laporan analisis impor produk minuman beralkohol melalui

advertisement
LAPORAN
ANALISIS IMPOR PRODUK MINUMAN BERALKOHOL
MELALUI PELABUHAN TERTENTU
PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, laporan akhir Analisis Impor Produk Minuman
Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
Permasalahan pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan,
peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol telah lama menjadi masalah
yang sensitif di Indonesia. Hal ini karena produk Minuman beralkohol selain
bertentangan dengan norma agama dan jiwa bangsa Indonesia yang
religius, juga telah terbukti menelan korban jiwa yang jumlahnya tidak
sedikit. Produk Minuman Beralkohol berdampak negatif dan berbahaya
terhadap masyarakat.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20/MDAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap
Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol guna
melaksanakan Ketentuan Pasal 9 Perpres No. 74 Tahun 2013 tentang
Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol melalui pintu masuk
tertentu, yakni pelabuhan laut Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta,
Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, Bitung di Manado,
dan Soekarno Hatta di Makassar; atau bandar udara internasional. Oleh
karena itu, Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri melakukan analisis
untuk mengetahui dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol
melalui pelabuhan tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk
Minuman Beralkohol Indonesia serta industri pariwisata dan produsen
sejenis.
Dengan selesainya laporan ini, tak lupa kami sampaikan ucapan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu sampai dengan
terwujudnya laporan. Ucapan terimakasih secara khusus kami sampaikan
kepada Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri yang telah
senantiasa memberikan bimbingan baik substansi maupun motivasi,.
Harapan kami, laporan analisis ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi perumusan kebijakan.
Jakarta,
Maret 2016
Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
ii
ABSTRAK
Kajian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan impor
produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap struktur
dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia serta dampak
penetapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan
Tertentu terhadap industri pariwisata, konsumen dan produsen sejenis
dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil
analisis disimpulkan bahwa kebijakan impor produk Minuman Beralkohol
melalui pelabuhan tertentu telah menggeser struktur impor produk
Minuman Beralkohol Indonesia dalam hal penggunaan moda transportasi
dan pelabuhan bongkar serta menimbulkan ketidakselarasan di antara
jumlah alokasi impor dengan realisasi impor. Selain itu, penetapan
pelabuhan tertentu sebagai Pelabuhan Tertentu memiliki pengaruh
terhadap penurunan pemasokan dan meningkatkan biaya atas pembelian
produk Minuman Beralkohol bagi industri pariwisata, menurunkan
penjualan dan meningkatkan persaingan usaha bagi produsen sejenis, dan
meningkatkan harga di tingkat konsumen.
Kata kunci: impor, produk Minuman Beralkohol, pelabuhan
ABSTRACT
This study aims to analyze the impact of alcoholic beverages import
policy through certain ports on the Indonesia’s alcoholic beverages import
structure and performance, Indonesia’s tourism industry, consumers and
producers using a qualitative descriptive method. Based on the analysis,
the import policy of alcoholic beverages products through certain ports have
shifted the structure of imports in terms of the use of modes of transportation
and the port. It also caused disharmony between imports allocation and its
realization. In addition, the determination of certain ports decreased
alcoholic beverages supply for tourism industry in Indonesia and increased
additional fee for purchasing of acoholic beverages, lower sales and
increased competition for producers, and increased price at the consumer
level.
Keywords: import, alcoholic beverages, port
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
ABSTRAK .................................................................................................. iii
ABSTRACT ................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii
BAB I.......................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Tujuan ................................................................................................ 3
1.4 Output ................................................................................................ 3
1.5 Dampak/Manfaat................................................................................ 4
1.6 Ruang Lingkup ................................................................................... 4
1.7 Sistematika Laporan .......................................................................... 4
BAB II ......................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 6
2.1 Tinjauan tentang Perdagangan Internasional .................................... 6
2.2 Definisi Impor ................................................................................... 12
2.3 Hambatan Perdagangan Internasional ............................................ 14
2.3.1 Hambatan Perdagangan Tarif ............................................... 15
2.3.2 Hambatan Perdagangan Non-tarif ........................................ 18
2.4 Pengkajian Sebelumnya .................................................................. 20
2.4.1 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012)
.............................................................................................. 20
2.4.2 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013)
.............................................................................................. 22
2.4.3 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2014)
.............................................................................................. 23
BAB III ..................................................................................................... 25
METODE PENGKAJIAN ……………………………………………………..24
3.1 Metode Analisis................................................................................ 25
3.2 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 25
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
iv
3.3 Jenis dan Sumber Data ................................................................... 25
BAB IV ..................................................................................................... 26
GAMBARAN UMUM TINGKAT PRODUKSI, KONSUMSI DAN
PERDAGANGAN PRODUK MINUMAN BERALKOHOL INDONESIA ….26
4.1 Kinerja Produksi Industri Minuman Beralkohol Indonesia ................ 26
4.2 Kinerja Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Indonesia ............... 30
4.3 Kinerja Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia ......... 37
BAB V ...................................................................................................... 49
HASIL ANALISIS ………………………………………………………………49
5.1 Dampak Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui
Pelabuhan Tertentu Terhadap Struktur dan Kinerja Impor Produk
Minuman Beralkohol Indonesia ………………………………………..49
5.2 Dampak Penetapan Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol
Melalui Pelabuhan Tertentu terhadap Industri Pariwisata, Konsumen
dan Produsen Sejenis …………………………………………………. 60
BAB VI …………………………………………………………………………. 64
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……………………………………... 64
6.1 Kesimpulan ……………………………………..................................... 64
6.2 Rekomendasi …………………………………………………………….. 65
DAFTAR PUSTAKA
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Perkembangan Nilai Output Industri Minuman
Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013
29
Tabel 4.2
Perkembangan Nilai Produksi Industri Minuman
Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013
30
Tabel 4.3
Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita
33
Tabel 4.4
Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita
34
Tabel 4.5
Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita
Indonesia
35
Tabel 4.6
Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita
Indonesia, Hanya Peminum, Tahun 2010
35
Tabel 4.7
Perkembangan Nilai Ekspor Produk Minuman
Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk
41
Tabel 4.8
Perkembangan Volume Ekspor Produk Minuman
Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk
42
Tabel 4.9
Kinerja Nilai Ekspor Produk Minuman Beralkohol
Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan
43
Tabel 4.10 Kinerja Volume Ekspor Produk Minuman Beralkohol
Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan
44
Tabel 4.11 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman
Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk
46
Tabel 4.12 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman
Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk
47
Tabel 4.13 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman
Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Asal
48
Tabel 4.14 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman
Beralkohol Indonesia Berdasarkan Negara Asal
48
Tabel 5.1
Jumlah Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (ITMB) Berdasarkan Provinsi Tahun 2010-2015
54
Tabel 5.2
Kinerja Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol
Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar
56
Tabel 5.3
Kinerja Volume Impor Produk Minuman Beralkohol
Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar
57
Tabel 5.4
Perkembangan Alokasi dan Realisasi Impor Produk
Minuman Beralkohol
58
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional
Gambar 2.2
Dampak-dampak Keseimbangan Umum dari
Pemberlakuan Tarif di Sebuah Negara Kecil
16
Gambar 2.3
Dampak Kebijakan Pembatasan Impor terhadap
Kesejahteraan
19
Gambar 4.1
Perkembangan Jumlah Perusahaan dalam Industri
Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013
27
Gambar 4.2
Perkembangan Utilisasi Industri Minuman Beralkohol
Indonesia Tahun 2010-2013
28
Gambar 4.3
Perkembangan Konsumsi Produk Minuman
Beralkohol Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15
Tahun
31
Gambar 4.4
Perkembangan Konsumsi Produk Minuman
Beralkohol Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15
Tahun, 2010 (dalam Liter)
32
Gambar 4.5
Konsumsi Minuman Beralkohol Per Kapita (Penduduk
Berusia Di Atas 15 Tahun) Tahun 1961-2010
32
Gambar 4.6
Rerata dan Proporsi Konsumsi Minuman Beralkohol
Indonesia, 2014
36
Gambar 4.7
Perkembangan Nilai Neraca Perdagangan Produk
Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015
(dalam Juta US$)
38
Gambar 4.8
Perkembangan Volume Neraca Perdagangan Produk
Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015
(dalam Ribu Ton)
39
Gambar 5.1
Pangsa Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
Berdasarkan Pelabuhan Bongkar Tahun 2006 dan
2009
50
Gambar 5.2
Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2010 dan
2013
51
Gambar 5.3
Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2014 dan
2015
53
Gambar 5.3
Perkembangan Volume, Alokasi dan Realisasi
Produk Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 20102015
59
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
6
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Permasalahan pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan,
peredaran dan penjualan Minuman Beralkohol telah lama menjadi masalah
yang sensitif di Indonesia. Hal ini karena produk Minuman beralkohol selain
bertentangan dengan norma agama dan jiwa bangsa Indonesia yang
religius, juga telah terbukti menelan korban jiwa yang jumlahnya tidak
sedikit. Produk Minuman Beralkohol berdampak negatif dan berbahaya
terhadap
masyarakat.
Produk
Minuman
Beralkohol
secara
klinis
mengganggu kesehatan sebab menimbulkan gangguan mental organik,
merusak syaraf dan daya ingat, odema otak, sirosis hati, gangguan jantung,
gastrinitis, paranoid, dan dalam jangka panjang akan memicu penyakit
kronis. Secara psikologis, produk Minuman Beralkohol dapat merusak
secara permanen jaringan otak sehingga menimbulkan gangguan daya
ingat, kemampuan penilaian, kemampuan belajar dan gangguan jiwa
tertentu. Selain dampak yang ditimbulkan terhadap kesehatan dan
psikologis, Minuman Beralkohol dianggap menjadi faktor pemicu tingginya
kriminalitas di beberapa daerah di Indonesia.
Dampak negatif yang diakibatkan produk Minuman Beralkohol begitu
kompleks, namun faktanya Minuman Beralkohol masih banyak diproduksi,
diimpor, dan diperjualbelikan secara bebas sementara penegakan hukum
terhadap masalah yang diakibatkan Minuman Beralkohol masih lemah. Hal
ini menyebabkan sebagian besar masyarakat mendorong pemerintah untuk
mengatur produksi, pendistribusian, dan penjualan produk Minuman
Beralkohol.
Oleh karena itu, Peraturan Presiden (Perpres) No. 74 Tahun 2013
tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol memandang
perlu untuk mengatur pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan,
peredaran, dan penjualan minuman beralkohol, termasuk di dalamnya
pengadaan Minuman yang berasal dari impor sehingga dapat memberikan
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
1
perlindungan serta menjaga kesehatan, ketertiban dan ketentraman
masyarakat dari dampak buruk penyalahgunaan minuman beralkohol.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dalam Perpres No. 74 Tahun 2013, produk
Minuman Beralkohol yang berasal dari impor hanya dapat diimpor oleh
pelaku usaha yang telah memiliki perizinan impor dari menteri yang
menyelenggarakan pemerintahan di bidang perdagangan. Di samping itu,
produk Minuman Beralkohol yang berasal dari impor harus memenuhi
standar mutu produksi serta standar keamanan dan mutu pangan dan wajib
mencantumkan label.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20/MDAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap
Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol guna
melaksanakan Ketentuan Pasal 9 Perpres No. 74 Tahun 2013 tentang
Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Dengan adanya
Permendag
No.
20/M-DAG/PER/4/2014,
pemerintah
menetapkan
pengadaan Minuman Beralkohol asal impor hanya dapat dilakukan oleh
perusahaan yang telah memiliki penetapan sebagai Importir Terdaftar
Minuman Beralkohol (IT-MB) dan melalui pintu masuk tertentu, yakni
pelabuhan laut Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas
di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, Bitung di Manado, dan Soekarno
Hatta di Makassar; atau bandar udara internasional. Impor Minuman
Beralkohol ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas
hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Selain itu, kebijakan impor
produk Minuman Beralkohol ini mengatur mengenai alokasi jenis dan
jumlah Minuman Beralkohol yang dapat diimpor untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi ditetapkan berdasarkan pola pembagian pemenuhan
kebutuhan konsumsi Minuman Beralkohol yang penjualannya dikenai pajak
(duty paid) dan tidak dikenai pajak (duty not paid).
Untuk mengetahui gambaran sampai sejauhmana efektivitas
pengimplementasian
kebijakan
impor
produk
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
Minuman
Beralkohol
2
Indonesia yang ada, maka Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
menyelenggarakan kegiatan Analisis Kebijakan Impor Produk Minuman
Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, berikut ini adalah rumusan
masalah yang akan dibahas dalam analisis:
1. Bagaimana dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol
melalui pelabuhan tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk
Minuman Beralkohol Indonesia?
2. Bagaimana dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman
Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap industri pariwisata dan
produsen sejenis?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari analisis ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis dampak kebijakan impor produk Minuman Beralkohol
melalui Pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk
Minuman Beralkohol Indonesia
2. Menganalisis dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman
Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap industri pariwisata,
konsumen dan produsen sejenis
1.4
Output
Analisis ini diharapkan dapat menghasilkan beberapa output, yakni
tersusunnya gambaran dampak kebijakan impor produk Minuman
Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap strukur dan kinerja impor
produk Minuman Beralkohol Indonesia dan dampak penetapan kebijakan
impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap
industri pariwisata, konsumen dan produsen sejenis
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
3
1.5
Dampak/Manfaat
Analisis ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam
pengevaluasian dan penyusunan kebijakan impor produk Minuman
Beralkohol di Indonesia dan sebagai bahan referensi bagi para pemangku
kepentingan terkait.
1.6
Ruang Lingkup
Analisis ini hanya membahas pengimplementasian kebijakan impor
produk Minuman Beralkohol Indonesia melalui Permendag No. 43/MDAG/PER/9/2009 dan Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014. Sementara
itu kegiatan kunjungan lapangan atau survei dengan metode wawancara
dilaksanakan di Provinsi Banten, Provinsi Bali, Provinsi Kepulauan Riau,
Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Adapun
kegiatan diskusi terbatas dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta.
1.7
Sistematika Laporan
Laporan analisis ini terbagi menjadi enam bab dengan isi masing-
masing Bab sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan masalah umum yang berkaitan dengan dampak
produk Minuman Beralkohol dan kebijakan impor produk Minuman
Beralkohol. Dalam pendahuluan juga diuraikan rumusan masalah, tujuan,
output, dampak/manfaat, ruang lingkup dan sistematika laporan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini diuraikan studi literatur yang berkaitan dengan studi ini. Pada
bagian pertama dari tinjauan pustaka dibahas yang terkait dengan definisi
impor dan kebijakan kuota impor. Terakhir, pembahasan sub bab
selanjutnya dijelaskan mengenai hasil studi empiris sebelumnya.
BAB III METODE PENGKAJIAN
Bab ini diawali dengan metode analisis, kemudian dilanjutkan dengan
penguraian metode pengumpulan data dan jenis data serta sumber data
yang digunakan dalam analisis ini.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
4
BAB IV GAMBARAN UMUM KINERJA INDUSTRI, KONSUMSI, DAN
PERDAGANGAN PRODUK MINUMAN BERALKOHOL INDONESIA
Sub bab awal dari bab ini akan dibahas mengenai kinerja industri minuman
beralkohol yang ada di Indonesia selama ini. Selanjutnya, kinerja konsumsi
produk Minuman Beralkohol Indonesia akan dipaparkan secara singkat.
Terakhir, kinerja perdagangan produk Minuman Beralkohol Indonesia akan
diulas secara komprehensif dalam bab ini.
BAB V HASIL ANALISIS
Bagian pertama dalam bab ini akan membahas mengenai dampak
kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu
terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman Beralkohol Indonesia.
Bagian kedua mengulas mengenai dampak penetapan kebijakan impor
produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap industri
pariwisata, konsumen dan produsen sejenis
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kesimpulan dalam Bab ini merupakan sintesa dari bab-bab sebelumnya
terutama mengenai hasil analisis dampak kebijakan impor produk Minuman
Beralkohol melalui Pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor
produk Minuman Beralkohol Indonesia serta dampak penetapan kebijakan
impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu terhadap
industri pariwisata, konsumen dan produsen sejenis. Pada sub bab
berikutnya dibahas dengan rekomendasi kebijakan dan implikasi kebijakan
impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Perdagangan Internasional
Salvatore (1997) berpendapat bahwa terdapat beberapa hal yang
mendorong terjadinya perdagangan internasional diantaranya dikarenakan
perbedaan permintaan dan penawaran antar negara (Gambar 2.1).
Perbedaan ini terjadi karena: (a) tidak semua negara memiliki dan mampu
menghasilkan komoditi yang diperdagangkan, karena faktor-faktor alam
negara tersebut tidak mendukung, seperti letak geografis dan kandungan
buminya dan (b) perbedaan pada kemampuan suatu negara dalam
menyerap komoditi tertentu pada tingkat yang lebih efisien. Hal yang sama
dikemukakan juga oleh Krugman dan Obstfeld (2003) mengenai dua alasan
utama setiap negara melakukan perdagangan internasional. Dalam dunia
nyata, adanya interaksi yang terus-menerus dari kedua motif dasar di atas
tercermin dalam pola-pola perdagangan internasional.
