan anak baik dalam upaya pemenuhan hak korban (anak)
ketika terjadi penyimpangan kasus seperti contoh pengungkapan kasus sodomi
atau perkosaan seseorang yang dilakukan oleh pihak keluarganya sendiri. Karena
pada wilayah ini seringkali korban ataupun pihak yang bersangkutan tidak ingin
kasus tersebut dipidanakan karena dengan alasan hal itu adalah aib keluarga.17
Penemuan KPAI dalam menangani kasus kekerasan seksual yang
melibatkan beberapa pihak keluarga ada sebagian orang menganggap hal itu
adalah aib dan tidak boleh diekspos ke luar ketika hendak diselesaikan kasusnya.
Contohnya KPAI sering mendatangi para pihak yang terkena kasus kekerasan
seksual, kemudian mereka (pihak keluarga) mengatakan: sudahlah, kita tidak
16
Hasil Wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja
Kajian Dan Telaah KPAI), tanggal 16 Desember 2013
17
Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian
Dan Telaah KPAI), tanggal 16 Desember 2013
70
mau diekspos, karena ini aib gitu. Namun di sisi lain KPAI sering pula melobi
hal itu untuk tetap diperjuangkan dicarikan solusi terbaik buat anak ketika
masalah tersebut sudah endemic (rumit dan dalam).Peran KPAI dalam hal ini
sangat penting dalam membuka sekaligus menawarkan solusi terbaik disaat
terjadi suatu dilema dalam sebuah kasus kekerasan seksual.
Alasan lain mengapa peran KPAI sangat dibutuhkan yaitu adalah terdapat
perlidungan khusus dalam menangan kasus yang melibatkan anak, hal itu tidak
banyak orang yang mengetahui, seperti dijelaskan di atas bahwa baik korban
maupun pelaku ketika berhadapan dengan kasus kekerasan seksual harus
mendapatkan hak-haknya yaitu seperti pendampingan, pengawasan, mendapat
bantuan hukum, tidak mendapat penyiksaan oleh Negara. Misalkan banyak kasus
yang melibatkan seorang anak yang menjadi (korban) tidak mendapatkan
rehabilitasi, dan sebagainya. Dalam kasus lain sering pula jika kasus kekerasan
seksual terjadi pelakunya pada anak, proses peradilan yang dilakukan dilakukan
seperti layaknya orang dewasa padahal jelas-jelas berbeda. Untuk itu peran KPAI
dalam sosialisasi, pemantauaan, pengawasan dalam perlidungan hak anak
sangatlah diperlukan.
71
B. Hambatan KPAI dalam Mengatasi Kasus Kekerasan Seksual Terhadap
Anak
Sebagai Komisi Negara, KPAI bertugas untuk memberikan perlindungan
terhadap anak dan bersifat independen agar terbebas dari pengaruh atau
intervensi dari kepentingan-kepentingan lain di luar kepentingan terbaik bagi
anak. Ketentuan di maksud tercantum didalam Pasal 74 dari UU perlindungan
anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia dapat tidak seiringan dan sejalan
dengan berbagai pilihan termasuk kebijakan eksekutif, legislatif atau yudikatif
dalam membelah kepentingan dan melindungi hak-hak anak.
Sejak didirikannya KPAI melalui Undang-undang No. 23 Tahun 2002
Tentang perlidungan anak pada tahun 2002 silam hingga sekarang, KPAI
mengalami beberapa permasalahan serta hambatan yang cukup rumit. Dalam
melakukan dorongan kepada para pihak yang berkepentingan seperti kepada
pemerintah, pemangku kebijakan, aparat penegak hukum, orang tua ataupun
masyarakat untuk betul-betul memberikan dorongan, masukan, sosialisasi kepada
seluruh
masyarakat
Indonesia
bahwa
kepentingan
untuk
tumbuh
dan
berkembangnya seorang anak itu tetap harus dijaga. Hal itu tidaklah semudah
membalikan tangan ketika terjadi suatu pristiwa kekerasan seksual bagi para
72
pihak untuk menyelesaikannya.18 Maka sangat dibutuhkan peran KPAI dalam
mengatasi hal tersebut.
Mulai dari kewenangan, legal standing hingga penanganan kasus menjadi
sorotan KPAI. Dalam perjalannya kendala dan tantangan yang dihadapi
KPAIsebagai berikut:
1) Legal Standing Penanganan Perkara KPAI
Dari beberapa perkara yang masuk dalam KPAI, terdapat salah
persepsi mengenai kewenangan KPAI dalam menangani kasus yang berkaitan
dengan anak. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil penuturan wawancara
narasumber yaitu:
KPAI punya wewenang dalam mengatasi hal kekerasan seksual
terhadap anak, namun dengan artian kita harus tahu dulu tugas dan
fungsinya. KPAI itu sendiri bukan menyelesaikan masalah tapi hanya
memberikan pengawasan. Sebagai lembaga pengawasan jika terjadi
kekerasan, bagaimana melakukan pendampingan melakuakan pengawalan
supaya nanti memberikan ketika ada terjadinya korban kekerasan seksual
dicarikan stake holder (pihak yang berwenang) dicarikan jalan keluar
bagaimana si anak ini bisa tertangani di area-area rehabilitasi.Jadi bentuk
18
Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian
Dan Telaah KPAI), tanggal 16 Desember 2013
73
mengatasi kekerasan seksual ini dengan memberikan pendampingan dan
memberikan solusi.19
Jadi terdapat salah persepsi bagi sebagian masyarakat bahwa KPAI
didirikan untuk menyelesaikan terkait masalah anak (sebagai lembaga
penyelesai masalah), tetapi hanya lebih bersifat pencari solutif kepada pihak
berkepentngan (stake holders ). Hal demikian dirasa oleh banyak orang bahwa
KPAI tidak terlalu berperan jika hal itu hanya sebatas pencarian solutiif ketika
terjadi kasus kekerasan seksual.
Jika kewenangan KPAI sesuai dalam pasal 76 UU No 23 tahun 2002,
fungsi KPAI hanya menjadi lembaga independen yang melakukan sosialisasi
seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan
masyarakat, melakukan penelahaan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak serta memberikan laporan,
saran, masukan, dan
pertimbangan kepada presiden dalam rangka
perlindungan anak. KPAI tidak punya legitimasi untuk langsung bergerak dan
mengambil tindakan terhadap anak yang mengalami kekerasan. KPAI harus
bekerja sama dengan pihak kepolisian dan kejaksaan. Berdasarkan informasi
19
Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian
Dan Telaah KPAI), tanggal 16 Desember 2013
74
KPAI, draft MoU telah diserahkan kepada penegak hukum seperti kepolisian
dan kejaksaan namun tidak mendapat respon apapun.
2) Perlindungan Anak Belum Prioritas Bagi Pemerintah Indonesia
Terkait dengan permasalahan diatas, aparat penegak hukum di
Indonesia selama ini belum memiliki respon yang tinggi terhadap
perlindungan anak. Isu ini tidak menjadi krusial karena tidak ada unsur
politisnya. Undang-undang No 23 tahun 2002 dan Undang-Undang No. 11
Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak belum ditegakkan secara penuh
dan cenderung tidak diakomodasi oleh departemen-departemen terkait.
Departemen-departemen yang menangani masalah anak seperti Dinas Sosial
dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum bersinergi dan belum
ada koordinasi yang terintegrasi dalam menangani masalah-masalah
penegakan hak anak.
3) Database Informasi KPAI
Sangat disayangkan lembaga yang fungsi awalnya adalah sebagai
pusat informasi ternyata belum mempunyai database yang optimal. Bahkan
ketika penulis melakukan wawancara, penulis tidak diperkenankan untuk
diberikan meminta database yang dibutuhkan.Sebagai pusat data sudah
selayaknya KPAI mengembangkan suatu daftar baku atau standar informasi
maupun indikator kesejahteraan pemenuhan hak maupun perlindungan anak,
75
yang dihimpun melaui masukan, saran dan pemikiran dari berbagai pihak
yang berkepentingan, terkait dan peduli anak di Indonesia. Baru pada akhir
tahun yang lalu Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) telah
menyelenggarakan Pelatihan Pembangunan Data Base Pemantauan Hak Anak
yang melibatkan peserta dari unsur Pemerintah maupun non Pemerintah dari
33 Propinsi ( yang hadir 26 propinsi). Untuk itu KPAI telah menghasilkan
satu sistem software database Pemantauan Hak anak yang dikontribusikan
untuk seluruh propinsi di Indonesia secara gratis. Sistem software database ini
akan digunakan menjadi standard nasional dalam hal pengumpulan data yang
berkaitan untuk melihat pemenuhan Hak anak merujuk pada Konvensi Hak
Anak / KHA.
4) Minimnya pemahaman masyarakat dan penegak hukum dalam kerangka
perlidungan hak anak.
Hambatan lain yang menjadi faktor penghambat KPAI adalah Minimnya
pemahaman
masyarakat,
penegak
hukum
dan
stakeholders
(pihak
berkepentingan/terkait) dalam kerangka perlidungan hak anak ternyata
memicu hambatan tersendiri. Karena dari situlah hak anak dapat tercapai
ketika terjadi kasus kekeraasan seksual, baik masyarakat, penegak hukum,
dinas-dinas sosial seharusnya memahami anak dalam keadilan restoratif yaitu
seperti konsep pemidanaan yang mengedepankan pemulihan kerugian baik
yang dialami korban (anak-anak) maupun pelaku (anak-anak). Pemahaman
76
lain seperti yang banyak terjadi di masyarakat adalah ketika terjadi kekerasan
seksual pada anak kemudian melibatkan keluarganya sendiri (pelaku) atau
tetangganya, hal demikian sulit sekali untuk diungkap. Karena mereka
beranggapan hal itu adalah aib keluarga dan hal itu merupakan sesuatu yang
memalukan.20
C. Efektivitas Kinerja KPAI Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual Terhadap
Anak
Ada beberapa point penting yang harus dicermati dalam menganalisa
apakah Negara dalam hal ini KPAI telah melidungi hak anak dalam kasus
kekerasan seksual yang melibatkan anak-anak. Seperti yang tertuang dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B (2) menyatakan bahwa: “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.21 Apakah KPAI telah berperan
aktif dalam mengupayakan perlidungan terhadap bentuk kekerasan apapun sesuai
amanat UUD 1945 ataukah sebaliknya.
Seperti yang kita tahu, Anak merupakan generasi penerus yang sangat
menentukan masa depan bangsa secara keseluruhan. Dengan demikian,
urgensitas perlidungan hak anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan
20
Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian
Dan Telaah KPAI), tanggal 16 Desember 2013
21
Pasal 28 B ayat (1) dan (2). UUD 1945, (Jakarta: Sekertariat Jenderal dan
Kepaniteraan MK RI, 2011), hal. 28
77
karunia dan kemampuannya harus dilindungi. Oleh karena itu, segala bentuk
yang dapat mengganggu atau merusak martabat anak, termasuk segala bentuk
kekerasan tidak manusiawi, diskriminasi dan eksploitasi, harus diberantas tanpa
pengecualian.
Sesuai dengan tugasnya, KPAI mempunyai kewenangan secara umurm
tertera dalam Pasal 76 Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, yaitu:
1. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perlindungan anak, pengumpulan data dan
informasi menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,
pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan
anak.
2. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden
dalam rangka perlindungan anak.
Perlidungan lain yang diberikan dalan Undang-undang No. 23 Tahun
2002 Tentang Perlidungan Anak, yaitu upaya perlidungan secara khusus bagi
anak dalam segala bentuk pencederaan martabat anak (kekerasan apapun), dalam
konteks ini perlidungan kekerasan seksual terhadap anak. Upaya perlidungan
khusus terhadap kasus kekerasan seksual bisa dilihat dalam pasal 66 dari ayat 1-3
yaitu:
78
1) Adapun kewajiban dan tanggung jawab dalam kasus ini merupakan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah danmasyarakat.22
2) Pada pasal 62 ayat (2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi
sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui:

penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturanperundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual;

pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan c. pelibatan
berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga
swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi
terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual.
3) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).23
Perlidungan anak dalam kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak,
secara garis besar KPAI telah berperan secara pasif dalam
mengupayakan
bentuk perlidungan kepada anak Indonesia, hal tersebut dikarenakan undangundang No. 23 Tahun 2002
tentang perlidungan anak hanya memberikan
batasan kewenangan KPAI hanya sekitar wilyah sosialisasi peraturan,
22
Pasal 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
Pasal 66 ayat 1-3 66 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak
23
79
pengumpulan data base kasus kekerasan terhadapa anak, menerima pengaduan
masyarakat, melakukan penelahaan, pemantauan dan evaluasi pelanggaran
perlidungan anak-anak oleh stakeholder (kepolsian, kejaksaan, peradilan, dinas
social, lembaga sosial, pendidikan, dan sebagainya) untuk tetap mempriorotaskan
pertumbuhan anak, baik dia sebagai korban maupun sebagai pelaku.
Hal tersebut bisa dirasa dalam beberapa fakta KPAI ketika terjadi
kekerasan seksual, KPAI hanya bisa memberikan pengawasan ketika kasus
tersebut sudah terjadi, artinya dalam hal ini KPAI lebih berperan secara pasif.
Seperti pernyataannya narasumber KPAI bahwa: KPAI bukan menyelesaikan
masalah tapi lebih memberikan pengawasan, melakukan pendampingan
melakukan pengawalan ketika terjadinya korban kekerasan seksual, setelah itu
dicarikan stake holder (pihak yang berwenang), dicarikan jalan keluar bagaimana
anak bisa tertangani di area-area rehabilitasi dan sebagainya.24 Jadi menurutnya
bentuk mengatasi kekerasan seksual ini dengan memberikan pendampingan dan
memberikan solusi.