Gambar 2.1 Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional
Sumber : Salvatore (1997)
Menurut Krugman dan Obstfeld (2003), perdagangan internasional
dapat meningkatkan output dunia karena memungkinkan setiap negara
memproduksi sesuatu yang mereka kuasai keunggulan komparatifnya.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
6
Sementara, Sadono Sukirno berpendapat bahwa manfaat-manfaat
perdagangan internasional adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di
setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kondisi
geografi, iklim, tingkat penguasaan teknologi dan lain-lain. Dengan
adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi
kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
2. Memperoleh keuntungan dari spesialisasi. Sebab utama kegiatan
perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang
diwujudkan
oleh
spesialisasi.
Walaupun
suatu
negara
dapat
memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang
diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara
tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
3. Memperluas pasar dan menambah keuntungan. Terkadang, para
pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya)
dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan
produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan
adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan
mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk
tersebut keluar negeri.
4. Transfer teknologi modern. Perdagangan luar negeri memungkinkan
suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan
cara-cara manajemen yang lebih modern
Secara historis, teori-teori berkenaan dengan konsep-konsep
perdagangan internasional atau aktivitas ekspor dan impor antar
wilayah/negara dimulai dari teori keunggulan absolut dan keunggulan
komparatif. Teori keunggulan absolut yang diperkenalkan oleh Adam Smith
dinyatakan bahwa perdagangan didasarkan kepada keunggulan absolut
(absolute advantage), yaitu jika sebuah negara lebih efisien daripada
negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien
dibanding negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
7
negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masingmasing melakukan spesialisasi dan memproduksi komoditi yang memiliki
keunggulan absolut dan menukarkan dengan komoditi lain yang memiliki
kerugian absolut (Salvatore, 1997). Menurut Adam Smith suatu negara
akan
mengekspor
barang
tertentu
karena
negara
tersebut
bisa
menghasilkan barang dengan biaya yang secara mutlak lebih murah dari
pada negara lain, yaitu karena memiliki keunggulan mutlak dalam produksi
barang tersebut. Adapun keunggulan mutlak menurut Adam Smith
merupakan kemampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu barang
dan jasa per unit dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit
dibanding kemampuan negara-negara lain. Melalui proses ini, sumber daya
di kedua negara dapat digunakan dengan cara yang paling efisien. Output
yang diproduksi pun akan meningkat.
Menurut teori keunggulan komparatif yang diperkenalkan David
Ricardo tahun 1817 (Salvatore, 1997), nilai penukaran suatu barang
didasarkan pada biaya komparatif dan nilai kegunaan/manfaat. Dengan
teori keunggulan komparatif, masing-masing negara akan mengambil
sesuatu yang relatif efisien. Perdagangan antarnegara akan terjadi jika
masing-masing negara memperoleh manfaat dengan spesialisasi yang
lebih efisien. Dengan adanya spesialisasi, maka akan terjadilah pembagian
kerja internasional yang makin efisien, realokasi faktor-faktor produksi, dan
mobilitas faktor-faktor produksi di dalam negeri yang pada akhirnya
mendorong terjadinya persaingan di pasar faktor produksi. Walaupun suatu
negara
memiliki
keunggulan
absolut,
perdagangan
akan
tetap
menguntungkan bagi kedua negara.
John Stuart Mill berusaha menyempurnakan teori keunggulan
komparatif dengan menyatakan bahwa suatu negara akan menghasilkan
dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki keunggulan
komparatif terbesar dan mengimpor barang yang memiliki ketidakunggulan
komparatif (suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan
mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan biaya yang lebih
besar). Dengan kata lain, dasar tukar perdagangan internasional yang
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
8
sebenarnya ditentukan oleh permintaan timbal balik. Hal ini akan stabil
bilamana nilai ekspor suatu negara cukup untuk membayar nilai impornya.
Berdasarkan teori ini, nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga
kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut sedangkan
dasar nilai pertukaran ditentukan dengan batas-batas nilai tukar masingmasing barang di dalam negeri (Masngudi, 2006).
Teori perdagangan lainnya adalah konsep proporsi faktor produksi
atau dikenalkan dengan Teori Heckscher-Ohlin. Intisari Teorema HecksherOhlin (H-O) adalah: Sebuah negara akan mengekspor komoditi yang
produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah
dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan mengimpor
komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya yang relatif langka
dan mahal di negara itu. Intisari dari teori Hecksher-Ohlin adalah mengupas
dan memprediksikan pola perdagangan, dan teori penyamaan harga faktor
(factor-price equalization theorem) yang mengupas dampak-dampak yang
ditimbulkan oleh perdagangan internasional (ekspor-impor) terhadap harga
faktor produksi di negara yang terlibat.
Teorema penyamaan harga faktor (teorema Heckscher-OhlinSamuelson) sebagai berikut: Perdagangan internasional akan mendorong
terjadinya penyamaan harga-harga faktor, baik secara relatif maupun
secara absolut, di antara negara-negara yang terlibat di dalamnya.
Perdagangan internasional dapat berfungsi sebagai pengganti atau
substitusi bagi mobilitas faktor internasional. Ada tiga asumsi
penting
dalam memprediksi penyamaan harga-harga faktor yang sama sekali tidak
sesuai dengan fakta yang ada. Ketiga asumsi itu adalah :
1. Kedua negara memproduksi selalu kedua jenis barang sekaligus.
2. Adanya kesamaan dalam teknologi.
3. Hubungan perdagangan benar-benar menyamakan harga-harga barang
di kedua negara.
Perdagangan antar negara cenderung meningkatkan harga faktor
produksi yang relatif melimpah dan murah di suatu negara dan dalam waktu
yang bersamaan akan menurunkan harga faktor produksi yang relatif
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
9
langka dan mahal. Seluruh faktor produksi tenaga kerja dan modal
diasumsikan telah terdayaguna secara penuh (full employment) sebelum
maupun sesudah perdagangan,maka pendapatan rill tenaga kerja dan suku
bunga rill bagi para pemilik modal akan bergerak ke arah yang dituju oleh
pergerakan harga-harga faktor produksi itu sendiri. Teori Hecksher-Ohlin
memberikan konklusi bahwa perdagangan cenderung memperbesar tingkat
pendapatan atau tingkat upah para pekerja dan menurunkan suku bunga
rill modal di negara yang kaya tenaga kerja dan yang mengalami
kelangkaan modal. Perdagangan (ekspor dan impor) akan memberikan
keuntungan bagi negara-negara yang melakukannya.
Namun demikian, dalam perkembangannya teori Heckscher-Ohlin
(Teori H-O) mengalami pertentangan. Alasan utamanya adalah adanya
ketidaksesuaian antara teori Heckscher-Ohlin-Samuelson dengan kondisi
nyata, yaitu: asumsi-asumsi yang digunakan dalam teori tersebut terlampau
restriktif dan cenderung menyederhanakan kenyataan-kenyataan yang
ada. Sebagai contoh, tingkat teknologi setiap negara tidak sama,
sedangkan biaya-biaya dan hambatan perdagangan diabaikan yang dalam
prakteknya merupakan ganjalan utama bagi berlangsungnya perdagangan
internasional sehingga proses penyamaan harga-harga relatif komoditi
tidak pernah berjalan sempurna.
Keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain
ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang
dimilikinya juga karena adanya produksi atau bantuan fasilitas dari
pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya.
Keunggulan ini sifatnya lebih dinamis dengan perubahan-perubahan,
misalnya teknologi dan SDM yang sangat cepat. Hal ini mendorong suatu
konsep baru mengenai perdagangan internasional, yaitu teori keunggulan
kompetitif.
Menurut Porter (1990), keunggulan persaingan suatu negara tidak
berkorelasi langsung antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang
tinggi dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
10
untuk dimanfaatkan menjadi daya saing dalam perdagangan. Banyak
negara di dunia ini yang jumlah tenaga kerjanya sangat besar secara
proporsional dengan luar negeri tetapi terbelakang dalam daya saing
internasional. Begitu juga tingkat upah yang relatif murah daripada negara
lainnya, begitu pula berkorelasi erat dengan rendahnya motivasi bekerja
keras dan berprestasi. Porter menyebutkan bahwa peranan pemerintah
sangat mendukung selain faktor produksi. Porter mengungkapkan ada
empat atribut utama yang menentukan mengapa industri tertentu dalam
suatu negara dapat mencapai sukses internasional, keempat atribut itu
adalah kondisi faktor produksi, kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam
negeri, eksistensi industri pendukung, dan kondisi persaingan strategi dan
struktur perusahaan dalam negeri.
Negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya
didukung oleh kondisi faktor yang baik, permintaan dan tuntutan mutu
dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju dan persaingan
domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh 1/2
atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut
saling berinteraksi positif dalam negara yang sukses. Di samping keempat
atribut di atas, peran pemerintah juga merupakan variabel yang cukup
signifikan.
Dari teori-teori perdagangan tersebut, dapat diambil kesimpulan
bahwa perdagangan internasional menawarkan suatu keuntungan bagi
negara-negara yang terlibat. Keuntungan-keuntungan dari perdagangan
internasional adalah: tercipta persaingan di pasar internasional yang
mendorong efisiensi dunia, spesialisasi dalam menghasilkan barang dan
jasa secara murah, baik dari segi bahan maupun cara berproduksi,
kenaikan pendapatan, cadangan devisa, transfer modal, dan bertambahnya
kesempatan kerja.
Komposisi, arah dan bentuk perdagangan internasional atau
kegiatan perdagangan internasional suatu negara tidak terlepas dari segala
tindakan pemerintahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kebijakan perdagangan internasional memiliki implikasi yang sangat luas,
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
11
tidak hanya dalam volume dan komposisi impor dan ekspor, tetapi juga pola
investasi dan arah pengembangan, tetapi juga kondisi persaingan, kondisi
biaya, sikap pebisnis dan wirausahawan, pola konsumsi, dsb. Oleh karena
itu, kebijakan perdagangan internasional sangat penting dalam keputusan
kebijakan ekonomi suatu negara dan kebijakan ini hanya salah satu bagian
kebijakan makroekonomi yang harus dikombinasikan dan bersifat
mendorong pembangunan perekonomian suatu negara.
Kebijakan perdagangan internasional juga dapat ditujukan untuk
melindungi industri dalam negeri yang sedang tumbuh (infant industry) dan
persaingan-persaingan barang-barang impor. Adapun tujuan kebijakan
perdagangan internasional yang bersifat proteksi adalah memaksimalkan
produksi dalam negeri, memperluas lapangan kerja, memelihara tradisi
nasional,
menghindari
resiko
yang
mungkin
timbul
jika
hanya
menggantungkan diri pada satu komoditi dikhawatirkan akan terganggu jika
bergantung pada negara lain. Proteksi dapat dilakukan dengan penerapan
berbagai instrumen kebijakan perdagangan internasional berupa hambatan
perdagangan tarif maupun non tarif. Kebijakan perdagangan internasional
tidak hanya bersifat untuk melindungi, tetapi juga mendukung kebijakan
perdagangan bebas.
Di sisi lain, perdagangan internasional juga dapat menimbulkan
tantangan dan kendala yang banyak dihadapi oleh negara-negara
berkembang seperti Indonesia. Tantangan dan kendala tersebut antara lain
eksploitasi terhadap negara-negara berkembang, ambruknya industri lokal,
keamanan barang menjadi rendah, ancaman ketahanan pangan, dan
keamanan konsumen dan sebagainya. Untuk mengamankan kepentingan
nasionalnya, negara-negara di dunia berupaya untuk menciptakan
hambatan perdagangan terutama hambatan untuk impor.
2.2 Definisi Impor
Impor merupakan kegiatan mendatangkan barang maupun jasa dari
luar negeri ke dalam wilayah pabean suatu negara. Pada dasarnya, impor
suatu produk terjadi karena tiga alasan. Pertama, produksi dalam negeri
terbatas sedangkan permintaan domestik tinggi. Impor hanya sebagai
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
12
pelengkap. Keterbatasan produksi dalam negeri tersebut dikarenakan dua
hal, yakni (a) kapasitas produksi terbatas (titik optimum dalam skala
ekonomi telah tercapai) atau (b) pemakaian kapasitas terpasang masih di
bawah kapasitas maksimal. Kedua, impor lebih murah dibandingkan
dengan harga dari produk sendiri yang dikarenakan ekonomi biaya tinggi
atau tingkat efisiensi yang rendah. Ketiga, impor lebih menguntungkan
karena produksi dalam negeri ditujukan untuk ekspor dan harga ekspornya
lebih tinggi sehingga dapat mengkompensasi biaya yang dikeluarkan untuk
impor.
Selain itu, impor yang akan dilakukan oleh suatu negara bergantung
pada banyak faktor. Permintaan impor sangat ditentukan faktor-faktor harga
atau keseimbangan harga baik yang terdapat di dalam negeri maupun
keseimbangan harga internasional. Selain itu, suatu negara dapat
melakukan impor atau pembelian dari negara lain apabila barang-barang
yang diperlukan di dalam negeri tidak dapat dipenuhi oleh pemilik faktorfaktor produksi di dalam negeri. Kesanggupan atau kemampuan dalam
menghasilkan barang-barang yang bersaing dengan buatan luar negeri
adalah faktor lainnya yang memengaruhi impor yang berarti nilai impor
tergantung dari nilai tingkat pendapatan nasional negara tersebut. Makin
tinggi pendapatan nasional, semakin rendah menghasilkan barang-barang
tersebut, maka impor pun semakin tinggi sehingga pada akhirnya
pendapatan nasional menjadi terkikis. Perubahan nilai impor di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial politik, pertahanan dan
keamanan, inflasi, kurs valuta asing serta tingkat pendapatan dalam negeri
yang diperoleh dari sektor-sektor yang mampu memberikan pemasukan
selain perdagangan internasional. Besarnya nilai impor Indonesia antara
lain ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber yang ada dan juga tingginya permintaan impor
dalam negeri.
Kebijakan impor merupakan salah satu instrumen strategis untuk
menjaga kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Penerbitan
kebijakan impor digunakan sebagai instrumen menertibkan arus barang
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
13
masuk dan melindungi kepentingan nasional dari pengaruh masuknya
barang-barang
negara
lain
dengan
tujuan
untuk
menjaga
dan
mengamankan aspek K3LM (Kesehatan, Keselamatan, Keamanan
Lingkungan Hidup dan Moral Bangsa), melindungi dan meningkatkan
pendapatan petani, mendorong penggunaan barang dalam negeri, dan
meningkatkan ekspor nonmigas (Widayanto, 2011).
Pada umumnya, kebijakan impor dapat dikelompokkan menjadi dua,
yakni kebijakan tarif dan kebijakan hambatan non-tarif. Tarif merupakan
pengenaan pajak atau custom duties terhadap barang-barang yang
melewati batas suatu negara. Kebijakan hambatan non-tarif adalah
kebijakan perdagangan selain kebijakan tarif yang dapat menimbulkan
distorsi sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional.
Kebijakan hambatan non-tarif juga dapat didefinisikan sebagai langkahlangkah kebijakan yang memiliki efek membatasi perdagangan tanpa
melanggar hukum perdagangan internasional. Penggunaan kebijakan
hambatan non-tarif bertujuan untuk mencapai efektivitas, konsistensi,
kepastian, dan perlindungan perdagangan. Selain itu, kebijakan hambatan
non-tarif tersebut ditujukan untuk melindungi kesehatan, keamanan,
keselamatan, sanitasi, nutrisi, keagamaan, atau untuk melindungi sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan tidak menciptakan hambatan
perdagangan yang tidak berguna. Kebijakan hambatan non-tarif (non tariff
measures, NTMs) mencakup berbagai jenis, yakni kuota impor, subsidi
pemerintah, SPS, hambatan teknis, larangan, dan lain-lain.
2.3 Hambatan Perdagangan Internasional
Perbedaan komparatif dan kompetitif antar negara dan pengamanan
kepentingan nasional mendasari penerapan kebijakan perdagangan
internasional. Hampir seluruh negara di dunia memiliki hambatan
perdagangan untuk mengendalikan impor. Hambatan perdagangan
tersebut merupakan intervensi pemerintah dalam mengurangi kebebasan
perdagangan internasional. Pada umumnya hambatan perdagangan
internasional dibedakan menjadi 2 (dua), yakni:
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
14
2.3.1 Hambatan Perdagangan Tarif
Tarif adalah pembebanan pajak atau custom duties terhadap
barang-barang yang melewati batas suatu negara. Dilihat dari aspek
asal komoditi, tarif terbagi menjadi dua macam (Salvatore,1997) :
1. Tarif impor, adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi
yang diimpor dari negara lain.
2. Tarif ekspor, adalah pajak untuk suatu komoditi yang diekspor.
Sementara bila ditinjau dari mekanisme perhitungannya, tarif
terbagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan
angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor.
2. Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang
diimpor.
3. Tarif campuran adalah gabungan antara tarif ad valorem dengan
tarif spesifik.