Langkah konkrit yang sedikit terlihat berperan aktif dari KPAI adalah
ketika terdapat pengaduan dari masyarakat kepada KPAI. Dalam hal ini, ketika
terjadi kasus kekerasan seksual kemudian dilaporkan kepada KPAI, KPAI
langsung memberikan tanggapan pada kasus tersebut. Mulai dari pemasukan
24
Hasil wawancara dengan Narasumber KPAI: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian
Dan Telaah KPAI)
80
perkara atau kasus ke dalam database, setelah itu dicarikan solusi terbaik buat
anak, keluarga dan masyarkat. Setelah itu barulah ditentukan langkah solutif
(penyelesaian) kepada para pihak, apakah kasus tersebut diselesaikan lewat dunia
peradilan restoratif atau dikembalikan kepada pihak yang berkentingan.
Seperti yang dinyatakan di atas, ketika KPAI mendapati sebuah laporan
langsung atau tidak langsung dalam kasus kekerasan seksual, hal tersebut
seringkali menjadi dilema tersendiri. Antara kebijakan penanganan aktif dalam
upaya perlidungan anak dengan kewenangan KPAI hanya sebatas pemantauan
dan pengawasan kasus kekerasan seksual. Ditambah lagi dengan meningkatnya
kasus kekerasan seksual terjadi yang melibatkan pihak antara korban dan pelaku
dari keluarganya sendiri, KPAI sering kebingungan antara mempertahankan
perlidungan hak anak atau melepaskan intervensi (penyelesaian kasus kekerasan
seksual) kepada pihak keluarga karena banyak pihak keluarga enggan
memperpanjang kasus tersebut ke wilayah peradilan, dinas sosial, tempat
rehabilitas atau sejenisnya. Karena beberapa anggapan dari mereka hal tersebut
merupakan sebuah aib keluarga yang berpotensi mengancam martabat
keluarganya.
Di sisi lain, KPAI juga telah berperan dalam menjalankan tugasnya untuk
melakukan analisa sebuah kebijakan kepada stake holder (pihak berkepentingan)
agar memutuskan perkara kasus kekerasan seksual sesuai dengan amanat
undang-undang. Tugas tersebut diberikan kepada KPAI karena tidak semua
81
masyarakat ataupun penegak hukum, stake holder memahami peraturan yang
menjunjung hak-hak perkembangan anak.
Namun di sisi lain juga, KPAI terlihat tidak mempunyai bargain power
(kekuatan) untuk menegur keras-keras beberapa stakeholder (dunia pendidikan,
peradilan, dinas sosial, departemen tenaga kerja, instansi pemerintah dan
masyarakat) untuk tetap berperan aktif dalam upaya perlidungan kekerasan
seksual terhadap anak baik upaya preventif (pencegahan), mitigasi (pencegahan
dini) maupun penanggulangan pasca terjadi kasus kekerasan seksual terhadap
anak.
Contoh kasusnya adalah kekerasan seksual yang terjadi di Bekasi, KPAI
sendiri tidak berperan aktif dengan lembaga-lembaga lainnya, atau ketika terjadi
kasus, KPAI terlihat setengah hati untuk melakukan advokasi langsung ke
tempat. Malah yang terjadi adalah seolah KPAI ketinggalan dalam penanganan
kasus, karena pada kasus tersebut sudah dilakukan penanganan kasus (advokasi)
oleh lembaga swadaya yang berbasis perlidungan anak.
Selain tugas dan peran di atas, KPAI mempuyai tugas melakukan
sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan perlindungan anak. Alasan ini sebetulnya terkait banyaknya peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang membahas tentang anak, hal demikian
menimbulkan kerigitan serta kebingunan oleh penegak hukum dan masyarakat,
82
bahkan dikalangan penegak hukum pun seringkali terjadi kesalahpahaman..25
Terlepas dari hal itu, sebetulnya setiap lembaga pemerintahmempunyai
kewajiban untuk mensosalisasikan seluruh peraturan perudang-undangan yang
berkaitan dengan tugasnya, Pasal 88 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan telah memberikan tugas dalam
penyebarluasan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh DPR dan
Pemerintah26 dalam hal apapun, artinya kewenangan KPAI dalam hal ini
sebetulnya kurang tepat secara normatif.
Begitu juga dengan tugas KPAI dalam pengumpulan data dan informasi,
melakukan penelahaan adalah bagian dari pemborosan kewenangan KPAI
sebagai lembaga non departemen untuk melakukan hal tersebut.Karena sejatinya
setiap lembaga Negara baik komisi maupun yang departemen sudah semestinya
untuk mempertanggungjawabkan kewenagannya dalam pengumpulan database,
monitoring, penelahaan, evaluasi, dan tugas yang lainnya untuk memberikan
laporan tahunan kepada Presiden.
Menurut penulis ada perbedaan mendasar antara komisi lain dengan ini
yaitu berkaitan dengan Kewenangan KPAI ketika menerima pengaduan
25
LBH Jakarta, Memudarnya Batas Kejahatan dan Penegak Hukum: situasi
pelanggaran hak anak dalam peradilan pidana, (LBH Jakarta: Jakarta, 2012), hal. 20
26
Pasal 88 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan berbunyi: (1) Penyebarluasan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah sejak penyusunan
Prolegnas,penyusunan Rancangan Undang-Undang, pembahasan Rancangan UndangUndang,hingga Pengundangan Undang-Undang. (2) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan untuk memberikaninformasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat serta
para pemangkukepentingan.
83
masyarakat untuk memantau dan mengawasi pelanggaran perlindungan anak. Hal
demikian menjadi sangat urgent manakala terjadi ketimpangan antara upaya
perlidungan anak dengan penyelesaian yang tidak mengindahkan hak-hak anak.
Seperti proses penyelesaian perkara pidana anak dalam kasus kekerasan seksual
sering kali para aparat penegak hukum tidak mengindahkan hak-hak anak. Untuk
itu diperlukan upaya pengawasan dan pemantauan ketat manakala anak terjangkit
kasus tersebut, baik dia sebagai korban maupun sebagai pelaku kekerasan
seksual.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan oleh KPAI adalah dampak
kekerasan seksual pada anak yang amat sistemik, baik fisik maupun psikis27 yang
kian meningkat. Padahal menurut penulis seharusnya KPAI lebih melihat
konsepsi perlidungan anak seperti yang digariskan oleh Islam. Dalam lintasan
sejarah, upaya perlidungan anak dari kegiatan eksploitasi ataupun kekerasan
seksual telah diperkenalkan oleh Islam. Setiap perbuatan yang mengarah pada
penghancuran martabat anak dilarang keras dalam perspektif Islam. Secara jelas,
hal itu termasuk dari perbuatan yang amat keji serta melampaui batas. Oleh
karenanya, Islam memberikan perlindungan terhadap anak mulai sejak masih
dalam janin. Dalam al-Qur’an dijelaskan sebagai berikut:
27
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2003), hal. 100-111
84
    
             
28
      
“Sesungguhnya merugilah orang yang membunuh anak-anak mereka karena
kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka telah mengharamkan apa yang
telah dikaruniakan Allah kepada mereka dengan mengada-ada terhadap Allah,
sesungguhnya mereka telah tersesat dan tidak mendapat petunjuk.
Konsepsi Islam yang lain ketika memperlakukan seorang anak adalah
dengan memperlakukan seorang anak dibawah perlidungan serta pengayoman
terhadapnya. Kisah ini terekam dalam sebuah hadits Nabi yang menyatakan:
29
‫قال النبي اللهصلى عليه وسلم ليس منا من لم يرحم صغيرنا ويىقر كبيرنا‬
Dari Anas bin Malik menuturkan, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “tidak
termasuk golongan umatku mereka yang (tua) tidak menyayangi yang muda, dan
mereka yang (muda) tidak menghormati yang tua.” (H.R. An-Nasa’i)
Kisah kelembutan serta pengayoman terhadap seorang anak juga pernah
terjadi ketika hari Rasul sedang memimpin shalat berjamaah dengan para
Sahabatnya, Salah satu sujud dalam shalat yang dia lakukan cukup lama
waktunya sehingga mengundang keheranan para Sahabat. Setelah shalat
berjamaah selesai, salah seorang Sahabat bertanya, ―Mengapa begitu lama Rasul
bersujud?‖ Jawab Rasul, ―Di atas punggungku sedang bermain cucuku Hasan
dan Husain. Kalau aku tegakkan punggungku maka mereka akan terjatuh. Karena
28
29
Qur’an Surat al-An’am Ayat 140
Al-Hafiz Jalaluddin al-Suyuthiy, Sunan al-Nasaiy bi Syarh Jalaluddi al-Suyuthiy, Jilid
4, Juz 7 (Beirut: Dâr al-Jiil, t.th.), h. 311
85
itu, aku menunggu mereka turun dari punggungku, baru aku cukupkan
sujudku.‖30
Beberapa penggalan riwayat dan kisah Islam di atas telah memberikan
pesan kepada seluruh stake holder, baik dia sebagai orang tua, pendidik,
pemerintah maupun penegak hukum lainnya untuk tetap menjaga harkat martabat
seorang anak dari segala gangguan apapun, terlebih bentuk kekerasan seksual
pada anak.
30
Diakses pada http://hizbut-tahrir.or.id/2008/03/20/kekerasan-terhadap-anak/. Tanggal
24 Januari 2014, Pukul 19.45 WIB
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah beberapa uraian dan penjelasan dari skripsi ini, penulis
menemukan beberapa kesimpulan yang didapat sesuai dengan rumusan masalah
adalah:
1. Jumlah kekerasan seksual terhadap anak yang samakin tinggi dan meresahkan,
database akhir November 2013 KPAI mencatat kasus yang melibatkan
kekerasan seksual sebanyak 526 kasus. Dirasa penting untuk KPAI untuk
melidungi merebaknya kasus tersebut. Secara normatif, KPAI mempunyai
kewenangan untuk berperan sebagai pelidung anak dalam mengatasi kasus
kekerasan seksual terhadap anak. Hal tersebut bisa dilihat dari pasal 76 UU
No. 23 tahun 2002 Tentang Perlidungan Anak, bahwa KPAI berfungsi dan
bertugas untuk: menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan,
pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan
anak. Setelah melakukan penelahaan komprehensif dalam beberapa kasus
kekerasan seksual, KPAI telah berperan untuk melakukan penelahaan,
pemantauan, evaluasi dan mengawasi bentuk pelanggaran yang melibatkan
anak-anak, dalam konteks ini kasus kekerasan seksual terhadap anak.
2. Sejak didirikannya KPAI melalui Undang-undang No. 23 Tahun 2002
Tentang perlidungan anak pada tahun 2002 silam hingga sekarang, KPAI
86
87
mengalami beberapa permasalahan serta hambatan yang cukup rumit. Dalam
melakukan dorongan kepada para pihak yang berkepentingan seperti kepada
pemerintah, pemangku kebijakan, aparat penegak hukum, orang tua ataupun
masyarakat untuk betul-betul memberikan dorongan, masukan, sosialisasi
kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa kepentingan untuk tumbuh dan
berkembangnya seorang anak itu tetap harus dijaga. Hal itu tidaklah semudah
membalikan tangan ketika terjadi suatu pristiwa kekerasan seksual bagi para
pihak untuk menyelesaikannya. Kendala dan tantangan yang dihadapi KPAI
sebagai berikut: a)
Legal Standing Penanganan Perkara KPAI, b)
Perlindungan Anak Belum Prioritas Bagi Pemerintah Indonesia, c) Minimnya
Database Informasi KPAI, d). Minimnya pemahaman masyarakat, penegak
hukum dan stake holders (pihak berkepentingan) dalam kerangka perlidungan
hak anak.
3. Setelah mengetahui beberapa peran serta hambatan-habatan Komisi
Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) dalam mengatasi kasus kekerasan
seksual terhadap anak, penulis menemukan beberapa point penting yang perlu
dicermati. Sesuai dengan tugasnya dalam konteks ini mengatasi kasus
kekerasan seksual terhadap anak yaitu KPAI telah pengumpulan data,
informasi,
menerima
pengaduan
masyarakat,
melakukan
penelaahan,
pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap apapun. Seperti yang tertuang
dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B (2) menyatakan bahwa:
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak
88
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Namun paya Perlidungan
Anak dalam mengatasi kasus kekerasan seksual terhadap anak, secara garis
besar KPAI telah berperan secara pasif dalam
mengupayakan bentuk
perlidungan kepada anak Indonesia, bertolak belakang dengan amanat UUD
1945.
B. Saran-saran
Setelah mengamati peran serta hambatan dari KPAI dalam menangani
kasus kekerasan seksual, ada beberapa catatan penting untuk dipertimbangkan
oleh KPAI dan para stakeholder, menurut penulis yaitu:
1. Seperti yang kita tahu, kasus kekerasan seksual meningkat tajam tiap
tahunnya. Hal demikian seharusnya memberikan pertimbangan bahwa
apakah peran KPAI dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlidungan Anak masih relevan dengan tugasnya yang masih pasif—hanya
sebatas sosialisasi, pelaporan, pemantauan, pertimbangan. Saran penulis perlu
dilakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlidungan Anak yang dirasa sudah tidak relevan lagi dengan zaman
sekarang.