Dampak-dampak
pemberlakuan
tarif
terhadap
tingkat
produksi, konsumsi, perdagangan, dan kesejahteraan di sebuah
negara kecil yang hubungan dagang atau kekuatan ekonominya
terbatas sehingga tidak mampu memengaruhi harga yang berlaku di
pasaran
internasional
dapat
dijelaskan
melalui
analisis
keseimbangan umum. Ketika sebuah negara kecil memberlakukan
tarif terhadap barang-barang impornya, yang berubah hanya harga
barang tersebut di pasar domestiknya sendiri, sehingga pihak yang
harus menghadapi segala implikasi kenaikan harga itu adalah
konsumen dan produsen di negara kecil yang bersangkutan.
Walaupun setiap produsen dan konsumen menghadapi
kenaikan harga komoditi impor meningkat sebesar tarif yang
dikenakan, namun harganya bagi perekonomian negara kecil secara
keseluruhan tetap konstan, karena kenaikan harga akibat tarif itu
diimbangi oleh terciptanya pemasukan pajak bagi pemerintah.
Gambar 2.2 menggambarkan bagaimana dampak-dampak
keseimbangan umum yang dihasilkan dari pemberlakuan tarif di
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
15
sebuah negara kecil seperti Indonesia. Negara kecil dimaksudkan
sebagai negara yang tidak memiliki kekuatan untuk memengaruhi
harga di pasar dunia.
Y
140 120 -
B
85 -
F
60 55 -
E
III
G
H
H’
40 -
II
A
PW = 1
PF = 2
0
I
I
I
I
I
40
65
80
95 100
Gambar
2.2
Dampak-dampak
Keseimbangan
Pemberlakuan Tarif di Sebuah Negara Kecil
X
Umum
dari
Sumber: Nicholson (1994)
Pada Px/Py = 1 di pasar dunia, negara 2 akan berproduksi di
titik B dan berkonsumsi di titik E. Namun ketika pemerintah negara 2
mengenakan tarif ad valorem (sekian persen dari nilai impor harus
dibayarkan pengimpor ke kas negara sebagai pajak) sebesar 100
persen terhadap komoditi X, harga komoditi tersebut bagi para
konsumen dan produsen domestik langsung melonjak menjadi P x/Py
= 2, sehingga para produsen domestik di negara 2 akan terdorong
untuk berproduksi di titik F. Itu berarti negara 2 akan mengekspor
30Y, dan mengimpor 30X; separuh diantaranya, yakni GH atau 15X,
akan langsung terarah ke konsumen domestik, sedangkan
selebihnya, yakni HH’ yang juga bernilai 15X, akan menjelma
sebagai pendapatan pajak bagi pemerintah yang bersumber dari
pengenaan tarif ad valorem 100 persen terhadap komoditi X yang
diimpor. Karena kita berasumsi bahwa pemerintah negara 2
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
16
menggunakan
kebijakan
tarif
tersebut
dalam
rangka
meredistribusikan pendapatan yang diperolehnya bagi warganya
(agar beban pajak mereka tidak terlalu besar), maka tingkat
konsumsi setelah tarif dikenakan akan bergeser ke kurva indiferen
II’, tepatnya di titik H’ (titik berpotongan antara dua garis putusputus). Itu berarti, tingkat konsumsi dan kesejahteraan (titik E) dalam
perdagangan bebas lebih tinggi ketimbang tingkat konsumsi dan
kesejahteraan (titik H’) yang ada setelah tarif tersebut diberlakukan.
Kesimpulan pokok dari penjelasan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Dengan adanya tarif, tingkat kesejahteraan negara yang
bersangkutan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan
kondisinya di masa perdagangan bebas. Hal ini dibuktikan
dengan bergesernya konsumsi dari titik E ke titik H’ yang terletak
pada kurva indiferen yang lebih rendah daripada sebelumnya.
2. Penurunan kesejahteraan bersumber dari dua sebab: (a)
Perekonomian
tidak
lagi
berproduksi
pada
titik
yang
memaksimumkan nilai pendapatan dan harga dunia. (b)
Konsumen tidak dapat lagi berkonsumsi pada kurva indiferen
tertinggi yang memaksimumkan kesejahteraan. Baik (a) maupun
(b) diakibatkan oleh kenyataan bahwa konsumen dan produsen
domestik menghadapi harga yang berbeda dengan harga dunia.
Penurunan kesejahteraan (the loss in welfare) terjadi karena
kegiatan produksi yang tidak efisien. Hal ini merupakan kondisi
(a) padanan keseimbangan umum dari kerugian akibat produksi
(production distortion loss) yang telah dijelaskan dalam
pendekatan keseimbangan parsial. Penurunan kesejahteraan
sebagai akibat dari konsumsi yang tidak efisien juga merupakan
(b) padanan dari kerugian akibat konsumsi (consumption
distortion loss).
3. Volume perdagangan mengalami kemerosotan dengan adanya
tarif. Volume serta nilai-nilai ekspor dan impor sama-sama turun
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
17
segera
setelah
dilaksanakannya
pengenaan
tarif
itu
dibandingkan dengan sebelumnya ketika perdagangan masih
berlangsung secara bebas.
Semakin tinggi tarif yang dikenakan, akan semakin besar kerugian
yang timbul. Pengenaan tarif yang terlalu besar akan mendorong
perekonomian yang bersangkutan menuju kondisi autarki (semua
komoditi dibuat sendiri, dan perdagangan internasional lenyap). Tarif
impor yang mematikan perdagangan internasional ini biasa disebut
dengan tarif prohibitif (prohibitive tariff). Tarif yang terlalu tinggi
akan memaksa suatu perekonomian terus-menerus berproduksi dan
berkonsumsi di titik A, dan jelas merugikan negara itu sendiri.
2.3.2 Hambatan Perdagangan Non-tarif
Salah satu bentuk hambatan perdagangan internasional nontarif adalah kuota impor. Kuota adalah pembatasan secara langsung
jumlah fisik terhadap barang yang masuk (kuota impor) dan keluar
(kuota ekspor). Pemberlakuan kuota impor memberikan dampakdampak terhadap konsumsi dan produksi seperti yang ditimbulkan
oleh penerapan tarif impor yang setara. Penyesuaian terhadap
setiap pergeseran dalam kurva permintaan atau kurva penawaran
sehubungan dengan adanya kuota impor akan terjadi pada hargaharga domestik. Sedangkan jika yang diberlakukan adalah tarif
impor, maka penyesuaian tersebut akan terjadi pada kuantitas
impor. Secara umum, kuota impor itu lebih menghambat daripada
tarif impor yang setara. Kuota impor biasanya dikenakan terhadap
bahan mentah sebagai barang perdagangan penting serta di bawah
suatu pengawasan badan internasional.
Hambatan kuota sering dimanfaatkan untuk memperbaiki
neraca pembayaran pembayaran yang defisit. Pemberlakuan
hambatan non-tarif akan meningkatkan harga produk sehingga pada
dasarnya
proteksi
terhadap
perdagangan
tersebut
akan
menguntungkan bagi produsen namun merugikan bagi konsumen
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
18
dan
pada
akhirnya
akan
merugikan
perekonomian
secara
keseluruhan (Salvatore 1997).
Pembatasan impor dengan menerapkan kebijakan-kebijakan
perdagangan akan memengaruhi kesejahteraan (welfare). Wall
(1999) mendeskripsikan dampak pembatasan impor dalam analisis
keseimbangan parsial dengan mengilustrasikan supply dan demand
suatu negara seperti terlihat dalam Gambar 2.3.
Harga
S
Pp
pp
A
B
C
D
PW
D
QS0
Gambar 2.3 Dampak
Kesejahteraan
QS1
QD1
Kebijakan
QD0
Pembatasan
Kuantitas
s
Impor
Terhadap
Sumber: Wall (1999)
Jika terjadi perdagangan bebas, barang yang diimpor akan
berada pada harga dunia yaitu Pw. Negara akan mengkonsumsi
sebesar QD0 dan produksi sebesar QS0. Jumlah yang akan diimpor
dari negara lain sebesar QD0-QS0. Ketika ada proteksi impor maka
harga akan meningkat menjadi PM?. Sehingga negara tersebut akan
produksi sebesar QS1 dan jumlah impor akan berkurang menjadi QD1QS1. Konsumen akan dirugikan karena menanggung harga yang
lebih mahal dan produsen diuntungkan dengan peningkatan
produksi dengan harga tinggi. Surplus kondumen akan berkurang
sebesar area A+B+C+D. Area A merupakan surplus konsumen yang
ditransfer ke produsen. Area B dan D adalah Dead Weight Loss
(DWL) yang merupakan kerugian perekonomian. Area C tidak
merepresentasikan penerimaan pemerintah dari tarif karena
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
19
pembatasan impor bukan berasal dari kebijakan tarif melainkan
kebijakan non tarif. Area ini diukur sebagai quota rent. Jika tidak ada
peningkatan pemerintah yang berasal dari quota rent ini maka quota
rent akan didapat oleh produsen negara lain. Sehingga C
direpresentasikan sebagai net welfare loss to economy. Penerimaan
dapat meningkat melalui penjualan lisensi kuota sehingga dengan
menggunakan θ yang mencerminkan share dari quota rent maka
total net welfare loss dari pembatasan impor sebesar B+D+(1- θ)C.
Berbagai macam restriksi atau hambatan non-tarif itu telah
menggantikan peranan tarif di masa sebelumnya, ini merupakan
ancaman bagi kelangsungan dan perkembangan perdagangan
internasional yang bebas. Penggunaan hambatan perdagangan ini
pada
intinya
bertentangan
dengan
semangat
pasar
bebas
(liberalisasi) yang diusung WTO. Indonesia sebagai salah satu
anggota WTO harus bisa melakukan pengelolaan hambatan impor
agar dapat menjaga kepentingan nasionalnya, terutama yang terkait
dengan kesehatan, keamanan, keselamatan lingkungan dan moral
bangsa.
2.4 Pengkajian Sebelumnya
2.4.1 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012)
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012) telah
mengadakan Pengkajian untuk mengidentifikasi kriteria ideal
penetapan pelabuhan yang ditetapkan sebagai pintu masuk impor
produk hasil industri dan pertanian/hortikultura, menganalisis
kesesuaian penentuan pelabuhan yang akan ditetapkan dengan
sentra produksi dan sentra industri dan potensi dampak ekonomi dari
kebijakan penetapan pelabuhan yang akan ditetapkan sebagai pintu
masuk impor produk hasil industri dan pertanian/ hortikultura. Hasil
Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2012)
menyimpulkan bahwa beberapa kriteria utama yang dapat dijadikan
rujukan sebagai pintu masuk impor produk industri/ hortikultura
adalah
(1)
Kriteria
keamanan,
Ketahanan,
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
dan
Pelayanan
20
Pelabuhan, (2) kriteria Ketersediaan Sumberdaya Manusia,
(3)
kriteria Fasilitas Pelabuhan Laut, (4) kriteria Proteksi terhadap
Produk Lokal , dan (5) kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan
Laut. Kemudian, Pengkajian tersebut menyimpulkan bahwa secara
umum pelabuhan-pelabuhan tertentu untuk pintu masuk impor
produk industri dan pertanian/ hortikultura
(seperti pelabuhan
Batam, Belawan, Tanjung Perak, Soekarno-Hatta, dan Bitung) telah
memenuhi standar pada kriteria prioritas pertama (Keamanan,
Ketahanan, dan Pelayanan Pelabuhan) dan kriteria prioritas kedua
(Ketersediaan Sumberdaya Manusia), akan tetapi pelabuhanpelabuhan tersebut belum mampu memenuhi standar kriteria
Fasilitas Pelabuhan Laut dan kriteria Proteksi terhadap Produk Lokal
dan kriteria Wilayah Perairan untuk Pelabuhan Laut.
Berdasarkan analisis kesesuaian Penentuan Pelabuhan yang
akan Ditetapkan dengan Sentra Produksi dan Sentra Industri, maka
wilayah yang sangat sensitif dijadikan pintu masuk impor buahbuahan dan sayuran segar berdasarkan Peraturan Menteri
Pertanian (Permentan) No. 89 Tahun 2011 adalah Tanjung Perak
(Jawa Timur) dan Belawan (Sumatera Utara) karena kedua wilayah
tersebut merupakan produsen utama yang menempati wilayah
produsen terbesar kedua dan ketiga dari produksi buah-buahan dan
sayuran segar di Indonesia. Apabila dilihat dari data nilai sensitivitas
terhadap daya saing produk lokal, maka pelabuhan dengan nilai
sensitivitas tinggi adalah Batam (Riau), Belawan (Sumut) dan
Tanjung Perak (Surabaya). Dua pelabuhan lainnya yaitu Bitung
(Manado) dan Sukarno Hatta (Makasar), nilai sensitivitasnya
medium sehingga diperkirakan tidak memberikan dampak negatif
yang besar terhadap daya saing produk lokal.
Penetapan pelabuhan-pelabuhan sampel (Batam, Belawan
Medan, Tanjung Perak Surabaya, Sukarno Hatta Makasar, dan
Bitung Manado) sebagai pintu masuk produk-produk hortikultura dan
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
21
industri perlu adanya perbaikan di seluruh willayah pelabuhan
tersebut adalah peningkatan daya saing produk lokal.
Kebijakan penetapan pelabuhan-pelabuhan tertentu sebagai
pintu masuk impor Hortikultura dan produk industri ini diperkirakan
tetap dapat memberikan dampak positif secara nasional.
Oleh
karena itu, pengimplementasian secara efektif, pengevaluasian
secara
periodik,
penyempurnaan
dan
memperkuat
dengan
peraturan-peraturan lainnya dalam rangka meningkatkan efektifitas
dan meningkatkan daya saing produk-produk hortikultura dan
industri lokal. Di samping itu, peraturan perdagangan yang lain
dalam bentuk non-tariff barriers, antara lain persyaratan sertifikat
halal dan keamanan pangan untuk produk-produk makanan dan
minuman, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib, dan
pemberian ijin impor yang lebih selektif.
2.4.2 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013)
Terkait dengan surat Gubenur Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) No. 513/3299 yang memohon agar Pelabuhan
Krueng Geukueh di Aceh Utara dan Pelabuhan Kuala Langsa dapat
dijadikan sebagai pelabuhan impor produk tertentu dengan harapan
dapat mempercepat pertumbuhan perekonomian, menekan tingkat
pengangguran, kemiskinan, dan inflasi di NAD. Untuk menganalisis
kesesuaian Pelabuhan Krueng Geukueh dan Pelabuhan Langsa
sebagai pelabuhan impor produk tertentu dan menganalisis dampak
ekonomi dan dampak hukum dari penetapan Pelabuhan Krueng
Geukueh dan Pelabuhan Langsa sebagai pelabuhan impor produk
tertentu,
maka
melakukan
Pusat
Kebijakan
Analisis Usulan
Impor
Perdagangan
Luar
Negeri
Produk Tertentu
Melalui
Pelabuhan Krueng Geukueh Aceh Utara dan Pelabuhan Kuala
Langsa.
Berdasarkan analisis baik dari kriteria penentuan kelayakan
pelabuhan sebagai pelabuhan ekspor impor dan aspek ekonomi
dapat disimpulkan bahwa secara umum pelabuhan Krueng Geukueh
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
22
telah memenuhi seluruh aspek yang dipersyaratkan dalam
penyelenggaraan Pelabuhan laut dibandingkan pelabuhan Kuala
Langsa. Meskipun
ekspor Indonesia yang melewati pelabuhan
Krueng Geukueh mengalami penurunan rata-rata sebesar 20,6% per
tahun, ekspor Indonesia melalui Pelabuhan Krueng Geukueh pada
periode Januari-Februari 2013 sebesar USD 2,2 juta jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai ekspor melalui pelabuhan Kuala Langsa
sebesar USD 14,4 ribu pada periode yang sama. Sementara itu, nilai
Impor Indonesia melalui pelabuhan Krueng Geukueh selama tahun
2012 mencapai USD 25,2 juta sedangkan pelabuhan Kuala Langsa
selama tahun 2012 mencapai USD 3,1 juta. Hasil Pengkajian Pusat
Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2013) mengusulkan produk
impor yang dapat masuk melalui pelabuhan Krueng Geukeh adalah
produk Makanan Minuman dan Pakaian Jadi.
2.4.3 Pengkajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (2014)
Analisis
Pusat
Kebijakan
Perdagangan
Luar
Negeri
Kementerian Perdagangan (2014) menyimpulkan bahwa pelabuhan
Bitung Sulawesi Utara dapat dibuka dan ditetapkan sebagai
pelabuhan impor Produk tertentu karena pelabuhan Bitung telah
memenuhi 5 (lima) aspek persyaratan pelabuhan terbuka bagi
perdagangan ekspor-impor sebagaimana kriteria aspek persyaratan
penyelenggaraan Pelabuhan Laut sebagai pelabuhan Ekspor-Impor
dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 54 Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut dan merekomendasikan
agar pelabuhan Bitung Sulawesi Utara dapat dibuka dan ditetapkan
sebagai
pelabuhan
impor
Produk
tertentu
dengan
dasar
pertimbangan bahwa pelabuhan Bitung telah memenuhi 5 (lima)
aspek persyaratan pelabuhan terbuka bagi perdagangan eksporimpor. Produk Tertentu yang diusulkan untuk dapat diizinkan masuk
melalui pelabuhan Bitung adalah produk Makanan dan Minuman,
Pakaian Jadi, dan Elektronika yang diharapkan tidak hanya dapat
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
23
memenuhi kepentingan masyarakat Sulawesi Utara tetapi juga
Kawasan Indonesia Timur (seperti Papua Barat dan Maluku).
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
24
BAB III
METODE PENGKAJIAN
3.1
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam Pengkajian ini adalah
pendekatan deskriptif kualitatif untuk digunakan untuk menganalisis
dampak penetapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol Melalui
pelabuhan Tertentu terhadap struktur dan kinerja impor produk Minuman
Beralkohol Indonesia, dampak penetapan alokasi impor produk Minuman
Beralkohol Melalui Pelabuhan Tertentu terhadap kinerja impor produk
Minuman Beralkohol Indonesia, dan potensi dampak penetapan pelabuhan
lainnya sebagai pelabuhan tertentu.
3.2
Metode Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Pengkajian
ini adalah penggunaan kuesioner, wawancara, dan survei lapangan, dan
diskusi terbatas guna mengetahui dan menganalisis lebih mendalam,
termasuk penilaian terhadap dampak dan manfaat kebijakan impor produk
Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu.
3.3
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam Pengkajian ini terbagi menjadi dua jenis,
yaitu data primer dan sekunder. Adapun data primer dikumpulkan melalui
diskusi terbatas dan survei lapangan, wawancara serta hasil penyebaran
kuesioner kepada responden yang merupakan pemangku kepentingan
terkait di Provinsi Banten, Provinsi Bali, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi
Kepulauan Riau dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Survei dan diskusi
terbatas memiliki tujuan untuk mendapatkan konfirmasi atas desk research.
Sementara itu, data sekunder diperoleh dari berbagai publikasi yang
diterbitkan oleh berbagai instansi (Badan Pusat Statistik Indonesia,
Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, dan lainnya
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
25
BAB IV
GAMBARAN UMUM TINGKAT PRODUKSI, KONSUMSI DAN
PERDAGANGAN PRODUK MINUMAN BERALKOHOL INDONESIA
4.1 Kinerja Produksi Industri Minuman Beralkohol Indonesia
Industri minuman beralkohol adalah salah satu bidang usaha yang
tertutup mutlak untuk penanaman modal di Indonesia sebagaimana
tercantum di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2014
tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal yang mulai
berlaku sejak tanggal diundangkan pada tanggal 24 April 2014. Dalam
Perpres No. 39 Tahun 2014 tersebut industri minuman mengandung alkohol
yang menjadi bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal dan
tertutup bagi penanaman modal asing secara langsung, meliputi industri
minuman keras (KBLI 11010), industri anggur dan sejenisnya (KBLI 11020),
dan industri minuman mengandung malt (KBLI 11030). Kebijakan
mengenai penanaman modal tersebut tidak jauh berbeda dengan Perpres
No. 36 Tahun 2010.
Dengan kebijakan ketertutupan penanaman modal tersebut, jumlah
perusahaan dalam industri minuman beralkohol di Indonesia adalah tetap
selama tahun 2010-2013. Perubahan yang terjadi pada industri minuman
alkohol di Indonesia tersebut hanya bersifat perubahan dalam komposisi
jumlah unit usaha. Pada tahun 2013 jumlah unit usaha yang terdapat di
dalam industri Minuman Beralkohol Indonesia sebanyak 19 unit usaha yang
terdiri dari 14 unit usaha industri minuman keras dan 5 unit usaha industri
anggur dan sejenisnya. Pada tahun sebelumnya industri minuman keras
memiliki 15 unit usaha sedangkan industri anggur dan sejenisnya memiliki
4 unit usaha (Gambar 4.1).
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
26
Industri Minuman Keras
Anggur dan sejenisnya
Industri Minuman Keras dari Malt dan Malt
Total
19
18
19
15
13
19
14
12
7
5
2010
4
2011
2012
5
2013
Gambar 4.1 Perkembangan Jumlah Perusahaan dalam Industri
Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2010-2013
Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu
Dari segi utilisasi produksi, utilisasi industri minuman keras dan
industri minuman anggur dan sejenisnya masih berada di bawah kapasitas
industri. Utilisasi produksi industri minuman anggur dan sejenisnya
Indonesia selama tahun 2010-2013 berkisar di antara 70,5 persen sampai
dengan 84,5 persen sedangkan utilisasi produksi industri minuman keras
berada di antara 62,4 persen sampai dengan 65,6 persen (Gambar 4.2).
Tingginya utilisasi produksi pada industri minuman anggur dan sejenisnya
lebih dipicu oleh meningkatnya produktivitas pada industri tersebut
sedangkan peningkatan utilisasi produksi pada industri minuman keras
didorong oleh naiknya jumlah unit usaha dalam industri tersebut.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
27
84.5%
76.5%
70.5%
60.5%
62.8%
65.6%
62.8%
0.0%
2010
Minuman keras
62.4%
0.0%
2011
Minuman Anggur dan sejenisnya
0.0%
2012
0.0%
2013
Minuman Keras dari Malt dan Malt
Gambar 4.2 Perkembangan Utilisasi Industri Minuman Beralkohol
Indonesia Tahun 2010-2013
Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu
Sejalan dengan peningkatan jumlah unit usaha dan utilisasi produksi
pada industri minuman beralkohol Indonesia, nilai output industri minuman
beralkohol juga mengalami kenaikan rata-rata sebesar 65,2 persen seperti
yang tercantum dalam Tabel 4.1. Nilai output industri minuman beralkohol
Indonesia pada tahun 2010 mencapai Rp 1,4 triliun dimana industri
minuman keras menghasilkan output senilai Rp 1,3 triliun dan industri
minuman anggur dan sejenisnya menghasilkan output senilai Rp 0,1 triliun.
Pada tahun 2013 nilai output industri minuman beralkohol Indonesia
mengalami lonjakan yang signifikan dari semula sebesar Rp 2,0 triliun
menjadi Rp 5,8 triliun. Kenaikan yang signifikan pada nilai output di industri
minuman keras serta industri minuman anggur dan sejenisnya menjadi
penyebab utama kenaikan nilai output industri minuman beralkohol di
Indonesia. Nilai output industri minuman keras pada tahun 2012 yang
berkisar Rp 1,9 triliun, naik sekitar 177 persen hingga menjadi Rp 5,4 triliun
pada tahun 2013. Sementara itu, nilai output pada industri minuman anggur
dan sejenisnya pada tahun 2013 naik menjadi 4,4 kali lipat dari tahun 2012
hingga menjadi Rp 0,4 triliun.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
28
Tabel 4.1 Perkembangan Nilai Output Industri Minuman Beralkohol
Indonesia Tahun 2010-2013
Nilai Output (Milyar Rp)
2010
Minuman keras
Minuman Anggur dan sejenisnya
Minuman Keras dari Malt dan Malt
Total Industri Minuman Beralkohol
1,281.7
111.6
0.0
1,393.3
2011
2012
784.5
219.3
0.0
1,003.9
1,945.2
104.2
0.0
2,049.3
2013
Trend (%)
'2010-2013
5,387.5
68.5
462.2
42.2
0.0
5,849.7
65.2
Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu
Tidak jauh berbeda dengan perkembangan nilai output, nilai
produksi industri minuman beralkohol di Indonesia juga cenderung
meningkat sebesar 31,8 persen per tahunnya (Tabel 4.2). Pertumbuhan
nilai produksi industri minuman beralkohol Indonesia dipicu oleh tingginya
pertumbuhan nilai produksi pada industri minuman anggur dan sejenisnya
sebesar 42,3 persen dan industri minuman keras sebesar 30,8 persen. Nilai
produksi industri minuman beralkohol Indonesia pada tahun 2010 mencapai
Rp 1,4 triliun, naik menjadi Rp 2,9 triliun pada tahun 2013.
Ditinjau
dari
kontribusinya,
industri
minuman
keras
adalah
penyumbang terbesar dalam pembentukan nilai produksi industri minuman
beralkohol di Indonesia. Nilai produksi industri minuman keras Indonesia
pada tahun 2013 mencapai Rp 2,5 triliun atau sekitar 84,8 persen dari nilai
produksi industri minuman beralkohol pada tahun tersebut. Sekitar 15,2
persen dari nilai produksi industri minuman beralkohol Indonesia pada
tahun yang sama adalah nilai produksi dari industri minuman anggur dan
sejenisnya.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
29
Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Produksi Industri Minuman Beralkohol
Indonesia Tahun 2010-2013
Nilai Produksi (Milyar Rp)
Minuman keras
Minuman Anggur dan sejenisnya
Minuman Keras dari Malt dan Malt
Total Industri Minuman Beralkohol
2010
1,279.0
107.6
0.0
1,386.6
2011
2012
778.7
211.9
0.0
990.6
1,617.2
106.3
0.0
1,723.5
2013
Trend (%)
'2010-2013
2,454.8
439.0
0.0
2,893.8
30.8
42.3
31.8
Sumber: Kementerian Perindustrian (2016), diolah Puska Daglu
Seiring dengan peningkatan permintaan dan banyaknya produsen
minuman beralkohol yang telah mencapai kapasitas produksi maksimum,
perusahaan industri minuman beralkohol yang telah ada di Indonesia
diizinkan untuk meningkatkan kapasitas produksinya sebagaimana
Peraturan Menteri Perindustrian No. 63/M-IND/PER/7/2014. Pada akhir
tahun 2014 perusahaan industri minuman beralkohol terdepan, Multi
Bintang, telah menyelesaikan pembangunan pabrik ketiga di Jawa Timur
dan dengan adanya pabrik baru tersebut menambah kapasitas produksi
sekitar 500 ribu hektoliter.
4.2 Kinerja Konsumsi Produk Minuman Beralkohol Indonesia
WHO (2014) mencatat konsumsi produk minuman beralkohol per
kapita oleh penduduk yang berusia 15 tahun ke atas di dunia cenderung
meningkat selama tahun 2006-2010. Peningkatan tren konsumsi minuman
beralkohol selama 5 tahun tersebut terjadi di kawasan Asia Tenggara dan
Pasifik Barat, sementara tingkat konsumsi minuman beralkohol yang stabil
terjadi di kawasan Afrika dan Amerika (Gambar 4.3).
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
30
Gambar 4.3 Perkembangan Konsumsi Produk Minuman Beralkohol
Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun
Sumber: WHO (2014)
Pada tahun 2010 setiap orang di dunia ini yang memiliki umur 15
tahun ke atas mengkonsumsi rata-rata sekitar 6,2 liter produk minuman
alkohol murni per tahunnya. Kurang dari setengah populasi dunia (38,3
persen) benar-benar meminum alkohol, hal ini berarti bahwa mereka
mengkonsumsi produk minuman beralkohol murni rata-rata 17 liter per
tahunnya. Secara global, kawasan Eropa adalah wilayah dengan konsumsi
tertinggi produk minuman beralkohol per kapita di dunia, dengan beberapa
negara seperti Belarus, Republik Moldova, Federasi Rusia memiliki tingkat
konsumsi minuman alkohol yang sangat tinggi.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
31
Gambar 4.4 Perkembangan Konsumsi Produk Minuman Beralkohol
Per Kapita Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun, 2010
(Dalam Liter)
Sumber: WHO (2014)
Tingkat konsumsi produk Minuman Beralkohol di Indonesia selama
tahun 2006-2010 berdasarkan data WHO (2014) menunjukkan tidak
adanya perubahan yang signifikan sebagaimana yang terlihat dalam
Gambar 4.3 dan Gambar 4.5. Tingkat konsumsi produk minuman
beralkohol oleh penduduk Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas sendiri
pada tahun 2010 tercatat sebesar 0,6 liter alkohol murni per kapita per
tahun. WHO (2014) memprediksi konsumsi total produk Minuman
Beralkohol Indonesia pada tahun 2015, 2020, dan 2025 tidak jauh berbeda
dengan kondisi pada tahun 2010, yakni tingkat konsumsi diprediksikan
tetap berkisar 0,6 liter per kapita per tahun.
Gambar 4.5 Konsumsi Minuman Beralkohol Indonesia Per Kapita
(Penduduk Berusia Di Atas 15 Tahun) Tahun 1961-2010
Sumber: WHO (2014)
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
32
Tingkat konsumsi produk minuman beralkohol oleh penduduk
Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas sendiri pada tahun 2008-2010
tercatat sebesar 0,6 liter alkohol murni per kapita per tahun. Jika
dibandingkan dengan tingkat konsumsi minuman beralkohol di negara
ASEAN lainnya, tingkat konsumsi minuman beralkohol Indonesia termasuk
relatif lebih rendah karena tingkat konsumsi minuman produk Minuman
Beralkohol di kawasan Asia Tenggara rata-rata sebesar 3,5 liter alkohol
murni per kapita per tahunnya (Tabel 4.3). Brunei Darussalam dan Malaysia
yang juga mayoritas penduduknya beragama Islam memiliki angka tingkat
konsumsi produk minuman beralkohol yang lebih tinggi daripada Indonesia
(Tabel 4.4).
Tabel 4.3 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita
Sumber: WHO (2014)
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
33
Tabel 4.4 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita
Sumber: WHO (2014)
Dari catatan WHO (2014), tingkat konsumsi produk minuman
beralkohol di Indonesia lebih didominasi oleh
pria dibandingkan
perempuan, dengan rata-rata konsumsi minumanerberalkohol sebesar 1,1
liter per kapita per tahunnya pada tahun 2010. Produk minuman beralkohol
yang dikonsumsi oleh penduduk perempuan Indonesia yang berumur 15
tahun ke atas berkisar 0,1 liter per kapita per tahun.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
34
Tabel 4.5 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita Indonesia
Sumber: WHO (2014)
Berdasarkan data WHO (2014) yang hanya menghitung konsumsi
per kapita produk minuman beralkohol oleh peminum alkohol saja, bukan
peminum dikecualikan. Konsumsi per kapita penduduk Indonesia yang
berusia 15 tahun ke atas dan merupakan peminum pada tahun 2010
tercatat sebesar 7,1 liter per tahun. Bila dilihat menurut gender, konsumsi
alkohol peminum pria sebesar 9,4 liter per kapita per tahun sedangkan
perempuan 1,7 liter per kapita per tahun. Bila dilihat dari jenis minuman
beralkohol yang dikonsumsi, sekitar 84,5 persen dari peminum alkohol
Indonesia yang tercatat pada tahun 2010 memilih produk bir (beer), 15,3
persen memilih alkohol (spirits), dan 0,1 persen memilih produk minuman
anggur (wine) (WHO, 2014).
Tabel 4.6 Tingkat Konsumsi Minuman Beralkohol Perkapita
Indonesia, Hanya Peminum Tahun 2010
Sumber: WHO (2014)
Hasil Survei Konsumsi Makanan Individu: Studi Diet Total 2014 yang
dilakukan
oleh
Badan
Penelitian
dan
(Balitbangkes) Kementerian Kesehatan
Pengembangan
Kesehatan
(2014) menyimpulkan bahwa
proporsi konsumsi minuman beralkohol oleh penduduk Indonesia pada
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
35
tahun 2014 sebesar 0,2 persen, Proporsi konsumsi tersebut adalah yang
terendah dibandingkan proporsi konsumsi produk minuman lainnya. Sekitar
31,2 persen penduduk Indonesia lebih memilih untuk meminum teh
instan/daun kering sedangkan 25,1 persen memilih untuk meminum Kopi
Bubuk. Rerata konsumsi minuman beralkohol penduduk Indonesia per
orang per harinya pada tahun 2014 berkisar 1 gram. Penduduk dengan
kelompok usia produktif (19-55 tahun) memiliki rerata konsumsi minuman
beralkohol per kapita per hari tertinggi (1,3 gram) dibandingkan kelompok
umur lainnya. Kelompok penduduk berusia 55 tahun ke atas yang memiliki
rerata konsumsi minuman alkohol sebesar 0,9 gram/kapita/hari adalah
kelompok kedua tertinggi yang konsumsi minuman beralkohol tertinggi di
Indonesia. Sementara itu, hasil survei lembaga riset pasar Nielsen pada
tahun 2014 menemukan bahwa sekitar 2,2 persen orang Indonesia yang
berusia lebih dari 20 tahun yang mengkonsumsi alkohol dalam setahun
terakhir (Reuters, 2015).
Rerata Konsumsi Minuman Penduduk
Indonesia Per Kapita Per Hari, 2014
(Gram)
Proporsi Penduduk yang Mengonsumsi
Minuman, Indonesia, 2014 (%)
Teh instan/ daun kering
Teh instan/ daun kering
31.2
1.6
Kopi bubuk
Kopi bubuk
Minuman kemasan cairan
Minuman serbuk
25.1
6
19.8
1.2
Minuman kemasan cairan
8.7
Minuman serbuk
5.9
Minuman lainnya
1.9
Minuman lainnya
1.8
Minuman berkarbonasi
2.4
Minuman berkarbonasi
1.1
Minuman beralkohol
0.2
Minuman beralkohol
1
Gambar 4.6 Rerata dan Proporsi Konsumsi Minuman Penduduk
Indonesia, 2014
Sumber: Kementerian Kesehatan (2014)
Meskipun tingkat konsumsi minuman beralkohol di Indonesia
tergolong rendah, tetapi memiliki potensi peningkatan penggunaan
minuman alkohol yang cukup besar di kemudian hari. Pergeseran gaya
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
36
hidup telah mendorong lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi
produk minuman beralkohol. Pertumbuhan konsumen dasar peminum lokal
terus melebihi dari wisatawan atau ekspatriat asing. Budaya Barat memiliki
pengaruh yang kuat pada masyarakat Indonesia, terutama pada orangorang muda, meminum alkohol dalam perayaan telah menjadi semakin
umum dan semakin identik dengan gaya bersosialisasi, terutama pada
keluarga kelas menengah atas. Selain itu, kini konsumsi perempuan
minuman beralkohol tidak lagi dianggap langka. Selain itu, kecenderungan
peningkatan konsumsi minuman beralkohol juga dapat dilihat dari
banyaknya penduduk yang meninggal akibat menenggak minuman keras
oplosan.