2. Dalam tugasnya, seharusnya KPAI lebih berperan ke wilayah penguatan
advokasi terpadu terhadap kasus-kasus kekerasan seksual. Karena hal
demikian memberikan dampak sangat strategis terhadap keberlanjutan kasus-
89
kasus kekerasan seksual terhdap anak. Seperti pengikutsertaan masyarakat,
aparat penegak hukum, lembaga sosial dan lain-lain.
90
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Al-Qur’an al-Karim
Al-Suyuthiy, Al-Hafiz Jalaluddin. Sunan al-Nasaiy bi Syarh Jalaluddi alSuyuthi. Jilid IV. Juz VII. Beirut: Daar al-Jiil. t.th.
Database Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak hasil Pemantauan Komisi
Perlidungan Anak Indonesia Bidang Data Dan Informasi dan Pengaduan
Januari-November 2013.
Djamil, M. Nasir. Anak Bukan Untuk Dihukum. Jakarta: Sinar Grafika. 2013.
Gosita, Arief. Masalah Perlindungan Anak. Jakarta Akademi: Presindo. 1989.
Gultorn, Maidin. Perlindungan Hukum terhadap Anak. Bandung : PT. Refika
Aditama. 2008.
Hall, Liz & Siobhan Lioyd. Surviving Child Sexual Abuse. New
York: Philadelphia. London: The Falmers Press. 2007.
Kartono, Kartini. Patologi Sosial II Kenakalan Remaja. Jakarta: CV. Rajawali.
1992
Kementrian Pemberdayan Perempuan Republik Indonesia. 2004.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Lembaga Negara Independen untuk
Perlindungan anak. Jakarta: KPAI. 2006.
KOntras. Menolak Kekerasan Merawat Kebebasan. Jakarta: Kontras. 2010
LBH Jakarta. Memudarnya Batas Kejahatan dan Penegak Hukum: situasi
pelanggaran hak anak dalam peradilan pidana. LBH Jakarta: Jakarta.
2012
LBH Jakarta. Mengawal Perlindungan Anak berhadapan dengan Hukum.
Jakarta: LBH Jakarta. 2012
91
Luhulima, Achie Sudiarti. Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekereasan
terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: Pusat Kajian
Wanita dan Gender UI. 2000.
Mulia, Siti Musdah, dkk. Meretas Jalan Kehidupan Awal Manusia; modul
pelatihan untuk pelatih hak-hak reproduksi dalam perspektif pluralism.
Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender. 2003.
Mulyanto. Model Pengembangan Anak Dalam Perlindungan Khusus; Laporan
Penelitian Pada Konfeksi Nasional Kesejakteraan Sosial Ketiga.
Bukittinggi: DNIKS. T.th
Newsletter Pulih. Kekerasan Seksual pada Anak. Vol. 15 Juni 2010. hal. 1
Poerwandari, E. Kristi. Mengungkap Selubung Kekerasan: Telaah Filsafat
Manusia,. Bandung: Eja Insani. 2004.
Prabowo, Budy. Anak-anak Korban Tsunami:Mereka Perlu perlindungan
Khusus. Media Perempuan Edisii No.6. Jakarta: Biro Umum dan Humas
Purnianti. Informasi Masalah Kekerasan Dalam Keluarga. Jakarta: Mitra
Perempuan. 1999
Pusoitasari. Ratih, Pemasaran Sosial Peningkatan Pendidikan Seksual Oleh
Orang Tua. Depok: FISIF UI. 2009.
Salmi. Jamil. Violence and Democratic Society. Yogyakarta: Pilar Media. 2005
Santoso. Tomas. Kekerasan Agama Tanpa Agama. Jakarta: PT Pustaka Utan
Kayu. 2002
Sarlito, Wirawan. Psikologi Remaj. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2007.
Siregar, Bismar dalam Irma Setyowati. Aspek Hukkum Perlindungan Anak.
Jakarta: Bumi Aksara. 1990.
Sukanto. Jurnal Psikologi UI, (Jakarta: UI Press, 1980), hal. 34
Sunggono, Bambang. Metode Penelitihan Hukum. Jakarta: PT. Grafindo
Persada. 1997
Suyanto, Bagong. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2003.
92
Tim Penyusunan Pusat Pembimbing dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1991
Tower, Cynthia Crosson . Child Abuse and Neglect. Washington: National
Education Association. T.th
Undang-Undang Perlindungan Anak. UU RI No.23 Tahun 2002. Jakarta :Sinar
Grafika 2009. cet ke-4
UUD 1945. Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI. 2011
Wadong, Maulana Hassan. Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan
Anak. Jakarta: PT Gramedia Widiasrana Indonesia. 2000
Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan. Perlindungan Terhadap Korban
Kekerasan seksual: Advokasi atas Hak Asasi Perempuan. Bandung:
Refika Aditama. 2001
Windu, I. Marshana. Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan Galtung.
Yogyakarta: Kanisius. 1992.
YLBHI. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia. Jakarta: YLBHI dan PSHK.
2007
Peraturan Perundang-undangan:
1)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
2)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;
3)
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak
4)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
5)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
6)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga
93
7)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlidungan Saksi dan
Korban
8)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
9)
Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1998 tentang Usaha Kesejahteraan
Sosial bagi anak yang mempunyai masalah
10) Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun
2003 Tentang Komisi
Perlindungan Anak Indonesia
11) Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tenang Konvensi Hak Anak.
Hasil Penelusuran Internet:
________,Kekerasan Seksual Pada Anak di Jateng Makin Tak Terbendung,
lebih
lengkap
lihat:
http://komnaspa.wordpress.com/2013/09/10/kekerasan-seksual-padaanak-di-jateng-makin-tidak-terbendung/. Diakses pada tanggal 27
Desember 2013 Pukul 19.03 WIB
________,Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak” lebih
lengkap baca: http://www.investor.co.id/family/indonesia-harus-perangikejahatan-seksual-terhadap-anak/72742. Diakses pada tanggal 26
November 2013 Pukul 19.30 WIB
_______, Peran KPAI. Lebih lengkap baca: http://essays24.com/print/PeranKpai/47669.html. Diambil pada tanggal 24 Desember 2013 Pukul 06.30
WIB
________,“Cabuli
Bayi
A
Lebih
dari
Sekali”
http://news.liputan6.com/read/738357/paman-cabuli-bayi-a-lebih-darisekali. Diakses pada tanggal 26 November 2013 Pukul 19.30 WIB
________, “31% Kekerasan Seksual terhadap Anak Dimulai dari Internet”
http://www.investor.co.id/family/31-kekerasan-seksual-terhadap-anakdimulai-dari-internet/72084. Diakses pada tanggal 26 November 2013
Pukul 19.35 WIB
________, “Indonesia Harus Perangi Kejahatan Seksual Terhadap Anak”
lebih lengkap baca: http://www.investor.co.id/family/indonesia-harusperangi-kejahatan-seksual-terhadap-anak/72742. Diakses pada tanggal 26
November 2013 Pukul 19.30 WIB
94
Pusat Data dan Informasi EksploitasiSeksual Komersial Anak (Pusdatin
Eska)”,http://www.gugustugastrafficking.org/index.php?option=com_con
tent&view=article&id=524:pusat-layanan-dan-informasi-eksploitasiseksual-komersial-anak-pusdatin-eska&catid=68:lsmnasional&Itemid=97. Diakses pada tanggal 6 Desember 2013, 19. 07