4.3 Kinerja Perdagangan Produk Minuman Beralkohol Indonesia
Selama satu dasawara terakhir (2006-2015) kinerja perdagangan
produk
Minuman
Beralkohol
Indonesia
memperlihatkan
surplus
perdagangan, kecuali pada tahun 2010 dan 2014 yang mengalami defisit
perdagangan. Badan Pusat Statistik Indonesia (2016) mencatat setidaknya
surplus perdagangan produk Minuman Beralkohol Indonesia mengalami
peningkatan yang semula hanya sebesar US$ 3,35 juta pada tahun 2006
naik menjadi US$ 18,31 juta pada tahun 2012. Sementara itu, defisit
perdagangan terbesar terjadi pada tahun 2014 sebesar US$ 2,78 juta
(Gambar 4.6).
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
37
Ekspor (Juta USD)
Impor (Juta USD)
Neraca (Juta USD)
31.9
22.4
22.4
18.31
14.9
12.0
9.00
4.3 3.35 4.0 4.04
0.93
0.01
13.60
10.63
7.7 7.25 6.97.67
3.05
4.30
11.46
2007
12.65
9.71
10.99
0.50
-0.80
2006
14.13
11.3
2008
2009
2010
-2.78
2011
2012
2013
2014
2015
Gambar 4.7 Perkembangan Nilai Neraca Perdagangan Produk
Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015 (dalam Juta US$)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.
Dari sisi volume, neraca perdagangan produk Minuman Beralkohol
di
Indonesia
sepanjang
tahun
2006-2015
menunjukkan
surplus
perdagangan. Volume surplus perdagangan produk Minuman Beralkohol
Indonesia pada tahun 2006-2010 cenderung menurun sementara volume
surplus perdagangan pada lima tahun terakhir (2011-2015) cenderung
meningkat. Surplus perdagangan produk Minuman Beralkohol Indonesia
pada tahun 2015 mencapai 11,51 ribu ton, naik dari tahun sebelumnya yang
hanya mencapai 9,10 ribu ton. Volume surplus perdagangan pada tahun
2015 tersebut adalah terbesar kedua setelah surplus perdagangan pada
tahun 2008 yang mencapai 16,81 ribu ton (Gambar 4.7).
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
38
Ekspor (Ribu Ton)
Impor (Ribu Ton)
Neraca (Ribu Ton)
17.27 16.81
12.79
11.18 11.07
10.82
9.15
7.88 7.58
6.22
5.44 5.42
4.00
0.29
0.01
0.46
0.11
2006
2007
2008
2009
9.10
9.13
7.63
11.51
7.63
5.05
2.81
1.19
1.17
1.52
1.50
1.72
1.28
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Gambar 4.8 Perkembangan Volume Neraca Perdagangan Produk
Minuman Beralkohol Indonesia Tahun 2006-2015 (dalam Ribu Ton)
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu
Ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia sepanjang tahun
2006-2015 cenderung meningkat setiap tahunnya baik dari sisi nilai
maupun volume. Jika dilihat dari perkembangan nilainya, ekspor produk
Minuman Beralkohol Indonesia selama periode 2006-2010 berada di
kisaran US$ 4,05 juta sampai dengan US$ 12,05 juta dengan nilai ekspor
rata-rata sebesar US$ 7,00 juta per tahunnya. Sementara itu, nilai ekspor
produk Minuman Beralkohol Indonesia pada periode 2011-2015 berkisar di
antara US$ 14,93 juta sampai dengan US$ 31,91 juta dengan rata-rata nilai
ekspor sebesar US$ 20,60 juta per tahunnya. Meskipun nilai ekspor produk
Minuman Beralkohol pada lima tahun terakhir tersebut jauh melampaui
periode 2006-2010, pertumbuhan ekspor produk Minuman Beralkohol
justru cenderung turun 2,24 persen tiap tahunnya (Gambar 4.6 dan Tabel
4.7).
Adapun rerata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman
Beralkohol Indonesia sebesar 3,60 persen per tahunnya selama tahun
2006-2015. Rata-rata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman
Beralkohol Indonesia periode 2006-2010 turun sebesar 11,85 persen per
tahun sedangkan rerata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman
Beralkohol periode 2011-2015 sebesar 21,49 persen per tahun. Volume
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
39
ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia pernah mencapai angka
tertinggi sebesar 17,27 ribu ton pada tahun 2008 sedangkan volume ekspor
produk minuman berlakohol terendah mencapai 4,00 ribu ton pada tahun
2010. Pada tahun 2015 volume ekspor produk minuman alkohol Indonesia
sebesar 12,79 ribu ton, naik dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar
10,82 ribu ton (Gambar 4.7 dan Tabel 4.8).
Rata-rata pertumbuhan volume ekspor produk Minuman Beralkohol
Indonesia sepanjang tahun 2006-2015 sebesar 3,60 persen per tahun
ternyata jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan
nilai ekspornya (20,12 persen). Hal ini mengindikasikan ekspor produk
Minuman Beralkohol Indonesia bukan dipicu oleh jumlah melainkan
didorong oleh harga ekspor produk Minuman Beralkohol.
Ditinjau dari jenisnya, sekitar 50 persen produk Minuman Beralkohol
yang diekspor oleh Indonesia pada tahun 2015 berupa produk Lain-lain dari
bir terbuat dari malt, termasuk ale (Other beer made from malt, including ale
(HS 2203.00.90.00)) dengan nilai ekspor sebesar US$ 11,48 juta. Dua
produk Minuman Beralkohol lainnya yang banyak diekspor oleh Indonesia
adalah produk Minuman Fermentasi Pancar (Sparkling Wine HS
2204.10.00.00) dengan nilai ekspor US$ 7,72 juta (pangsa ekspor 34,52
persen) dan produk Bir Hitam atau Porter (Stout and Porter HS
2203.00.10.00) dengan nilai ekspor US$ 1,30 juta (5,80 persen). Jika
dibandingkan
dengan
tahun
sebelumnya,
produk
Sparkling
Wine
mengalami kenaikan nilai ekspor yang sangat tajam pada tahun 2015
sebesar 442,24 persen (Tabel 4.7).
Produk Lain-lain dari bir terbuat dari malt, termasuk ale (Other beer
made from malt, including ale (HS 2203.00.90.00)) menempati peringkat
pertama dalam komposisi volume ekspor produk Minuman Beralkohol
Indonesia pada tahun 2015, diikuti oleh produk Bir Hitam atau Porter (Stout
and Porter (HS 2203.00.10.00) dan produk Minuman Fermentasi Lainnya,
yang mengandung madu (Other fermented beverages, including mead (HS
2206.00.90.00) dan Sparkling Wine (HS 2204.10.00.00)) (Tabel 4.8)).
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
40
Tabel 4.7 Perkembangan Nilai Ekspor Produk Minuman Beralkohol
Indonesia Berdasarkan Jenis Produk
No HS 2007
Deskripsi Barang
2006
TOTAL PRODUK MINUMAN BERALKOHOL
4.27
1 2203009000 Other beer made from malt,including ale
0.48
2 2204100000 Sparkling wine
0.04
3 2203001000 Stout and porter
2.03
4 2206009000 Other fermented beverages,including mead
0.43
5 2208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
6 2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
7 2206001000 Cider and perry
0.52
8 2204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by volume <= 15%
0.00
9 2204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by volume <= 15%
0.00
10 2204291200 Wine, in containers > 2 l, alcoholic strength by volume > 15%
0.00
11 2208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by volume not exceed.57% vol 0.00
12 2205101000 Vermouth & oth wine,in container <=2 l, alcoholic strength by volume <= 15% 0.00
13 2208909000 Other spirituous beverages
0.00
14 2208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.02
15 2208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.11
LAINNYA
0.63
2007
4.05
1.01
0.06
1.57
0.58
0.00
0.00
0.15
0.06
0.00
0.00
0.00
0.02
0.32
0.00
0.00
0.27
Nilai Ekspor (Juta USD)
Trend (%) Perub. (%) Pangsa (%)
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2006-2015 2015/2014 2015
12.05 7.75 6.87 14.93 31.91 22.45 11.35 22.36 20.12 97.10 100.00
1.27 0.71 1.23 3.16 10.53 4.67 6.37 11.48 41.22 80.15 51.35
0.10 0.08 3.61 9.49 19.04 14.12 1.42 7.72 97.00 442.24 34.52
9.19 6.03 1.55 1.41 1.21 1.56 1.96 1.30 -9.37 -33.83 5.80
0.51 0.29 0.16 0.34 0.58 0.62 0.52 1.01 6.73 94.10 4.51
0.00 0.00 0.00 0.00 0.32 0.54 0.44 0.50
13.90 2.24
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.74 0.36 0.17
-53.16 0.75
0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.08 0.05 0.04
-8.07 0.20
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.05 0.04
-33.27 0.16
0.00 0.00 0.00 0.09 0.17 0.02 0.04 0.03
-4.30 0.16
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.03
-32.93 0.13
0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.02
0.07
0.00 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01
-20.44 0.04
0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01
0.03
0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.08 0.00 0.00
0.02
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00
-89.38 0.01
0.97 0.63 0.30 0.43 0.01 0.01 0.04 0.00 -43.53 -92.99 0.01
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
41
Tabel 4.8 Perkembangan Volume Ekspor Produk Minuman
Beralkohol Indonesia Berdasarkan Jenis Produk
HS 2007
Deskripsi Barang
2006 2007 2008
TOTAL PRODUK MINUMAN BERALKOHOL
7.88 5.44 17.27
2203009000 Other beer made from malt,including ale
0.90 1.89 1.92
2203001000 Stout and porter
3.78 2.75 14.52
2206009000 Other fermented beverages,including mead
0.18 0.12 0.33
2204100000 Sparkling wine
0.04 0.06 0.08
2208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not
0.00 0.00 0.00
exceeding 46% vol
2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not
0.01 0.00 0.00
exceeding 46% vol
2206001000 Cider and perry
0.25 0.05 0.00
2204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by
0.00 0.00 0.00
volume <= 15%
2204291200 Wine, in containers > 2 l, alcoholic strength by volume > 15%0.00 0.00 0.00
2205101000 Vermouth & oth wine,in container <=2 l, alcoholic strength by0.00volume <=0.0115% 0.00
2208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46%0.09vol 0.00 0.00
2204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by
0.00 0.20 0.00
volume <= 15%
2208909000 Other spirituous beverages
0.00 0.04 0.00
2208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not
0.06 0.00 0.00
exceeding 46% vol
2208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by
0.00 0.00 0.00
volume not exceed.57% vol
XXX
LAINNYA
2.56 0.30 0.42
Volume Ekspor (Ribu Ton)
Trend (%) Perub. (%) Pangsa (%)
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 06-10 15/14 2015
11.18 4.00 6.22 9.15 9.13 10.82 12.79 3.60 18.20 100.00
1.06 1.74 4.12 6.89 6.15 8.19 10.62 31.19 29.76
83.05
9.64 1.96 1.21 0.99 1.36 1.57 1.00 -19.12 -36.02
7.84
0.14 0.06 0.18 0.33 0.69 0.58 0.54 18.48 -7.41
4.20
0.08 0.12 0.52 0.68 0.58 0.15 0.38 31.51 151.15
3.00
0.00 0.00 0.00 0.12 0.20 0.16 0.16
0.18
1.27
0.00
0.00
0.00
0.00
0.02
0.07
0.03
-60.76
0.21
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.03
0.00
0.11
0.07
0.01
0.02
0.02
0.02
0.02
-1.65
1.41
0.16
0.16
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
0.01
0.00
0.02
0.01
0.01
0.00
0.00
0.00
-48.94
65.50
-88.39
-83.39
0.04
0.03
0.02
0.01
0.00
0.00
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
0.00
0.03
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.26
0.09
0.16
0.01
0.01
0.02
0.00 -54.12
-97.72
0.01
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu
Ekspor produk Minuman Beralkohol Indonesia di tahun 2015 paling
banyak ditujukan ke pasar Timor Timur dengan nilai ekspor US$ 6,75 juta
yang mengalami kenaikan 112,11 persen dari tahun sebelumnya. Selama
dua tahun terakhir (2014-2015),Timor-Timur menempati peringkat pertama
sebagai negara tujuan utama ekspor produk Minuman Beralkohol
Indonesia. Pasar Thailand dan Singapura menempati peringkat ke-2 dan
ke-3 dengan pangsa ekspor sebesar 18,90 persen dan 13,48 persen.
Negara tujuan utama lainnya yang memiliki pangsa yang besar dan
mengalami
peningkatan
signifikan
pada
ekspor
produk
Minuman
Beralkohol di tahun 2015 adalah Singapura dengan pangsa sebesar 13,48
persen dan pertumbuhan 177,05 persen (y-o-y), Malaysia (8,14 persen)
dengan lonjakan 119,89 persen (y-o-y) (Tabel 4.9).
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
42
Tabel 4.9 Kinerja Nilai Ekspor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
Berdasarkan Negara Tujuan
NO
NILAI EKSPOR (JUTA USD)
NEGARA TUJUAN
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Trend (%) Perub. (%) Pangsa (%)
2006-2015 2015/14
2015
Total Ekspor Produk
4.27 4.05 12.05 7.75 6.87 14.93 31.91 22.45 11.35 22.36
20.12
97.10
100.00
Minuman Beralkohol
1 TIMOR TIMUR
0.00 0.00 0.04 0.11 0.28 0.66 1.01 1.41 3.18 6.75
- 112.11
30.18
2 THAILAND
0.30 0.32 0.95 0.46 0.30 2.02 6.52 3.42 2.31 4.23
38.70
82.80
18.90
3 SINGAPURA
0.56 0.57 0.31 0.20 1.82 2.62 4.65 4.51 1.09 3.02
29.76 177.05
13.48
4 MALAYSIA
1.21 1.45 2.24 1.30 2.23 1.75 4.96 1.89 0.83 1.82
1.63 119.89
8.14
5 AUSTRALIA
0.12 0.20 0.14 0.10 0.65 1.50 2.58 2.19 1.19 1.25
42.66
5.28
5.60
6 JEPANG
0.27 0.22 0.25 0.25 0.48 1.34 2.33 2.01 0.62 1.11
26.09
77.77
4.96
7 BELANDA
0.20 0.22 1.02 0.66 0.32 1.25 1.36 1.17 0.72 1.08
18.12
51.08
4.84
8 REP.RAKYAT CINA
0.00 0.02 0.21 0.00 0.25 0.94 2.49 1.85 0.13 0.90
90.06 566.11
4.02
9 HONGKONG
0.65 0.53 0.05 0.00 0.13 1.31 2.97 1.77 0.09 0.81
21.50 754.96
3.63
10 PAKISTAN
0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 0.22 0.75
- 244.41
3.35
11 KOREA SELATAN
0.02 0.02 0.05 0.05 0.13 0.69 1.53 1.13 0.10 0.31
48.39 227.97
1.41
12 TAIWAN
0.14 0.05 0.04 0.05 0.05 0.05 0.06 0.33 0.13 0.10
8.88
-21.85
0.44
13 PILIPINA
0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.06 0.05
-23.30
0.20
14 VIETNAM
0.00 0.01 0.14 0.11 0.04 0.12 0.31 0.01 0.00 0.05
0.20
15 BURMA
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04
0.18
SUBTOTAL 15 NEGARA 3.46 3.61 5.45 3.29 6.73 14.24 30.77 21.73 10.67 22.26
26.44 108.61
99.53
LAINNYA
0.81 0.44 6.60 4.46 0.14 0.70 1.14 0.71 0.68 0.11
-16.08
-84.45
0.47
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
43
Tabel 4.10 Kinerja Volume Ekspor Produk Minuman Beralkohol
Indonesia Berdasarkan Negara Tujuan
VOLUME EKSPOR (RIBU TON)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Trend (%) Perub. (%) Pangsa (%)
NEGARA TUJUAN
2006- 2015/14
2015
2015
Total Ekspor Produk Minuman 7.88 5.44 17.27 11.18 4.00 6.22 9.15 9.13 10.82 12.79
3.60
18.20
100.00
Beralkohol Indonesia
TIMOR TIMUR
0.00 0.00 0.05 0.10 0.28 0.50 0.76 1.66 3.48 6.36 82.87
49.72
THAILAND
2.68 0.76 1.66 0.82 0.43 1.66 2.99 2.92 2.95 3.01
11.90
2.23
23.54
MALAYSIA
2.07 1.84 3.20 1.87 2.29 1.55 2.70 1.57 1.04 0.97
-7.96
-6.50
7.58
AUSTRALIA
0.10 0.29 0.15 0.15 0.24 0.67 0.62 0.70 0.96 0.55
24.53
-42.33
4.32
SINGAPURA
1.17 1.25 0.38 0.21 0.15 0.41 0.15 0.74 0.79 0.39
-5.77
-51.23
3.02
BELANDA
0.16 0.14 0.48 0.31 0.14 0.25 0.25 0.31 0.32 0.36
6.60
13.96
2.84
TAIWAN
0.32 0.18 0.03 0.04 0.04 0.04 0.21 0.17 0.31 0.31
11.60
0.21
2.42
PAKISTAN
0.00 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.09 0.28 220.65
2.17
JEPANG
0.28 0.25 0.25 0.26 0.18 0.21 0.25 0.26 0.21 0.24
-1.32
13.86
1.88
HONGKONG
0.18 0.07 0.02 0.00 0.00 0.05 0.07 0.08 0.01 0.07
1.26
458.65
0.57
PILIPINA
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.04 0.10 0.07 -31.95
0.55
REP.RAKYAT CINA
0.00 0.03 0.25 0.00 0.02 0.04 0.08 0.07 0.01 0.05
26.37
650.89
0.39
REPUBLIK MALADEWA
0.20 0.29 0.26 0.14 0.05 0.10 0.08 0.08 0.18 0.04 -13.23
-75.44
0.35
SELANDIA BARU
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.03 0.03 0.00 0.03 529.59
0.22
VIETNAM
0.00 0.04 0.25 0.20 0.07 0.28 0.26 0.02 0.00 0.02 0.17
SUBTOTAL 15 NEGARA
7.15 5.15 6.97 4.10 3.90 5.75 8.47 8.63 10.44 12.76
8.72
22.14
99.73
LAINNYA
0.73 0.29 10.30 7.07 0.09 0.47 0.68 0.49 0.38 0.03 -50.38 -1,747.27
0.27
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu
Di sisi impor, nilai dan volume produk Minuman Beralkohol yang
dipasok dari luar negeri mengalami pergerakan positif dalam kurun waktu
satu dekade terakhir (2006-2015) sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar
4.6 dan 4.7. Pada lima tahun pertama (2006-2010) permintaan impor
produk Minuman Beralkohol Indonesia meningkat secara tajam dengan
rata-rata pertumbuhan nilai dan volume impor per tahunnya masing-masing
sebesar 122,84 persen dan 57,92 persen. Nilai impor produk minuman
beralkohol yang semula hanya sebesar US$ 0,93 juta pada tahun 2006,
naik menjadi US$ 8,15 juta pada tahun 2010. Adapun volume impor produk
Minuman Beralkohol pada tahun 2006 sebesar 0,29 ribu ton, naik menjadi
1,31 ribu ton pada tahun 2010.
Dalam paruh waktu lima tahun terakhir, nilai dan volume impor
produk Minuman Beralkohol Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
44
dengan periode sebelumnya. Nilai impor produk Minuman Beralkohol
Indonesia berada pada kisaran US$ 9,76 juta – US$ 14,48 juta sedangkan
volume impor produk Minuman Beralkohol berada di antara 1,2 ribu ton –
1,57 ribu ton. Nilai dan volume impor produk Minuman beralkohol Indonesia
tertinggi selama periode tersebut terjadi pada tahun 2014 dengan nilai
impor sebesar US$ 14,48 juta dan volume sebesar 1,28 ribu ton (Gambar
4.6 dan 4.7).
Berkebalikan dengan periode lima tahun sebelumnya, impor produk
Minuman Beralkohol Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan negatif
dimana rata-rata pertumbuhan tahunan dari nilai impor produk Minuman
Beralkohol selama lima tahun terakhir sebesar -1,62 persen dan rata-rata
pertumbuhan
volume
impornya
sebesar
2,83
persen.
Hal
ini
mengindikasikan adanya penurunan dalam permintaan impor produk
Minuman Beralkohol.
Mayoritas produk Minuman Beralkohol yang diimpor oleh Indonesia
pada tahun 2015 berupa produk Wiski dengan kadar alkohol tidak melebihi
46 persen menurut volumenya (Whiskies of an alcoholic strength by volume
not exceeding 46 persen vol – HS 2208.30.10.00) dengan nilai impor
sebesar US$ 4,49 juta dan volume impor sebesar 0,43 ribu ton. Produk
Minuman Beralkohol lainnya yang banyak dipasok dari luar negeri pada
tahun 2015 adalah Grapemust lainnya dengan kadar alkohol tidak melebihi
15 persen menurut volumenya (HS 2204.30.10.00) dengan nilai impor dan
pangsa impor masing-masing sebesar US$ 1,29 juta (13,26 persen) dan
(Tabel 4.11 dan 4.12).
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
45
HS 2007
Tabel 4.11 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol
Indonesia Berdasarkan Jenis Produk
Nilai Impor (Juta USD)
Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%)
Deskripsi Barang
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2006-2010 2011-2015 15/14 2015
Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
0.93
0.02
4.69
0.65
8.15 10.88 13.71 11.80 14.48
9.76 122.84
-1.62
2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
0.00
0.35
0.13
3.02
4.52
5.56
6.20
6.72
4.49
1.80
2204301000 Other grape must, alcoholic strength by volume <= 15%
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2.03
0.97
1.26
1.29
2208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
0.00
0.01
0.02
0.49
0.72
0.92
0.82
0.90
0.77
2208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2.13
0.70
1.23
0.66
2208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by volume not exceed.57% vol
0.00
0.00
0.00
0.00
0.34
0.54
0.75
0.45
0.58
0.47
2204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by volume <= 15%
0.00
0.00
0.20
0.00
1.54
1.69
0.63
0.42
2208501000 Gin&geneva of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
0.00
0.11
0.01
0.17
0.26
0.38
2203009000 Other beer made from malt,including ale
0.00
0.00
0.25
0.07
0.33
0.23
2208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.91
0.00
0.12
0.00
0.96
2208401000 Rum&tafia of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
0.00
0.00
0.00
2208909000 Other spirituous beverages
0.00
0.00
0.00
2204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by volume <= 15%
0.00
0.00
2206002000 Sake (rice wine)
0.00
2204100000 Sparkling wine
2204302000 Other grape must, alcoholic strength by volume > 15%
Lainnya
-32.59
100.00
-33.16
46.06
3.00
13.26
-13.73
7.93
-45.95
6.80
-5.29
-19.25
4.81
0.75
0.41 254.46 -23.28
-45.24
4.22
0.34
0.48
0.39
10.77
-20.45
3.95
0.24
0.33
0.67
0.31
17.33
-54.06
3.15
1.94
0.08
0.01
0.06
0.20
-38.57
223.23
2.03
0.12
0.22
0.19
0.20
0.23
0.19
-0.71
-13.44
2.00
0.00
0.02
0.03
0.21
0.26
0.25
0.15
42.67
-40.34
1.50
0.35
0.13
0.09
0.04
0.11
0.18
0.32
0.13
43.98
-58.32
1.38
0.00
0.00
0.00
0.00
0.07
0.06
0.03
0.09
0.10
10.85
6.88
0.98
0.00
0.00
0.00
0.00
0.11
0.12
0.19
0.21
0.24
0.05
-14.17
-79.21
0.51
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.04
0.00
0.01
1.64
0.15
0.48
0.25
0.11
0.34
0.35
0.05 493.90 -19.08
1.17
0.42
-85.99
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
46
0.50
Tabel 4.12 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman Beralkohol
Indonesia Berdasarkan Jenis Produk
HS 2007
Deskripsi Barang
2006
Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
0.29
2208301000 Whiskies of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
2204301000 Other grape must, alcoholic strength by volume <= 15%
0.00
2208601000 Vodka of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
2208203000 Other spirits of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
2208701000 Liqueurs & cordials of an alcoholic strength by volume not exceed.57% vol 0.00
2204211100 Wine, in containers <= 2 l, alcoholic strength by volume <= 15%
0.00
2208501000 Gin&geneva of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
2203009000 Other beer made from malt,including ale
0.02
2208201000 Brandy of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.21
2208401000 Rum&tafia of an alcoholic strength by volume not exceeding 46% vol
0.00
2208909000 Other spirituous beverages
0.01
2204212100 Grape must,in container <=2 l,alcoholic strength by volume <= 15%
0.00
2206002000 Sake (rice wine)
0.00
2204100000 Sparkling wine
0.05
2204302000 Other grape must, alcoholic strength by volume > 15%
0.00
Lainnya
0.00
2007
0.03
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
2008
0.60
0.04
0.00
0.00
0.00
0.00
0.13
0.02
0.05
0.02
0.00
0.00
0.06
0.00
0.00
0.00
0.14
Volume Impor (Ribu Ton)
2009 2010 2011 2012
0.13 1.31 1.20 1.56
0.01 0.32 0.38 0.45
0.00 0.00 0.00 0.40
0.00 0.09 0.07 0.09
0.00 0.00 0.00 0.11
0.00 0.05 0.04 0.06
0.00 0.43 0.30 0.12
0.00 0.02 0.03 0.04
0.03 0.05 0.13 0.14
0.00 0.07 0.13 0.01
0.00 0.01 0.02 0.02
0.00 0.00 0.00 0.02
0.03 0.01 0.01 0.01
0.00 0.00 0.03 0.02
0.00 0.01 0.01 0.01
0.00 0.00 0.00 0.00
0.02 0.12 0.02 0.04
2013
1.57
0.65
0.22
0.10
0.06
0.05
0.04
0.04
0.16
0.00
0.03
0.03
0.02
0.01
0.02
0.00
0.08
2014
1.81
0.52
0.21
0.11
0.10
0.06
0.10
0.06
0.31
0.01
0.03
0.03
0.03
0.03
0.02
0.00
0.09
Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%)
2015 2006-2010 2011-2015 15/14 2015
1.28 57.92 2.83 -29.25 13.09
0.43
3.73 -18.75 4.36
0.24
16.40 2.51
0.11
10.59 3.13 1.12
0.06
-39.05 0.63
0.06
7.98 -0.46 0.63
0.08 273.22 -25.30 -21.31 0.79
0.05
19.32 -12.71 0.54
0.12
7.65 -61.72 1.23
0.01
-37.78 4.78 0.11
0.03
11.91 -15.88 0.29
0.02
54.94 -38.12 0.18
0.02
52.18 -27.55 0.26
0.03
1.85 5.03 0.29
0.00
-11.56 -75.39 0.05
0.01
0.06
0.00 484.10
-100.00 0.06
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu
Sebagian besar produk Minuman Beralkohol Indonesia yang asal
impor pada tahun 2015 diimpor dari Inggris dengan nilai impor sebesar US$
2,8 juta (28,84 persen). Impor dari Inggris tersebut turun sebesar 18,47
persen dari tahun sebelumnya. Singapura dan Perancis berada di peringkat
kedua dan ketiga sebagai pemasok utama produk Minuman Beralkohol
Indonesia pada tahun yang sama dengan nilai impor sebesar US$ 2,01 juta
(20,75 persen) dan US$ 1,73 juta (17,83 persen).
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
47
Tabel 4.13 Perkembangan Nilai Impor Produk Minuman Beralkohol
Indonesia Berdasarkan Negara Asal
Nilai Impor (Juta USD)
Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2006-2010 2011-2015 15/14
2015
Negara Asal
Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
INGGRIS
SINGAPURA
PERANCIS
AMERIKA SERIKAT
AUSTRALIA
ITALIA
IRLANDIA
SWEDIA
MEKSIKO
REP.RAKYAT CINA
JERMAN
KANADA
CHILI
JAMAICA
HONGKONG
LAINNYA
0.93
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.92
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
3.05
0.00
2.23
0.00
0.00
0.12
0.01
0.00
0.00
0.00
0.12
0.00
0.00
0.00
0.00
0.02
0.55
0.50
0.01
0.26
0.04
0.01
0.03
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.06
0.09
7.67 10.63 13.60 11.46
1.70 2.62 2.88 4.38
1.22 1.98 2.42 1.85
1.55 2.99 3.41 1.55
0.34 0.44 0.85 0.38
1.00 0.55 1.04 0.95
0.25 0.36 0.38 0.11
0.08 0.22 0.30 0.27
0.24 0.35 0.28 0.27
0.11 0.15 0.22 0.20
0.00 0.09 0.26 0.14
0.00 0.00 0.05 0.03
0.05 0.08 0.05 0.05
0.10 0.04 0.06 0.10
0.00 0.00 0.02 0.02
0.15 0.18 0.27 0.25
0.88 0.56 1.10 0.91
14.13
3.43
3.64
2.57
0.61
1.22
0.23
0.34
0.24
0.19
0.23
0.02
0.05
0.07
0.05
0.10
1.10
9.71
2.80
2.01
1.73
0.67
0.63
0.28
0.25
0.20
0.17
0.11
0.09
0.07
0.06
0.06
0.06
0.52
129.42
660.81
25.39
-1.42
3.10
4.52
-12.82
5.04
4.67
-9.22
3.49
-11.88
1.72
1.78
74.11
-2.94
9.93
85.42
-28.16
-1.61
-31.27
-18.47
-44.72
-32.74
9.07
-48.05
19.31
-26.74
-14.63
-12.09
-54.06
325.03
43.12
-18.65
22.41
-45.41
-53.20
100.00
28.84
20.75
17.83
6.89
6.53
2.89
2.57
2.09
1.74
1.11
0.88
0.74
0.62
0.62
0.59
5.31
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu
Tabel 4.14 Perkembangan Volume Impor Produk Minuman Beralkohol
Indonesia Berdasarkan Negara Asal
Negara Asal
Total Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
INGGRIS
SINGAPURA
PERANCIS
AMERIKA SERIKAT
AUSTRALIA
ITALIA
IRLANDIA
SWEDIA
MEKSIKO
REP.RAKYAT CINA
JERMAN
KANADA
CHILI
JAMAICA
HONGKONG
LAINNYA
2006
0.29
0.00
0.02
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.27
2007
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
2008
0.46
0.00
0.30
0.00
0.00
0.08
0.00
0.00
0.00
0.00
0.02
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.06
2009
Volume Impor (Ribu Ton)
2010 2011 2012
0.11
0.00
0.05
0.01
0.00
0.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.01
0.03
1.19
0.16
0.25
0.15
0.04
0.32
0.04
0.01
0.04
0.02
0.00
0.00
0.01
0.03
0.00
0.01
0.13
1.17
0.21
0.39
0.21
0.04
0.09
0.04
0.02
0.03
0.01
0.03
0.00
0.01
0.02
0.00
0.01
0.08
1.52
0.24
0.36
0.25
0.10
0.18
0.05
0.03
0.03
0.02
0.03
0.00
0.00
0.02
0.00
0.02
0.19
2013
1.50
0.51
0.33
0.14
0.06
0.15
0.01
0.04
0.03
0.03
0.02
0.00
0.01
0.03
0.00
0.02
0.12
2014
1.72
0.31
0.52
0.24
0.07
0.21
0.03
0.04
0.03
0.03
0.03
0.00
0.00
0.02
0.01
0.01
0.16
Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%)
2015 2006-2010 2011-2015 15/14
2015
1.28
0.30
0.30
0.19
0.08
0.13
0.05
0.03
0.02
0.02
0.03
0.01
0.01
0.02
0.01
0.01
0.08
62.81
279.79
-7.16
2.97
10.41
-1.59
-2.07
10.68
10.49
-0.80
15.29
-9.71
12.04
3.46
59.49
4.58
8.00
103.59
-7.69
-3.15
-25.54
-4.71
-42.17
-22.59
17.35
-36.71
54.33
-18.74
-42.01
-15.42
-14.83
414.66
127.25
27.30
24.20
-28.11
-52.93
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
48
100.00
23.44
23.35
14.64
6.18
10.36
3.64
2.60
1.36
1.76
2.26
0.65
0.62
1.68
0.66
0.75
0.80
BAB V
HASIL ANALISIS
5.1 Dampak Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol Melalui
Pelabuhan Tertentu Terhadap Struktur dan Kinerja Impor Produk
Minuman Beralkohol Indonesia
Sebelum adanya kebijakan penetapan pelabuhan tertentu yang
mengatur importasi produk Minuman Beralkohol di Indonesia, impor produk
Minuman Beralkohol pada tahun 2006 mencapai US$ 0,93 juta dengan
volume impor sebesar 0,29 ribu ton (Badan Pusat Statistik Indonesia,
2016). Mayoritas impor produk Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun
tersebut masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok (98,47 persen)
sedangkan sisanya masuk melalui bandara udara internasional Soekarno
Hatta (0,61 persen), pelabuhan Pekanbaru (0,45 persen), pelabuhan
Sungai Guntung (0,27 persen), pelabuhan Merak (0,17 persen) dan
bandara udara internasional Ngurah Rai (0,03 persen). Akan tetapi, pada
tahun 2009 terdapat pergeseran pintu masuk untuk impor produk Minuman
Beralkohol di Indonesia dimana bandara udara internasional Ngurah Rai
menjadi pintu masuk utama bagi impor produk Minuman Beralkohol
Indonesia dengan pangsa impor sekitar 77,60 persen. Impor produk
Minuman Beralkohol lainnya pada tahun yang sama masuk melalui
Pelabuhan Batu Ampar (19,04 persen), bandara udara internasional
Surabaya (2,42 persen), bandara udara internasional Soekarno-Hatta (0,93
persen).