WIB
________,Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Pelecehan_Seksual_Terhadap_Anak.
Diakses pada tanggal 6 Desember 2013, 19. 15 WIB
________,
“Kekerasan
Seksual
pada
Anak
Indonesia”
http://sendawakurasapisang.blogspot.com/2012/05/kekerasan-seksualpada-anak-indonesia.html. Diakses pada tanggal 6 Desember 2013, 19. 20
WIB
Hukum Online “Kasus Kekerasan Seksual Anak Makin Memprihatinkan”
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt514c58f9ea788/kasuskekerasan-seksual-anak-makin-memprihatinkan. Diakses pada tanggal 26
November 2013 Pukul 19.38 WIB
________,Keluarga Korban
Kekerasan
Seksual Keluhkan KPAI”.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabeknasional/13/11/11/mw3lha-keluarga-korban-pelecehan-seksual-oknumsantri-pesantren-keluhkan-kpai. Diakses pada tanggal 26 November 2013
Pukul 19.32 WIB
________, “1.032 Kasus Kekerasan Anak Terjadi Di Semester I Tahun 2013”
diakses pada: http://indonesia.ucanews.com/2013/09/05/1-032-kasuskekerasan-anak-terjadi-di-semester-i-tahun-2013/. 14 September 2013
Pukul 17. 30 WIB
Santoso, Ras Eko Budi, Pengertian Anak, di akses pada tanggal 11-07-2013
dari http://ras-eko.blogspot.com/2012/12/pengertian-anak.html
________,KPAI Desak DPR Revisi Undang-Undang Perlidungan Anak”,
http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/01/29/3/126901/KP
AI-Desak-DPR-Revisi-UU-Perlindungan-Anak. Tanggal 24 Desember
2013 Pukul 14.05 WIB
TRANSKIP HASIL WAWANCARA
“PERAN KPAI DALAM MENGATASI KEKERASAN SEKSUAL
TERHADAP ANAK”
Interviewer
Narasumber KPAI
Tempat
Tanggal
Waktu
: Hilman Reza (108048000021)
: Dinil Abrer Sultani, S.Pd.I (Pokja Kajian Dan Telaah KPAI)
: Kantor Pusat KPAI, Jl. Teuku Umar No. 10-12 MentengJakarta
: 16 Desember 2013
Format Simbol Wawancara:
: 10.30 – 11.15 WIB
P: Penulis
N: Narasumber KPAI
P : Disini fakta yang pertama seperti yang mas tahu juga, sesuai dengan peraturan
perundang di Indonesia setiap komisi pemerintah diberikan wewenang sesuai dengan
kwenangan masing-masing dan salah satunya adalah KPAI itu sendiri, dalam
kaitannya dengan permasalahan kasus kekerasan seksual terhadap anak, apakah KPAI
mempunyai wewenang dalam mengatasi hal ini?
N : KPAI punya wewenang dalam mengatasi hal kekerasan seksual terhadap
anak, namun dengan artian kita harus tahu dulu tugas-fungsi KPAI itu sendiri
bukan menyelesaikan masalah tapi kan memberikan pengawasan, sebagai
lembaga pengawasankalau ada terjadi kekerasan bagaimana melakukan
pendampingan melakukan pengawalan supaya nanti memberikan ketika ada
terjadinya korban kekerasan seksual dicarikan stake holder (pihak yang
berwenang), dicarikan jalan keluar bagaimana si anak ini bisa tertangani di
area-area rehabilitasi, seperti itu salah satunya. Jadi bentuk mengatasi
kekerasan seksual ini dengan memberikan pendampingan dan memberikan
solusi.
P: Tapi solusi itu belum begitu jelas pak? Bagaimana bentuk konkritnya?
N: Misalkan terjadi kekerasan seksual pada anak, baik si anak sebagai korban
atau anak pelaku, nah tugas KPAI di sini adalah ketika itu sebagai korban si
anak ini maka dicarikan solusinya dengan si anak ini ditempatkan di tempat
rehabilitasi, ada juga yang bisa dikembalikan kepada orang tua agar dibina,
nah pelaku juga seperti itu, kalau dia masih dalam kategori anak maka dia
tidak boleh dipenjara jika dia dibawah umur 18 tahun ke bawah dikembalikan
pada orang tua untuk dilakuakan pembinaan-pembinaan begitu, solusinya itu
mencarikan jalan keluar tempat dia dibina kembali.
P :Kekerasan seksual itu menurut KPAI apa sih?
N :Sebuah perbuatan yang sangat merendahkan, sangat melecehkan terhadap
korban, memtutuskan masa depan, menghilangkan mimpi yang lebih baik
bagi anak-anak, karena akibat kekerasan seksual ini menjadikan trauma yang
berkepanjangan, khusus kepada korban ketika terjadi kekerasan seklsual,
makanya menurut KPAI ya itu tadi dapat memutuskan masa depan anak
begitu.
P :Terus dari tahun ke tahun sampai sekarang ini data kasus kekerasan seksual
terhadap anak bagaimana?
N : banyak sebenarnya, kalau pertahun itu kan kita ada data khusus, khusus
yang tahun 2013 ini yang sudah kita input dari januari sampai November 2013
ada banyak ini, kita bagi klusternya ada jenis pengaduan, ada yang dari
langsung, surat, telfon dan pemantauan online, cetak dan elektronik. Masingmasing itu ada kekerasan seksual, nah saya bacakan saja ini, yang untuk jenis
pengaduan yang langsung datang, ada yang langsung datang kemari ada yang
melaui surat dan ada juga yang melaui telfon, nah untuk yang datang langsung
kemari tahun 2013 ini terhitung januari sampai November ada 32 kasus, yang
melaui surat itu ada 8 kasus, yang melalui telfon ada 4 kasus, nah untuk
pemantauan media online itu ada 62 kasus, yang dari media (massa) cetak ada
43 kasus, dan melalui media elektronik itu ada 25 kasus. Dan setiap tahun
kasus kekerasan seksual itu meningkat.
P: Terus ketika melihat hal itu bagaimana tanggapan serta penyelsainnya, apakah
penyelesainnya sampai tuntas atau berhenti ditengah jalan pak?