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
49
TANJUNG PRIOK
PEKAN BARU
MERAK
AMAMAPARE
PEKAN BARU
0.45%
SOEKARNO-HATTA (U)
SUNGAI GUNTUNG
NGURAH RAI (U)
NGURAH RAI (U)
BATU AMPAR
JUANDA (U)-SURABAYA
SOEKARNO-HATTA (U)
HALIM PERDANA KUSUMA (U)
SUNGAI
GUNTUNG
0.27%
MERAK
0.17%
NGURAH RAI
(U)
0.03%
SOEKARNOHATTA (U)
0.61%
AMAMAPARE
0.00%
JUANDA (U)SURABAYA
2.42%
SOEKARNOHATTA (U)
0.93%
HALIM
PERDANA
KUSUMA (U)
0.00%
BATU AMPAR
19.04%
NGURAH RAI
(U)
77.60%
TANJUNG
PRIOK
98.47%
2006
2009
Gambar 5.1 Pangsa Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
Berdasarkan Pelabuhan Bongkar Tahun 2006 dan 2009
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2016), diolah Puska Daglu.
Dengan adanya Permendag No. 43/M-DAG/PER/9/2009 yang
mengatur importasi Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu
(pelabuhan Laut Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung
Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, dan Soekarno Hatta di
Makassar; atau Bandar udara internasional serta kawasan perdagangan
bebas dan pelabuhan bebas), sebagian besar impor produk Minuman
Beralkohol pada tahun 2010 masuk melalui pelabuhan tertentu, pelabuhan
Tanjung Perak (47,90 persen), pelabuhan Tanjung Priok (41,63 persen),
bandara udara internasional Ngurah Rai (7,11 persen), pelabuhan Tanjung
Emas (0,09 persen). Sisanya sebesar 3,28 persen diimpor melalui
pelabuhan Tanjung Uban yang berada di Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)
Apabila dibandingkan dengan tahun 2009, maka terlihat adanya
pergeseran pintu masuk impor produk Minuman Beralkohol yang semula
sebagian besar diimpor melalui moda transportasi udara (bandara udara
internasional) kini diimpor melalui jalur laut atau pelabuhan. Selain itu,
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
50
TANJUNG PERAK
TANJUNG PRIOK
NGURAH RAI (U)
TANJUNG UBAN
TANJUNG UBAN
3.28%
TANJUNG EMAS
TANJUNG PERAK
NGURAH RAI (U)
TANJUNG EMAS
0.09%
NGURAH RAI (U)
7.11%
TANJUNG PRIOK
TANJUNG UBAN
SOEKARNO-HATTA (U)
TANJUNG PINANG
SOEKARNO-HATTA (U)
1.20%
TANJUNG PINANG
0.13%
NGURAH RAI (U)
3.30%
TANJUNG UBAN
5.94%
TANJUNG PERAK
47.90%
TANJUNG PRIOK
41.63%
TANJUNG PERAK
47.86%
TANJUNG PRIOK
41.56%
2010
2013
Gambar 5.2 Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2010 dan 2013
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.
Struktur impor produk Minuman Beralkohol Indonesia berdasarkan
pintu masuk tertentu pada tahun 2013 tidak jauh berbeda dengan kondisi di
tahun 2010. Mayoritas impor produk Minuman Beralkohol Indonesia pada
tahun 2013 masuk melalui pelabuhan Tanjung Perak (47,86 persen),
pelabuhan Tanjung Priok (41,56 persen), pelabuhan Tanjung Uban (5,94
persen), bandara udara internasional Ngurah Rai (3,30 persen), bandara
udara internasional Soekarno-Hatta (1,20 persen), dan pelabuhan Tanjung
Pinang (0,13 persen). Dengan masuknya impor produk Minuman
Beralkohol Indonesia melalui pelabuhan tertentu yang telah ditetapkan dan
kawasan perdagangan bebas serta pelabuhan bebas selama periode 20102013 dapat dianggap bahwa pengimplementasian kebijakan impor produk
Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu sebagaimana yang
tercantum dalam Permendag No. 43/M-DAG/PER/9/2009 telah efektif
dalam mengendalikan impor produk Minuman Beralkohol.
Sejalan dengan perkembangan kondisi yang ada, Permendag No.
43/M-DAG/PER/9/2009 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Permendag No. 54/M-DAG/PER/8/2012 dicabut dan dinyatakan
tidak
berlaku
sejak
diundangkannya
Permendag
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
No.
20/M51
DAG/PER/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap
Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol pada tanggal
11 April 2014. Dengan adanya Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014,
importasi Minuman Beralkohol oleh perusahaan yang menjadi Importir
Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB) hanya dapat melakukan impor
Minuman Beralkohol melalui pelabuhan Laut Belawan di Medan, Tanjung
Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya,
Bitung di Manado, dan Soekarno Hatta di Makassar; atau Bandar udara
internasional (Pasal 11 ayat (1)). Perubahan mendasar dari Permendag No.
20/M-DAG/PER/4/2014 adalah penambahan pelabuhan Bitung di Manado
sebagai pintu masuk produk Minuman Beralkohol dari luar negeri. Adapun
kebijakan pengaturan impor Minuman Beralkohol ke dalam kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas masih tetap sama bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas. Akan tetapi, dalam kebijakan terbaru pada Pasal 11 ayat
(3) mengatur bahwa Minuman Beralkohol asal impor untuk kebutuhan
konsumsi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas tidak
dapat diperdagangkan ke luar kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas.
Penambahan pelabuhan Bitung sebagai pintu masuk impor produk
Minuman Beralkohol di Indonesia pada tahun 2014 ternyata tidak
menyebabkan perubahan yang berarti dalam struktur impor produk
Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu. Pelabuhan Tanjung Perak
masih menduduki peringkat pertama sebagai pintu masuk impor produk
Minuman Beralkohol dengan pangsa impor sebesar 47,27 persen. Pada
peringkat kedua dan peringkat ketiga terdapat pelabuhan Tanjung Priok
(41,29 persen) dan pelabuhan Tanjung Uban (7,25%). Sisanya masuk
melalui bandara udara internasional Ngurah Rai, pelabuhan Sekupang,
bandara
udara
internasional Soekarno-Hatta, dan
bandara udara
internasional Juanda.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
52
TANJUNG PERAK
NGURAH RAI (U)
JUANDA (U)-SURABAYA
TANJUNG PRIOK
SEKUPANG
SEKUPANG
0.70%
NGURAH RAI (U)
2.75%
TANJUNG UBAN
SOEKARNO-HATTA (U)
TANJUNG PERAK
TANJUNG PRIOK
TANJUNG UBAN
NGURAH RAI (U)
JUANDA (U)-SURABAYA
JAKARTA / PASAR IKAN
NGURAH RAI (U)
1.19%
JUANDA (U)SURABAYA
0.22%
SOEKARNO-HATTA (U)
0.56%
JUANDA (U)SURABAYA
0.19%
SOEKARNO-HATTA (U)
1.37%
JAKARTA / PASAR
IKAN
0.15%
TANJUNG UBAN
6.41%
TANJUNG UBAN
7.25%
TANJUNG PERAK
47.27%
TANJUNG PRIOK
41.29%
SOEKARNO-HATTA (U)
TANJUNG PRIOK
42.37%
2014
TANJUNG PERAK
48.29%
2015
Gambar 5.3 Struktur Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
Berdasarkan Pintu Masuk Tertentu Tahun 2014 dan 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.
Setelah
satu
tahun
penerapan
Permendag
No.
20/M-
DAG/PER/4/2014, pasokan impor produk Minuman Beralkohol Indonesia
masih berasal dari pelabuhan Tanjung Perak (48,29 persen), pelabuhan
Tanjung Priok (42,37 persen), pelabuhan Tanjung Uban (6,41 persen),
bandara udara internasional Soekarno-Hatta (1,37 persen), bandara udara
internasional Ngurah Rai (1,19 persen), dan bandara udara internasional
Juanda (0,22 persen). Akan tetapi, data Badan Pusat Statistik (BPS)
Indonesia (2016) menunjukkan bahwa pada tahun 2015 adanya impor
produk Minuman Beralkohol yang masuk melalui pelabuhan tertentu selain
yang telah ditetapkan melalui
Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014,
yakni melalui pelabuhan Jakarta/ Pasar Ikan senilai US$ 14,28 ribu (4,2
ton). Hal ini menunjukkan kurangnya pengawasan di lapangan dalam
penerapan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol karena masih
adanya pasokan impor produk Minuman Beralkohol yang masuk di luar
pelabuhan yang telah ditetapkan.
Di sisi lain, penetapan pelabuhan Laut Belawan di Medan, pelabuhan
Tanjung Emas di Semarang, pelabuhan Bitung di Manado, dan pelabuhan
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
53
Soekarno Hatta di Makassar sebagai pintu masuk impor produk Minuman
Beralkohol di Indonesia dalam Permendag No. 43/M-DAG/PER/9/2009 dan
Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014 dinilai tidak efektif mengingat tidak
adanya importasi produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhanpelabuhan tersebut sejak tahun 2010 sebagaimana data yang diterbitkan
oleh Badan Pusat Statistik (2016). Hal ini diperkuat juga oleh hasil
kunjungan lapangan dan wawancara dengan perwakilan dari Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Utara dan Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe A3 Bitung yang
mengkonfirmasi ketiadaan importasi produk Minuman Beralkohol melalui
pelabuhan Bitung di Manado. KPPBC Tipe A3 Bitung tidak pernah
melakukan custom clearance atau kewajiban perpajakan produk Minuman
Beralkohol di pelabuhan Bitung. Produk Minuman Beralkohol yang beredar
di Provinsi Sulawesi Utara diduga dikirimkan dari pelabuhan Tanjung Priok
dan pelabuhan Tanjung Perak. Selain itu, data Direktorat Impor, Direktorat
Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (2016)
yang menunjukkan bahwa mayoritas perusahaan importir minuman
beralkohol di Indonesia yang ditetapkan sebagai Importir Terdaftar
Minuman Beralkohol (IT-MB) pada periode 2010-2015 berdomisili di
provinsi DKI Jakarta sedangkan satu perusahaan berada di provinsi Bali.
Tabel 5.1 Jumlah Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB)
Berdasarkan Provinsi Tahun 2010-2015
Uraian
Jumlah Perusahaan/ Importir IT-MB
Provinsi DKI Jakarta
Provinsi Bali
Tidak ada keterangan alamat
2010 2011 2012 2013 2014 2015
8
16
14 14
14
16
7
14
11 11
11
11
1
2
1
1
1
1
0
2
2
2
4
Sumber: Direktorat Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan
(2016), diolah Puska Daglu.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
54
Meskipun mayoritas impor produk Minuman Beralkohol Indonesia
masuk melalui pelabuhan tertentu pasca ditetapkannya Permendag No.
43/M-DAG/PER/9/2009, ironisnya impor produk Minuman Beralkohol
Indonesia justru mengalami kenaikan signifikan, baik dari segi nilai maupun
volume. Rata-rata pertumbuhan nilai impor produk Minuman Berakohol
Indonesia periode 2010-2013 berkisar 15,59 persen per tahunnya
sedangkan rerata pertumbuhan volume impor produk Minuman Beralkohol
pada periode yang sama sebesar 9,97 persen per tahunnya. Kenaikan
impor ini dipicu oleh tingginya pertumbuhan impor di pelabuhan Tanjung
Uban sebesar 37,62 persen/tahun , pelabuhan Tanjung Priok sebesar 20,02
persen/tahun dan pelabuhan Tanjung Perak sebesar 12,96 persen/tahun.
Nilai impor produk Minuman Beralkohol Indonesia melonjak 1.435,77
persen pada tahun 2010 dibandingkan tahun sebelumnya, dari US$ 0,5 juta
menjadi US$ 7,67 juta. Pada tahun yang sama volume impor produk
Minuman Beralkohol juga naik dari 108,65 ton menjadi 1,18 ribu ton.
Berbeda dengan
pengimplementasian kebijakan impor produk
Minuman Beralkohol sebelumnya, impor produk Minuman Beralkohol
Indonesia justru mengalami penurunan pasca pengimplementasian
kebijakan Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014. Impor produk Minuman
Beralkohol yang melalui beberapa pelabuhan laut dan bandara udara
internasional menunjukkan penurunan, hanya impor produk Minuman
Beralkohol yang melalui pelabuhan Tanjung Uban yang justru mengalami
kenaikan.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
55
Tabel 5.2 Kinerja Impor Produk Minuman Beralkohol Indonesia
Berdasarkan Pelabuhan Bongkar
No
PELABUHAN
2004
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Nilai Impor (USD)
2012 2013 2014
2015 Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%) Pangsa (%) Pangsa (%)
2006-2009 2010-2013 2015/2014 2010
2014
2015
Total Impor Produk Minuman 296,314 477,928 926,346
Beralkohol
8,484 3,045,811 499,554 7,671,999 10,632,562 13,596,655 11,457,034 14,127,469 9,709,806
TANJUNG PERAK
0
0
0
TANJUNG PRIOK
258,967 372,087 912,170
TANJUNG UBAN
0
0
0
SOEKARNO-HATTA (U)
23,021 22,299 5,667
NGURAH RAI (U)
10,530
0 253
JUANDA (U)-SURABAYA
0
0
0
JAKARTA / PASAR IKAN
0
0
0
SEKUPANG
0
0
0
TANJUNG EMAS
0
0
0
BATU AMPAR
0 80,124
0
HALIM PERDANA KUSUMA (U)
0
0
0
SUNGAI GUNTUNG
0
0 2,501
PEKAN BARU
0
0 4,193
MERAK
0
0 1,536
AMAMAPARE
0
0
26
LOBAM
0
0
0
BALIKPAPAN
409
0
0
BELAKANG PADANG
0
0
0
BIMA
0
0
0
BULELENG
0 3,137
0
ENTIKONG
0
0
0
SELAT PANJANG
0
0
0
TANJUNG BALAI KARIMUN
0
281
0
TANJUNG PINANG
3,387
0
0
UJUNGPANDANG
0
0
0
0 7,473
0 3,674,615
33 503,793
0 3,193,502
0
0
0 251,487
330 2,268 4,650
0
0 764,176 387,666 545,714
0
0 12,101
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 116,945
0 6,681
0 1,651,156 95,133
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
92
0
0
0
0
0
0
0
7,728
0
0
0
105
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
196
0
0
0
7,262,395
2,586,542
533,210
67,236
183,179
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7,390,145
4,841,156
654,858
405,223
215,347
0
0
0
24,447
0
0
0
0
0
0
0
0
65,479
0
0
0
0
0
0
0
5,483,532
4,760,971
680,795
137,979
378,398
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15,359
0
6,677,611 4,688,926
5,833,660 4,114,189
1,023,568 622,467
78,907 132,810
388,215 115,609
26,439 21,525
0 14,280
99,069
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
49.64
15.59
-31.27
100.00
100.00
100.00
12.96
20.02
37.62
-29.78
-29.47
-39.19
68.31
-70.22
-18.59
47.90
41.63
3.28
0.00
7.11
0.00
0.00
0.00
0.09
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
47.27
41.29
7.25
0.56
2.75
0.19
0.00
0.70
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
48.29
42.37
6.41
1.37
1.19
0.22
0.15
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
14.27
-8.94
-100.00
Keterangan:
Pelabuhan tertentu yang ditetapkan sebagai pintu masuk Minuman Beralkohol
XXX Pelabuhan pada kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2016), diolah Puska Daglu.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
56
Tabel 5.3 Kinerja Volume Impor Produk Minuman Beralkohol
Indonesia Berdasarkan Pelabuhan Bongkar
No
PELABUHAN
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Volume Impor (Kg)
2013 2014 2015 Trend (%) Trend (%) Perub.(%) Pangsa (%) Pangsa (%) Pangsa (%)
2006-2009 2010-2013 2015/2014 2010
2014
2015
Total Impor Produk Minuman 292,535 13,699 461,886 108,647 1,188,378 1,173,449 1,519,441 1,496,832 1,716,281 1,277,862
Beralkohol
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
TANJUNG PERAK
0
0
TANJUNG PRIOK
212,000
16
TANJUNG UBAN
0
0
SOEKARNO-HATTA (U)
786
24
NGURAH RAI (U)
17
0
JUANDA (U)-SURABAYA
0
0
JAKARTA / PASAR IKAN
0
0
SEKUPANG
0
0
TANJUNG EMAS
0
0
BATU AMPAR
0
0
HALIM PERDANA KUSUMA (U)
0
0
SUNGAI GUNTUNG
52,100
0
PEKAN BARU
17,120
0
MERAK
10,506
0
AMAMAPARE
6
0
LOBAM
0
0
BALIKPAPAN
0
0
BELAKANG PADANG
0
0
BIMA
0
8
BULELENG
0
0
ENTIKONG
0 13,388
SELAT PANJANG
0
210
TANJUNG BALAI KARIMUN
0
0
TANJUNG PINANG
0
0
UJUNGPANDANG
0
53
1,425
0
174,761
0
0
0
1,360 1,177
129,315 99,037
0 1,063
0
0
0
0
19,949
0
135,076 7,364
0
6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
312,521
770,202
58,352
0
46,893
0
0
0
410
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
551,126
426,937
165,995
7,416
21,975
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
528,679
686,002
219,718
23,808
21,409
0
0
0
9,087
0
0
0
0
0
0
0
0
30,738
0
0
0
0
0
0
0
614,720
640,655
190,796
5,851
36,269
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8,541
0
627,157
650,959
372,141
4,529
42,271
1,804
0
17,420
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
505,687
549,786
185,567
9,492
22,518
612
4,200
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5.62
9.97
-25.54
100.00
100.00
100.00
21.99
-0.78
46.73
-19.37
-15.54
-50.14
109.58
-46.73
-66.08
26.30
64.81
4.91
0.00
3.95
0.00
0.00
0.00
0.03
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
36.54
37.93
21.68
0.26
2.46
0.11
0.00
1.01
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
39.57
43.02
14.52
0.74
1.76
0.05
0.33
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
69.02
-7.66
-100.00
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2016), diolah Puska Daglu.
Sejalan dengan pengimplementasian Permendag No. 43/MDAG/PER/9/2009, pemerintah menetapkan alokasi impor produk Minuman
Beralkohol. Alokasi impor produk Minuman Beralkohol selama periode
2010-2013 cenderung naik sebesar 10,78 persen sedangkan rata-rata
pertumbuhan realisasi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia per
tahunnya sekitar 12,38 persen. Dari catatan Direktorat Impor, Direktorat
Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (2016)
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
57
jumlah alokasi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia yang
ditetapkan untuk tahun 2013 sebanyak 539,5 ribu karton atau setara
dengan 4,85 juta liter produk Minuman Beralkohol, turun 14,36 persen dari
tahun sebelumnya (630 ribu karton atau 5,67 juta liter) atau 1,37 kali lipat
dibandingkan dengan alokasi pada tahun 2010 (393 ribu karton atau 3,54
juta liter). Pada tahun 2013 realisasi impor produk Minuman Beralkohol
Indonesia mencapai 81,56 persen dari alokasi impor yang telah ditetapkan
atau sekitar 440 ribu karton (3,96 juta liter), lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata realisasi impor produk Minuman Beralkohol selama tahun
2010-2013 sebesar 76,77 persen.
Tabel 5.4 Perkembangan Alokasi dan Realisasi Impor Produk
Minuman Beralkohol Indonesia
Uraian
2010
2011
2012
2013
2014
2015 Trend (%) Perub. (%)
2010-2013 2015/2014
Alokasi Impor (Karton) 393,000 585,540 630,000 539,500 409,012 440,860 10.78 7.79
Realisasi Impor (Karton) 296,600 458,907 451,594 440,010 304,690 376,225 12.38 23.48
% Realisasi Impor 75.47 78.37 71.68 81.56 74.49 85.34
1.45 14.56
Keterangan:
1 karton = 9 liter
Sumber: Direktorat Impor, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan
(2016), diolah Puska Daglu.
Sementara itu, pasca diterapkannya Permendag No. 20/MDAG/PER/4/2014 alokasi impor produk Minuman Beralkohol Indonesia
pada tahun 2015 naik 7,79 persen dari sebesar 409,01 ribu karton (3,68
juta liter) menjadi 440,86 ribu karton (3,97 juta liter). Realisasi impor produk
Minuman Beralkohol pada tahun yang sama mencapai 376,23 ribu karton
(3,38 juta liter) atau 85,34 persen dari alokasi yang telah ditetapkan.
Dengan mengkomparasikan data alokasi impor (duty paid) dengan
volume impor produk Minuman Beralkohol Indonesia dapat dilihat adanya
hubungan positif di antaranya keduanya. Hal ini mengindikasikan semakin
tinggi alokasi impor yang ditetapkan oleh pemerintah maka semakin naik
pula volume impor produk Minuman Beralkohol. Akan tetapi, pernyataan
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
58
tersebut tidak dapat mengeneralisasikan kondisi yang ada mengingat data
volume impor produk Minuman Beralkohol yang dipublikasikan Badan
Pusat Statistik Indonesia (2016) memuat data impor di kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sedangkan data alokasi impor
(duty paid) yang dicatat oleh Direktorat Impor, Direktorat Jenderal
Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (2016) tidak
mencakup alokasi impor di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas. Penetapan alokasi impor di kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas, seperti di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas bintan, ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Bintan (BP Bintan).
2.00
700,000
630,000
1.80
585,540
1.52
1.50
1.40
1.20
600,000
1.72
539,500
1.60
440,860
393,000 1.19
409,012
500,000
1.28
1.17
400,000
1.00
300,000
0.80
0.60
200,000
0.40
100,000
0.20
296,600
458,907
451,594
440,010
304,690
376,225
0.00
2010
2011
Alokasi Impor (Karton) - RHS
2012
2013
2014
Realisasi Impor (Karton) - RHS
2015
Volume impor (ribu ton) - LHS
Gambar 5.4 Perkembangan Volume, Alokasi dan Realisasi Impor
Produk Minuman Alkohol Indonesia Tahun 2010-2015
Sumber: Badan Pusat Statistik (2016), diolah Puska Daglu.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
59
5.2 Dampak Penetapan Kebijakan Impor Produk Minuman Beralkohol
Melalui
Pelabuhan
Tertentu
terhadap
Industri
Pariwisata,
Konsumen dan Produsen Sejenis
Kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan
tertentu yang ada saat ini memiliki implikasi terhadap industri pariwisata,
konsumen, dan produsen sejenis.
1. Industri Pariwisata
Kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu
berdampak signifikan terhadap industri pariwisata di Provinsi Bali. Dari
catatan Direktorat Impor, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri,
Kementerian Perdagangan (2016), saat ini hanya terdapat satu importir
produk Minuman Beralkohol yang memiliki IT-MB di Provinsi Bali.
Pemasok produk Minuman Beralkohol asal impor untuk kebutuhan
industri pariwisata lainnya berada di Jakarta. Selama ini produk
Minuman Beralkohol asal impor yang masuk ke Provinsi Bali diturunkan
di pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dan bandara udara
internasional Ngurah Rai. Kondisi ini membuat produk Minuman
Beralkohol asal impor yang dijual di Bali semakin mahal, sedangkan di
sisi lain Provinsi Bali hanya mengandalkan industri pariwisata. Oleh
karena itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali
mengusulkan agar pelabuhan Benoa dibuka menjadi pelabuhan eksporimpor dan menjadi pintu masuk produk Minuman Beralkohol agar harga
barang impor menjadi lebih murah dan produk ekspor asal Provinsi Bali
menjadi semakin kompetitif.
Adapun yang menjadi keluhan dari industri pariwisata di Provinsi Bali
adalah Permendag No.6/M-DAG/PER/1/2015 yang melarang penjualan
minuman beralkohol berkadar di bawah 5 persen (golongan A) di
minimarket dan pengecer sangat mempengaruhi industri pariwisata
karena para turis asing selalu mencari minuman beralkohol (Nasrum,
2015). Data Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (ASITA) mencatat
konsumsi alkohol terbanyak ada di Bali sebesar 50 persen, sedangkan
konsumsi terbesar kedua ada di Jakarta sebanyak 40 persen. Sepuluh
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
60
persen konsumsi lainnya tersebar di daerah wisata Indonesia bagian
Timur, seperti di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia
(PHRI) Bintan mengeluhkan keresahan dan ketidakadilan dari adanya
kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan
tertentu, khususnya untuk Pulau Bintan. Secara administrasi, pulau
Bintan memiliki tiga pemerintahan, yakni pemerintah Kota Tanjung
Pinang, pemerintah Kabupaten Bintan, dan pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau. Di dalam Pulau Bintan sendiri terdapat Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Bintan yang
meliputi a) sebagian dari wilayah Kabupaten Bintan serta seluruh
Kawasan Industri Galang Batang, Kawasan Industri Maritim dan Pulau
Lobam dan b) sebagian dari wilayah Kota Tanjung Pinang yang meliputi
Kawasan Industri Senggarang dan Kawasan Industri Dompak Barat.
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (2) dalam
Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014, impor Minuman Beralkohol ke
dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas hanya
dilakukan
untuk
memenuhi
kebutuhan
konsumsi
di
kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Kemudian, impor Minuman
Beralkohol ke dalam kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan mengenai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas
(Pasal
11
ayat
(4)
dalam
Permendag
No.
20/M-
DAG/PER/4/2014). Berkaitan dengan hal tersebut, penerbitan izin
penunjukan sebagai Importir Terdaftar Minuman Beralkohol (IT-MB) di
KPBPB Bintan berada bawah kewenangan Badan Pengusahaan
Kawasan Bintan Wilayah Kabupaten Bintan (BP Bintan) Kepulauan
Riau.
Sebagai
konsekuensi
dari
Permendag
No.
20/M-
DAG/PER/4/2014 tersebut, wilayah lainnya yang berada di Pulau Bintan
yang bukan termasuk KPBPB Bintan harus melakukan impor dari
pelabuhan tertentu yang telah ditetapkan dan bandara udara
internasional. Hal ini menimbulkan ketidakjelasan di dalam pelaksanaan
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
61
dan pengawasan kebijakan impor produk Minuman Beralkohol di Pulau
Bintan.
Pada tahun 2015 BP Bintan hanya memberikan izin impor produk
Minuman Beralkohol (IT-MB) ke satu perusahaan importir di KPBPB
Bintan dengan alokasi impor produk Minuman Beralkohol golongan A
sebanyak 15.600 karton dan 1.550 barel, golongan B sebesar 4.280
karton, dan golongan C sebanyak 1.495 karton. Dengan importir tunggal
produk Minuman Beralkohol yang memegang IT-MB, industri pariwisata
di KPBPB Bintan mengeluhkan tingginya harga pembelian produk
Minuman Beralkohol dibandingkan dengan harga produk Minuman
Beralkohol di luar KPBPB Bintan dan Singapura. Dari sisi pasokan,
industri pariwisata di KPBPB Bintan tidak mengalami kendala pasca
adanya Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014. Pada awal tahun 2016
BP Bintan telah menerbitkan izin IT-MB bagi satu perusahaan importir
produk Minuman Beralkohol lainnya sehingga jumlah perusahaan yang
memiliki IT-MB di KPBPB Bintan menjadi dua perusahaan.
Ketua PHRI Bintan dan perwakilan industri pariwisata yang berlokasi di
luar KPBPB Bintan mengeluhkan adanya perbedaan kebijakan impor
Minuman Beralkohol yang diterapkan di Pulau Bintan. Hal ini
menimbulkan kebingungan bagi industri pariwisata di luar KPBPB
Bintan untuk menentukan dan mendapatkan pemasok produk Minuman
Beralkohol asal impor (baik subdistributor, distributor, maupun importir).
Selama ini pasokan produk Minuman Beralkohol di luar KPBPB Bintan
dipasok dari pemasok yang sama dengan pemasok industri pariwisata
KPBPB Bintan dan pasokan dari Jakarta.
Sama halnya dengan keluhan industri pariwisata di Bali, pihak industri
pariwisata di Bintan mengeluhkan larangan penjualan produk Minuman
Beralkohol di minimarket dan pengecer. Selain itu, kalangan industri
pariwisata di Bintan mengeluhkan adanya Peraturan Daerah (Perda)
No. 6 Tahun 2011 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman
Beralkohol.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
62
2. Produsen Sejenis
Salah satu produsen sejenis yang berada di Provinsi Banten merasakan
adanya penurunan penjualan dan ketatnya persaingan usaha sebagai
implikasi dari adanya kebijakan penetapan pelabuhan tertentu untuk
impor produk Minuman Beralkohol yang lokasinya berdekatan dengan
lokasi produsen sejenis. Oleh karena itu, penetapan pelabuhan tertentu
untuk
impor
produk
Minuman
Beralkohol
dinilai
perlu
mempertimbangkan lokasi produsen sejenis, kelengkapan infrastruktur,
dan instansi terkait serta waktu peralihan untuk penyesuaian kebijakan
baru dengan kondisi yang dihadapi.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
63
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan paparan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kebijakan impor produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu
berdampak pada pergeseran dalam struktur impor produk Minuman
Beralkohol Indonesia yang semula sebagian besar menggunakan moda
transportasi udara melalui bandara udara internasional beralih
menggunakan moda transportasi laut melalui pelabuhan laut. Mayoritas
impor produk Minuman Beralkohol Indonesia masuk melalui pelabuhan
tertentu yang telah ditetapkan. Namun demikian ditemukan bahwa tidak
adanya pemanfaatan pelabuhan Laut Belawan di Medan, pelabuhan
Tanjung Emas di Semarang, pelabuhan Bitung di Manado, dan
pelabuhan Soekarno Hatta di Makassar sebagai pelabuhan pintu masuk
impor produk Minuman Beralkohol.
2. Alokasi impor (duty paid) memiliki hubungan positif dengan volume
impor produk Minuman Beralkohol Indonesia. Alokasi impor produk
Minuman Beralkohol Indonesia pada tahun 2015 mencapai 440,86 ribu
karton, naik sebesar 7,79 persen dibanding tahun 2014. Adapun
realisasi impor produk Minuman Beralkohol sebesar 376,22 ribu ton atau
sekitar 85,34 persen dari alokasi yang telah ditetapkan. Namun
berdasarkan hasil perbandingan antara alokasi dan realisasi impor
produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan tertentu ditemukan
ketidakselarasan di antara realisasi impor produk Minuman Beralkohol
melalui pelabuhan tertentu dengan alokasi impor yang telah ditetapkan
pada tahun 2014. Nilai impor produk Minuman Beralkohol pada
pelabuhan tertentu justru mengalami peningkatan, padahal pemerintah
menurunkan alokasi impornya pada tahun tersebut.
3. Penetapan pelabuhan tertentu sebagai Pelabuhan Tertentu memiliki
pengaruh terhadap penurunan pemasokan dan meningkatkan biaya
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
64
atas pembelian produk Minuman Beralkohol bagi industri pariwisata,
menurunkan penjualan dan meningkatkan persaingan usaha bagi
produsen sejenis, dan meningkatkan harga di tingkat konsumen.
6.2 Rekomendasi
Berdasarkan
hasil
analisis,
maka
kami
merekomendasikan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Penetapan pelabuhan Laut Belawan di Medan, pelabuhan Tanjung
Emas di Semarang, pelabuhan Bitung di Manado, dan pelabuhan
Soekarno Hatta di Makassar sebagai pintu masuk impor produk
Minuman Beralkohol di Indonesia dalam Permendag No. 20/MDAG/PER/4/2014
dapat
ditinjau
ulang
karena
tidak
adanya
pemanfaatan keempat pelabuhan tersebut dalam importasi produk
Minuman Beralkohol.
2. Perlu evaluasi pengawasan implementasi kebijakan impor produk
Minuman Beralkohol yang masuk melalui pelabuhan tertentu yang telah
ditetapkan melalui
Permendag No. 20/M-DAG/PER/4/2014, terkait
ditemukannya importasi produk Minuman Beralkohol melalui pelabuhan
Jakarta/ Pasar Ikan.
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
65
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Indonesia. (2016). Data Perdagangan Ekspor dan
Impor Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (2014). Survei Konsumsi Makanan Individu: Studi
Dier Total 2014. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Kementerian Kesehatan.
Kementerian Perindustrian. (2016). Perkembangan Nilai Output Industri
Besar dan Sedang Indonesia. Jakarta: Kementerian Perindustrian.
Kementerian Perindustrian. (2016). Perkembangan Nilai Produksi Industri
Besar dan Sedang Indonesia. Jakarta: Kementerian Perindustrian.
Krugman, Paul R. dan Maurice Obstfeld. (2003). International Economics:
Theory and Policy. Pearson Education Internasional.
Masngudi. 2006. Diktat kuliah Ekonomi Internasional Lanjutan. Jakarta:
Universitas Borobudur.
Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York:
Free Press.
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2012). Kajian Kebijakan
Penentuan Pelabuhan Tertentu Sebagai Pintu Masuk Impor Produk
Tertentu. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri,
Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan,
Kementerian Perdagangan.
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2013). Analisis Usulan Impor
Produk Tertentu Melalui Pelabuhan Krueng Geukeuh Aceh Utara
dan Kuala Langsa. Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Luar
Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan
Perdagangan, Kementerian Perdagangan.
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. (2014). Analisis Usulan Impor
Produk Tertentu Melalui Pelabuhan Bitung. Jakarta: Pusat Kebijakan
Perdagangan Luar Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan.
Salvatore D. (1997). Ekonomi Internasional. Haris Munandar [Penerjemah].
Jakarta: Erlangga.
WHO. (2014). Global Status Report on Alcohol and Health 2014.
Luxemburg: WHO.
Widayanto, S. (2011). Fasilitasi dan Aturan Perdagangan: Prosedur
Notifikasi WTO Untuk Transparansi Kebijakan Impor Terkait Bidang
Perdagangan: Kewajiban Pokok Indonesia Sebagai Anggota
Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization).
Direktorat Kerjasama Multilateral, Direktorat Jenderal Kerjasama
Perdagangan Internasional. Jakarta: Direktorat Kerjasama
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
66
Multilateral,
Direktorat
Jenderal Kerjasama
Internasional, Kementerian Perdagangan
PUSKA DAGLU, BPPP, KEMENTERIAN PERDAGANGAN
Perdagangan
67
Download