N :Nah seperti yang saya kembalikan tadi, kebanyakan orang menganggap
KPAI ini kan menyelesakan masalah ketika terjadi kekerasan seksual,
pemahaman penyelesaian kasus dalam KPAI terjadi salah kapra, seolah-olah
ketika sudah dikirimkan pengaduan kepada KPAI seolah-olah ini bisa selesai
gitu, perlu kita kembalikan lagi bahwa sebenarnya fungsi-tugas KPAI itu
sendiri memberikan pengawasan tidak terjadi hal-hal seperti tu melakukan
pendampingan semacam pendekatan dan itu ada yang bisa selesai dan ada
yang berhenti ditengah jalan dan berhenti ditengah jalan bukan ditinggalkan
atau mandeg.mentok ada yang selesai sependanpingan tentu yang dicarikan
solusi tadi mas, si pelaku atau sikorbannya yang ditempatkan ditehablitasi
dikementrian sosial di dinas sosial banyak caranya, jadi kembali apakah bisa
selesai tergantung kasus dan tergantung penanganannya, Dan tergantung
situasi kasus itu sendiri.
P :Dari tahun 2013 penyelesaiannya kira-kira berapa persen,kasus itu bisa
diselesaikan?
N : nah kalau itu bisa selesai itu ada dibidang apa saya tidak pegang, karna
yang pegang itu kan yang pengaduan dan pengaduan putusnya masalah kan
dipengaduan seperti lewat telpon, media cetak,dan langsung dateng kemari itu
mereka langsung bersentuhan dengan KPAI sedangkan yang media cetak
onlinekan kita kan cuma menginput data nah, kalau untuk jelasnya udah
berapa yang selesai gituh yah nah, dari KPAI ini yang menyelesaikan yang
khusus kekerasan seksusal ini mungkin di sekitar kroscek nanti di pengaduan
apakah ada gituh gitoh loh mas.
P :Yang kasus rata-rata ituh korban atau kasusnya rata-rata di umur berapa yah mas?
N : Yah,pelajar mas pokoknya jadi kekerasan seksusal terjadi ketika anakanak di bawah umur 18 tahun yah berati terhitung dari kemarin itu yang bayi
umur Sembilan bulan di perkosa pamannya sehingga meninggal terhitung dari
umur Sembilan bulan sudah sampai di bawah umur 18 tahunpun terjadi.
P :Itukasusnya pamannya selesainya gimana mas gituh mas?
N: Maksudnya bagaimana?
P :Pas itu pernah lapor ke sini juga?
N :Engga,jadi KPAI itu melihat langsung ya kejadian sebenarnya seperti apa
yang terjadi ituh rupanya anus sama lubang kemaluannya sangat mengerikan.
P :Sebenarnya apa sih faktor penyebab terjadinya kasus-kasus kekerasan seksual
begitu banyak?
N :Banyak mas, banyak aspeknya, mulai dari, terkadang dari nontonan,
karena pelaku itu khususnya, kita bahas tentang pelaku terlebih dahulu, karena
ketika ada kasus kekerasan seksual ada pelaku dan ada korban, kadangkadang yang pelakunya itu seperti pelajar banyak menonton yang berbau-bau
porno, kan sekarang gampang dicari situs-situs porno gitu kan, sekarang anakanak sudah punya gadget itu yang untuk pelajar atau anak-anak
P :apa itu rasa keingintahuan mereka (anak-anak)?
N: bisa jadi, terus yang orang tua yang tidak puas dengan istrinya atau dia
menjanda atau dia menduda ingin ada kepuasan yang baru, atau terkadang kan
korban terlalu membuka aurat, dan itu faktor-faktor yang bisa menyebabkan
terjadinya itu (kekerasan seksual), seperti yang saya input kasus ada beberapa
kasus yang saya terima gitu, saya input seperti tidur bersama karena rumahnya
kecil jadi ibu, ayah dan sebelahnya anak gadis ketika ibu bangun jam 4 pagi
siap-siap memasak si ayah tiba-tiba memeluk si anak, terjadilah kasus
perkosaan, kan kadang-kadang gak masuk akal, tapi contoh seperti banyak
terjadi.
N : untuk menanggapi kasus tersebut bagaimana Peran KPAI dalam kasus tersebut?
P : iya, tentu peran KPAImelakukan dorongan kepada pemerintah khususnya
untuk mau melakukan kebijakan secara benar, terus kepada pihak berwajib
melakukan pananganan, terus kepada orang tua atau masyarakat untuk betulbetul memberikan dorongan, masukan, sosialisasi kepada seluruh masyarakat
Indonesia bahwa anak itu harus dijaga, nah ketika terjadi kasus peran yang
dilakuakan ya itu mas coba melakukan identifikasi gitu kan, apa yang terjadi
sebenarnya ini dan dicari siapa yang sebenarnya yang melakukan tindakan
seperti itu dan diberikan semacam pelajaran, saya kira ini bukan tugas KPAI
sendiri ya gitu ya, tetapi tugas kita semuanya, keluarga, dan kita pribadi
masing-masing masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga mencegah
kasus kekerasan seksual itu sendiri.
N : perlidungan dari KPAI sendiri itu terhadap kasus tersebut seperti apa
pak?,misalkan terjadi pelaporan, pengaduan dan sejenisnya terus apa yang dilakukan
KPAI?
P : ketika ada laporan tentang kasus kekerasan seksual contohnya pengaduan
datang langsung, kita langsung menanyakan kasus tersebut kepada pihak
pelapor dan korban, dari hasil laporan itu akan diinventaris serta dimasukan di
dalam data dan mempelajarinya, setelah itu dicarikan pemecahan masalahnya,
bagaimana kasus ini apakah diselesakan dipengadilan atau diselesaikan secara
kekeluargaan atau bagaimana, biasanya kan kebanyakan diselesaikan di
pengadilan tapi pengadilan yang tertutup karena mereka (baik korban atau
pelak) masih anak-anak, berbeda sama yang udah dewasa, kan terdapat hakhak mereka (anak-anak) dalam pengadilan itu menjaga, caranya adalah
melakukan pendampingan tadi mas, kita check siapa ini korbannya gitu kan
kalau khusus korban ya, kita lakukan pendampingan kita lihat, ini sebenarnya
kasusnya bagaimana gitu kan, terus bagaimana ini supaya bisa diselesaikan,
terkadang keluarga atau para pihak marah diadukan ke kepolisian atau
pengadilan bagaimana ini bisa diselesaikan, sebenarnya hal-hal seperti itu,
namun banyak kendala-kendala juga tentunya.
P: rata-rata apa sih hambatannya itu pak?
N : ya banyak sih mas kendala yang terjadi, terkadang ya gini mas, masingmasing pihak keluarga pelaku kekerasan contohnya tidak terima ketika dalam
pengadilan contohnya ya, tentu keluarga korban menuntut kalau bisa dihukum
mati karena telah memutuskan masa depan si anak apalagi kejadinya itu bisa
hamil pokonya harus dihukum mati, tapi keluarga pelaku gak mau dituntut
seperti itu toh juga terkadang kasusyang sering itu, kadang orang tua ini
menutup juga menutup kasus ini, misalkan KPAI tahu ada laporan baru
tetangga datang kemari, tetangganya terjadi kekerasan seksual terhadap
anaknya kemudian ada tetanganya yang mengadu kepada KPAI tolong itu
diurus, tetangganya itu. Setelah itu kita (KPAI) coba datangi terus orang tua
tersebut (yang terkena kasus kekerasan seksual) menutup kasus tersebut
dengan berkata: sudahlah, kita tidak mau diekspos, karena ini aib gitu.
Tantangan-tantangan seperti saya kira banyak, seperti kasusnya video seks
yang di Sekolah itu yang di Jakarta.
P: Untuk kasus seperti itu bagaimana langkah KPAI?
N: Jadi, pelaku perekaman itu memang datang kemari dan masing-masing
pihak mempertahankan (argumentasi), orang tua dari pelaku-pelaku itu tidak
ingin anaknya dipenjara seperti itu, sedangkan seolah-olah kalau dalam
videonya itu ya terlihat saling senyum saling suka gitu kan, tapi seolah-olah
ada diplintirkan yang perempuan yang pelaku itu seolah-olah dia dipaksa
gitu, dan yang orang tua laki-laki tersebut langsung memindahkan anaknya ke
luar atau ke pesantren. Nah kasus-kasus seperti itu yang sulit.Orang tua gak
mau diperpanjang.
P: Jadi faktor rasa malu orang tua banyak menjadi penghambat untuk
terselesaikannya kasus kekerasan seksual?
N: Banyak, ada juga sih, khususnya kalau anaknya pelajar menjadi pelaku
kekerasan seksual mereka tidak mau anaknya terkenal, tetapi ada juga tapi
tidak sebanyak itu.
P: Hambatan lain selain faktor rasa malu keluarga atau aib, hambatan apa lagi yang
menjadi problem dalam menangani kasus kekerasan seksual?
N: Kalau untuk hambatan-hambatan yang lain tentu banyak ya, itu kan ada
masing-masing Pokjanya, kebetulan saya termasuk masalah penginput data,
untuk yang survey ke lapangan itu ada pokjanya tersendiri. Nah kami sering
bercerita memang kendala yang sering dirasakan itu tadi, namun tidak
menutup kemungkinan ada kendala-kendala yang lain. Tapi yang paing sering
adalah itu, keluarga merasakan dan menggap masalah tersebut adalah aib,
tetapi ada juga keluarga yang menganggap ini harus dilakukan penyelesaian
karena hal itu telah memutuskan masa depan anak dan harus diperjuangkan,
hal demikian ada juga yang berpendapat seperti itu. Ada yang nanti berbelit di
hukum dipengadilan, dikepolisian.kita tidak terlalu mengambil kesimpulan
terlalu panjang namun yang paling sering menjadi hambatan dan spesifik itu
tadi mas.
P: Tapi rata-rata berhenti dijalan karena hambatan itu?
N: Bisa juga berhenti dijalan tapi ya akhirnya ya udah berlalu saja.
P: Untuk urgensitas KPAI itu sendiri dalam menangani kasus kekerasan seksual
terhadap anak itu bagaimana?
N: tentu kalau ditanya urgensitas KPAI tentu penting lah, karena kan KPAI itu
sendiri bertugas untuk menyelenggarakan perlidungan anak ketika terjadi
kekerasan terhadap anak tentu itu bagian dari tanggung jawab dari KPAI
untuk menyelesaikannya, namun perlu digaris bawahi tidak seperti pandangan
masyarakat ketika ada kasus yang disampaikan kepada KPAI seolah-olah itu
bisa selesai langsung gituh, gak seperti itu karena banyak hal-hal yang
dipertimbangkan dan dilakukan KPAI, sehingga salah satu bentuk, bentuk
merasakan kepentingan bahwa kekerasan seksual itu layak dan penting untuk
diperhatikan ya dengan melakukan pendampingan, melakukan pencarian
solusi, sebenarnya ini mau diapakan si anak, apakah anak ini dikembalikan
kepada orang tua atau diselesaikan secara kekeluargaaan atau ditempatkan di
tempat rehabilitasi, panti-panti, atau di tempat sosial seperti di dinas sosial.
P: Seperti contoh kasus kekerasan seksual di pebayuran, pelapor tidak puas terhadap
KPAI? Apa tanggapan KPAI?
N: Sebenarnya mas, ini terkadang media sosial salah dan ingin tampil nama,
mungkin mas baca yang di media online, saya ini coba input data yang di
Republika ROL ONLINE memang bahasanya adalah KPAI yang salah tiidak
melakukan penyelesaian secara tuntas, tapi saya lihat di detik.com itu bukan
KPAI tapi itu adalah dengan nomor surat yang sama itu melaporkan ke LSM
PASTI INDONESIA itu menurut wartawan detik.com, sedangkan menurut
Republika ROL Online itu adalah Komsi Perlidungan Anak. Banyak
Sebenarnya nama-nama lembaga-lembaga ini mas di masing-masing daerah
ada yang namanya Komsi Perlindungan Anak, Lembaga Perlidungan Anak
(LPA), ada yang lain yang bahasanya-bahasanya untuk perlidungan anak
namun ini bahasanya, saya juga terkejut tadi bacanya “korban pelecehan
seksual oknum santri pesantren keluhkan KPAI”. Kalau saya menjawabnya
ini seolah-olah di sumbernya berbeda-beda gitu, tapi saya akan jawab, apa
yang menjad kendala kasus kekerasan seksual khususnya kasus kekerasan di
Pesantren al-Bina, seolah-kan kakak kelasnya menyodomi adik-adik kelasnya,
terus pesantrennya beranggapan itu seolah-olahadalah aib gak boleh keluar,
sedangkan disitu ada yang perlu diperjuangkan hak-hak anak ini karena sudah
dilecehkan tapi pihak pesantren tidak mau karena menjaga nama baik,ini
didiamkan dan itu salah menurut pesantren, akhirnya pihak pesantren
mengeluarkan si senior itu (pelaku)juga ujung-ujungnyakarena sudah ada
desakan-desakan, tapi dalam kasus ini ketika dilaporkan kepada lembaga
salah satu lembaga itu tadi, namanya itu, ada namanya, jawabnya: tidak apa,
tidak menyelesaikan tugas dalam telfon-telfon sama pihak orangtua
korbannya tidak nyambung lagi gitu mas, namanya Arleks. Saya kira itu
masyang tentu kendala-kendalanya.
P: Untuk wilayah internal sendiri apa kendalanya?
N: Ya, Pesantren kan ga mau yang namanya buruk, khususnya sekolah, pasti
dia menjaga nama baik sekolah tapi karena dia sudah gempar gak terjaga lagi,
Download